Desahan kecil terdengar dari perempuan yang sedang memakai topi itu. Kepalanya terasa mumet dengan apa yang sedang ia kerjakan, komputer ini sudah berkali-kali ia benarkan, kenapa selalu kembali rusak? Gita benar-benar merasa kepalanya berdenyut sekarang. Kalau komputer ini bukan milik orang lain, dia akan segera membantingnya ke lantai.
Akhir-akhir ini Gita sering merasa tak fokus pada pekerjaannya. Pikirannya selalu melayang kemana-mana. Dia melempar obeng miliknya, lemparan itu mengenai tembok, cukup kencang hingga tembok itu sedikit retak. Dia melepaskan topinya lalu menundukan kepalanya, dia sadar, dia merindukan kakak pertamanya.
Gita hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan. Ayolah! Dia tak ingin terlalu berlarut dalam kesedihan, sekarang ia harus fokus mencari uang, uang dan uang. Demi adiknya.
° ° °
Ini hari kedua Gracia memberitahu alamat-alamat pada Sean. Laki-laki itu benar-benar menyebalkan, dia terkadang masih lupa dengan alamat yang bahkan Gracia sudah beri tahu lebih dari satu kali. Gracia jadi berpikir, siapa yang mau menikah dengan laki-laki buta maps seperti dia itu? Gracia menghembuskan nafasnya pelan kala Sean menepuk bahunya pelan.
"Napa lo?" Dia duduk di samping Gracia, lalu memberikannya sebotol minuman Matcha, kesukaannya.
Gracia hanya menggelengkan kepalanya. Dia fokus menatap jalanan yang cukup ramai, di teriknya mentari siang ini, mereka sedang istirahat sebentar di bawah pohon mangga di pinggir jalan. Gracia lihat-lihat, tempat ini bagus juga, tak terlalu dekat dengan jalanan, banyak sekali pohon di sekitarnya.
Gracia membuka minuman botol itu, meminumnya satu teguk lalu menganggukan kepalanya. Lumayan juga rasanya. Tetapi, dari mana Sean mendapatkan minuman ini ya?
"Lo dapet minumannya dari mana?" tanya Gracia, di sekitarnya bahkan tak terlihat sama sekali warung kecil atau pun minimarket.
"Tuh," Dagu Sean menunjuk pada gadis kecil dengan pakaian kumuh yang tengah membawa berbagai minuman. Terlihat sedang menawarkannya pada beberapa orang yang lewat, tapi tak ada yang membelinya.
Gracia tersenyum tipis, dia pernah berada di posisi itu. Kala Christy lahir ke dunia, mereka sudah tak ada pilihan lain selain mulai bekerja, di umurnya yang masih sangat belia Gracia sudah menjadi penjual minuman keliling, beberapa kali dirinya di marahi Shani karena sering kali bolos sekolah, demi berjualan ini.
Sean menatap wajah Gracia yang kini sedang tersenyum tipis. "Lo kenapa?"
Lamunan Gracia buyar kala Sean kembali bersuara. "Ah, ngga. Keinget dulu aja,"
"Keinget dulu gimana?" Sean mengerutkan keningnya.
"Ya, dulu gue juga pernah ada di posisi itu," Gracia kembali meneguk minumannya itu. "Lo pasti gak pernah ya? Secara, lo anak orang kaya," Gracia tertawa hambar.
"Maksud lo? Lo pernah jualan kaya anak kecil itu?" Gracia menganggukkan kepalanya.
Gracia menatap Sean yang tampak keheranan. "Kenapa? Kaget lo?"
"Sedikit," Sean menjawab singkat. "Lagian kenapa lo jualan di umur lo yang masih sekecil itu?" Sean kembali bertanya.
"Ekonomi keluarga. Bokap gue ninggalin gue sama adik-adik, brengsek emang. Nyokap gue meninggal setelah lahirin adik terakhir gue," Gracia tersenyum tipis sebelum kembali meneguk minuman berwarna hijau itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kotak Harapan dan Kisahnya || END
Fanfiction[ SELESAI ] Ini tentang mereka Tujuh remaja perempuan yang ingin hidup bahagia, si sulung yang berusaha memenuhi segala kebutuhan keluarga, dan si bungsu yang ingin bertemu dengan cinta pertamanya. Apakah kisah mereka akan berakhir bahagia? Atau mal...