"Makasih ya Pak!" kata Muthe setelah keluar dari hotel. Hari sudah mulai petang, terlihat dari matahari yang mulai tenggelam.
"Saya yang harusnya Makasih," Dengan Name Tag yang terpasang di dada sebelah kanannya sudah terlihat nama pria itu adalah Ares. Ares menepuk bahu Muthe pelan. "Saya tak menyangka anak SMA seperti kamu memiliki bakat menjahit yang sangat hebat. Calon istri saya sangat menyukai desain baju pengantin buatan kamu,"
"Terimakasih Pak." Muthe tersenyum senang pada Ares.
"Saya pergi duluan ya!" Ares berpamitan pada Muthe, lalu berjalan menuju parkiran.
Tin!
Muthe langsung tersenyum kala mobil Ares menjauh dari perkarangan hotel. Melihat jam di tangannya Muthe segera mencari angkutan umum untuk dirinya pulang ke rumah, ini sudah cukup sore, kakak-kakaknya pasti akan mengomel jika dia pulang terlambat seperti ini.
Satu mobil angkutan umum berhenti di depannya, dia segera naik. Hatinya terasa berdegup dengan cepat, pasti kedua saudaranya mencari dia di sekolah. Dia tak memberitahu mereka jika dia akan bolos selama satu hari.
"Kiri Pak." Muthe turun lalu memberikan uang lima ribu pada si pak supir. Dia harus berjalan sepuluh menit lagi untuk sampai di rumah, hari juga terlihat semakin menggelap, Muthe mempercepat jalannya, dia harus segera sampai di rumah.
Knop pintu ia buka secara perlahan, di ruangan tengah ada Christy yang sedang menatapnya tajam, dia tak berbicara apapun, tapi tatapan matanya membuat Muthe merasa bersalah. "Kitty," panggilnya pelan, dia duduk di samping Christy yang kini mengalihkan pandangannya pada Televisi. "Kitty." Muthe memanggil Christy sekali lagi. Christy tak menjawab, bahkan untuk sekedar menoleh pada dirinya saja tidak. Muthe hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan.
"Dari mana?" Suara Gracia membuat Muthe mengalihkan atensinya, dia segera membalikkan tubuhnya, di sana sang kakak tengah menatapnya dengan tatapan tajam seperti yang di lakukan Christy tadi.
"Ngga dari mana-mana," jawab Muthe pelan, dia hendak beranjak pergi ke kamar. Tapi tangan Gracia menahannya pergi ke kamar, genggaman tangan Gracia pada bahu Muthe cukup keras. Muthe meringis sambil melepaskan tangan Gracia dari bahunya. "Sakit Kak." katanya pelan, dia mengusap bahunya sambil mengiris kecil.
Muthe kembali berjalan menuju kamar. "Bolos kan kamu?!" Suara Gracia membuat Muthe berhenti lalu menoleh ke belakang, Zee keluar dari kamar untuk melihat keributan apa yang terjadi di sana, dia lelah dengan pertengkaran yang cukup sering terjadi di rumah ini.
Muthe membalikkan tubuhnya menghadap Gracia, matanya memanas mendengar bentakan Gracia. Muthe tak pernah di bentak sekeras ini sebelumnya, dia tak pernah tau bagaimana rasanya, Shani selalu memperlakukannya lembut. "Jawab!" Suara Gracia kembali terdengar, dia mendekati Muthe lalu menatap adiknya itu tajam. Gracia tak bisa menahan emosinya setelah melihat Muthe masuk ke dalam hotel bersama Pria yang ia tidak kenali itu, apalagi dia pulang hampir menjelang malam seperti ini dengan keadaan bajunya yang terlihat lecek, siapa yang tidak akan marah ketika melihat adiknya seperti ini?
"Jawab Muthe!"
"Kamu pikir kakak gak liat kamu bolos?! Hah?!"
"Kamu ngapain aja sama om-om itu?!" Telunjuk Gracia menunjuk pada Muthe yang terisak, bahunya naik turun karena menangis. Dia hanya mampu menundukan kepalanya, tak berani menatap Gracia. "Jawab Muthe!" Muthe masih saja menundukkan kepalanya.
"Kakak gak pernah ngajarin kamu kaya gitu! Kakak liat kamu masuk hotel sama om-om!" Dada Gracia naik turun, amarahnya sudah tak bisa di tahan lagi. "Kamu sampai bolos sekolah kaya gini The! Kakak capek kerja buat biayain sekolah kamu tapi kamu malah bolos kaya gini, mau jadi apa kamu?!"
"Mau jadi apa?!" bentak Gracia sekali lagi, Muthe tak mampu menatap Gracia, dia takut, sangat takut sekarang.
"Keluarga kita gak pernah ada yang ngajarin kaya gitu The! Keluarga kita keluarga baik-baik, kenapa kamu malah hancurin pandangan orang-orang terhadap keluarga kita dengan kamu masuk hotel bareng om-om itu!" Salahnya Gracia tak memberikan Muthe waktu untuk menjawab, dia menuduh Muthe sembarang tanpa tahu apa yang terjadi sebenarnya. "Kamu butuh uang?!"
