Malamnya, Muthe dan Christy berada di kasur, menunggu kakak-kakak nya pulang ke rumah. Shani pergi lagi setelah mimisan tadi, Muthe dan Christy melihatnya tadi. Ingin berbicara tapi ragu, pikiran mereka melayang kemana-mana, apalagi setelah membaca kertas yang Shani bawa tadi, Shani menyimpannya di bawah bantal, Muthe dan Christy melihatnya, segera di buka lah kertas itu, isinya dapat membuat Muthe dan Christy melamun hingga sekarang.
Kanker Otak.
Iya, Kanker Otak.
"Aku takut The, aku takut," kata Christy sambil memeluk Muthe erat.
Bahu Muthe terasa basah, Christy menangis di sana. "Aku juga takut," Muthe juga memeluk Christy, Kakaknya mengidap penyakit itu, kenapa Sang Kakak tidak pernah memberitahu mereka tentang penyakitnya itu? Kenapa?!
Kala suara pintu rumah terbuka membuat Christy dan Muthe mengusap air matanya, dengan cepat Muthe dengan cepat pindah ke kasurnya yang berada di atas kasur Christy, menarik selimutnya lalu berpura-pura tidur, mereka berdua tak ingin Kakaknya melihat jika mereka sudah menangis.
Yang membuka pintu barusan itu Gracia, ia langsung menuju ke kamar. Dilihatnya ada kedua adiknya yang sudah terlelap tidur, padahal sama sekali tidak. "Tumben udah pada tidur," katanya pelan sekali, tak ingin membuat kedua adiknya terbangun jika ia berbicara terlalu keras. Di ambil lah handuk lalu pergi ke kamar mandi karena tubuhnya sudah cukup berkeringat akibat berpanas-panasan tadi.
Setelah Gracia keluar dari kamar, terdengar suara isak tangis. Suara itu tentu dari Muthe dan juga si bungsu Christy, mereka sedikit menahan tangisannya agar tak terlalu terdengar lalu berusaha untuk tertidur.
° ° °
Ini keesokan harinya setelah Muthe dan Christy tau tentang penyakit kakak pertamanya. Malamnya mereka sedang berkumpul di ruang tengah dengan kesibukan masing-masing, tiga orang dari mereka sibuk dengan ponselnya masing-masing, sementara tiga yang lainnya sibuk menonton serial drama di televisi. Sementara si bungsu berada di kamar, entahlah apa yang dia lakukan di kamar sendirian.
"Christy di kamar Kak?" tanya Zee pada Shani yang tengah fokus menatap televisi.
Shani hanya menganggukkan kepalanya ringan lalu menatap Zee. "Iya, kenapa emangnya? Kangen ya?"
"Dih, enggak lah! Ngapain kangen," Zee memutar bola matanya malas setelah Shani terkekeh ringan.
"Bilang aja kangen," Itu suara Christy, dia datang membawa satu kotak dengan bahan kayu dan juga beberapa lembar kertas beserta pulpen dan juga beberapa alat menggambar, lalu dia duduk di samping kakak keduanya.
"Tugas?" tanya Gracia, dia simpanlah ponsel yang sedari tadi ia mainkan lalu mulai fokus pada barang yang di bawa sang adik.
Christy memberikan mereka satu kertas dengan warna yang berbeda-beda, Shani di beri kertas berwarna merah, Gracia diberi berwarna oren, Gita diberi warna kuning, Eli diberi kertas berwarna hijau, Zee diberi kertas berwarna biru, Muthe berwarna merah muda, sementara miliknya berwarna ungu. Seketika mereka fokus pada adik bungsunya, Gita dan Eli yang awalnya sibuk memainkan ponsel pun kini mulai memperhatikan apa yang akan di lakukan oleh Christy.
"Buat apa kertasnya?" tanya Shani sambil mengangkat kertasnya yang berwarna merah. Setelahnya Christy juga memberikan pulpen berwarna hitam untuk mereka semua, lalu menaruh beberapa pensil, penghapus, penggaris, pensil warna, bahkan menaruh spidol di meja.
"Tadi, Christy denger Ashel cerita kalo dia itu suka tulis harapannya di kertas, terus di masukin ke dalam kotak. Katanya sih nanti kalo dia udah sukses, dia bakalan buka kotak itu buat lihat apa yang dia tulis!" jelas Christy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kotak Harapan dan Kisahnya || END
Fanfiction[ SELESAI ] Ini tentang mereka Tujuh remaja perempuan yang ingin hidup bahagia, si sulung yang berusaha memenuhi segala kebutuhan keluarga, dan si bungsu yang ingin bertemu dengan cinta pertamanya. Apakah kisah mereka akan berakhir bahagia? Atau mal...