"Di tambah sekarang kamu pulang jam segini! Kakak gak pernah ajarin kamu kaya gini The! Nggak pernah!" Emosi Gracia benar-benar memuncak. "Kamu kaya gini sama aja kayak Perempuan Liar yang suka godain cowok sembarangan di jalanan!"
BRUKH!
Tubuh Gracia terjatuh setelah Gita mendorongnya."Lo gila Kak! Lo bener-bener gila!" Eli membawa ketiga adiknya ke kamar, terlebih dia membawa Muthe terlebih dahulu, lalu mengajak Chrity dan Zee untuk masuk ke dalam kamar.
"Lo berani banget nyamain adik lo sama Perempuan Liar! Dia bukan anak yang kayak gitu!" Tangan Gita mengepal, urat-urat nya sampai timbul akibat emosi Gita yang memuncak malam ini, dia benar-benar emosi mendengar kalimat yang keluar dari mulut Gracia.
Gracia kembali berdiri. "Lo gak tau apa-apa Gita! Lo bahkan gak liat kejadiannya!"
"Lo yang gak tau apa-apa!" Gita mendorong bahu Gracia cukup kencang. "Lo liat gak kejadiannya? Muthe masuk ke dalam hotel, walaupun sama om-om juga belum tentu dia ngelakuin hal aneh-aneh Kak!"
"Dia masuk ke hotel sama om-om, Gita! Dia udah jadi cewek yang gak bener!" Gracia tetap kekeh dengan ucapannya. "Punya otak gak sih lo?! Bisa ngerti gak?!"
"Tanya sama diri lo sendiri! Lo sendiri punya otak gak?! Lo bahkan belum denger penjelasan dari dia sama sekali! Lo main tuduh dia gitu aja! Lo tau apa sih?! Lo cuman liat dia masuk ke hotel bareng om-om! Lo gak tau yang sebenarnya terjadi Kak!" Gracia terdiam kaku. Ucapan Gita benar, dia bahkan belum mendengarkan penjelasan dari Muthe sama sekali.
"Lo ada bukti dia main sama om-om?!" Gracia diam tak menjawab. "Gue tanya lo Kak! Gue tanya lo! " Gita mendorong beberapa kali bahu Gracia. "Buka mulut lo yang udah ngerendahin adik lo sendiri! Buka! Ngomong Kak, ngomong!"
"Lo gila sampe nuduh adik lo sendiri yang ngga-ngga! Muthe bakal kecewa sama lo!"
"Kalo lo bukan adek gue! Gue tampar lo sekarang juga!" Telunjuk Gracia kini tepat berada di hadapan wajah Gita.
Gita hanya tertawa kecil sambil tersenyum tipis, dia mengambil tangan Gracia dengan cepat, lalu menamparkan tangan Kakaknya itu pada pipinya sendiri beberapa kali. "Tampar Kak, tampar," katanya sambil tertawa kecil.
Gracia hendak menarik tangannya itu kembali, tapi Gita tetap menahan tangannya sambil menamparkan tangan tersebut ke pipinya beberapa kali. "Tampar Kak! Tampar gue!"
Gracia menarik tangannya itu, dia mengusap air matanya kasar. "Walaupun gue perlakuan gue dan kalimat yang sering gue ucapin itu kasar, tapi gue gak pernah berani bilang Perempuan Liar ke orang lain, apalagi ke adik gue sendiri."
Gita keluar dari dalam rumah, dia membakar satu batang rokok yang sudah menjadi candunya, setidaknya rokok ini bisa membuat dirinya lebih tenang.
Di dalam Gracia menangis, dia salah. Dia salah besar pada Muthe. Gracia memukul kepalanya beberapa kali. "Bodoh!" Dia mengatakan itu pada dirinya sendiri, sambil menampar pipinya beberapa kali hingga memerah.
Di dalam kamar Muthe menangis di dalam pelukan Eli, Christy mengelus punggung Muthe lembut. "Aku ngga kaya gitu Kak, aku bukan Perempuan Liar.." Muthe mengatakan itu dalam pelukan Eli.
Sementara Zee hanya menatap Muthe yang sedang menangis dengan pikiran kosong. "Kita hancur tanpa kamu Kak.." Itu terdengar dari suara hati Zee.
Tbc.
Ini kann yang kalian mauu?!?!
Noh satu lagi. Pendek sihh, tapi kasian Mumuchang.
Update lagi karena mau ngilang beberapa hari ke depan. Hahaha..
End nya masih lama sih, tapi maunya sad end apa happy end nih?
Tapi ini bakal happy end sih.
[ Jangan percaya omongan author.]Vote and Comment!
Follow akun tiktok aku dong!
@pikapeyypikaDadaah wooofyuuu, utiwi ngilang ah
-pikaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Kotak Harapan dan Kisahnya || END
Fanfiction[ SELESAI ] Ini tentang mereka Tujuh remaja perempuan yang ingin hidup bahagia, si sulung yang berusaha memenuhi segala kebutuhan keluarga, dan si bungsu yang ingin bertemu dengan cinta pertamanya. Apakah kisah mereka akan berakhir bahagia? Atau mal...