1.4 || Tangisan dan Pelukan Hangat

1.6K 131 8
                                    

Suara burung berkicau dimana-mana, rasa sejuk pagi ini membuat Zee ingin tetap terbaring ditempat tidurnya. Ia malas pergi ke sekolah, tetapi Shani sudah membangunkannya sejak tadi, sebenarnya sebelum Shani membangunkan Zee, dia sudah bangun lebih dulu tetapi nyawa nya belum terkumpul semua. Masih terdiam ditempat tidurnya, terkadang dia mengubah posisi, berbalik kesana kemari berharap rasa dingin pagi ini menghilang.

"Zee.." Zee menjawab dengan deheman kecil, matanya menatap sang kakak yang sekarang ada di ambang pintu, menatap Zee sambil membawa handuk. "Udah ke kumpul nyawa nya?"

Zee menggeleng pelan. "Belum,"

"Berapa lagi?" tanya Shani sekali lagi, dirinya masih melihat Zee yang tubuhnya dibalut selimut sampai leher, hingga hanya kepalanya saja yang terlihat.

"Dua," jawaban Zee membuat Shani terkekeh kecil, Zee selalu saja terlihat lucu dihadapannya.

Sambil menggelengkan kepalanya Shani berkata lagi. "Udah ah, nanti juga ke kumpul sendiri. Sekarang mandi, kakak udah siapin air hangat kok." Zee membuka selimutnya perlahan, badannya menggigil pelan.

Dengan tangan yang masih mengucek matanya dia turun dari kasurnya. Shani menyodorkan handuk milik Zee, dengan sengaja Zee mencium pipi Shani cepat, setelahnya dia melarikan diri ke kamar mandi. Shani hanya menggelengkan kepalanya, Zee memang suka berbuat sesuatu secara tiba-tiba, tak jarang Zee membuat dirinya mematung ditempat karena tingkahnya yang selalu tiba-tiba.

Shani hari ini sengaja bangun lebih awal, demi membangunkan ketiga adiknya, dia tak ingin adiknya terlambat pergi ke sekolah. Apalagi sampai kerepotan sendiri, walaupun badan Shani belum sepenuhnya fit, karena setiap malam dia pasti akan merasakan sakit kepalanya berlebihan, apalagi hidung nya yang terus mengeluarkan darah segar, tetapi dirinya harus tetap terlihat tegar dan baik-baik saja di depan semua adik-adik tersayangnya.

Shani hendak membangunkan kedua adik bungsunya yang masih terlelap, bahkan Christy masih memeluk gulingnya erat dengan suara nafas yang beraturan.

"Kak..!" Suara itu mengalihkan atensi Shani, dengan segera dirinya menghampiri Zee yang berteriak dari dalam kamar mandi.

"Iya Zee, kenapa?"

Zee membuka pintu kamar mandi, dirinya masih menggunakan baju tidur tadi. "Airnya lepas," Zee menunjukan keran air kamar mandi yang terlepas, Zee tadi sudah berusaha membenarkannya tetapi keran itu tetap terlepas kembali.

Dengan telaten Shani memasangkan keran air itu kembali, Zee tercengang melihat Shani yang dengan mudahnya memasangkan keran air itu dalam sekali percobaan. "Kok bisa sih kak?" Dirinya bertanya keheranan.

"Bisa dong!" Shani melipat kedua tangannya di depan dada membuat Zee tertawa pelan.

"Udah ah, sana mandi. Jangan lama-lama, kakak mau bangunin Muthe sama Christy dulu." Zee menaikan kedua jempol tangannya sambil tersenyum yang menampilkan gigi rapihnya.

Shani keluar dari kamar mandi, kembali masuk ke dalam kamar untuk membangunkan Muthe dan Christy. Shani mengelus bahu Muthe pelan, dirinya juga sedikit menggoyangkan tubuh Muthe. "Dek, sayang.."

Shani mengalihkan tangannya pada pipi tembam Muthe. "Ayo bangun, udah siang," Muthe hanya menggeliat pelan, usapan tangan Shani di pipinya membuat dia semakin tidur nyenyak, terlalu lembut sampai Muthe nyaman.

"Ayo bangun.." Shani mengelus kepala Muthe yang perlahan membuka matanya. Muthe mengucek matanya terlebih dahulu sebelum dia benar-benar bangun.

Shani beralih pada Christy, dirinya melakukan hal yang sama pada Christy. "Dek, Kitty.."

"Ayo bangun, sekolah," Dirinya mengusap kepala Christy lembut, si empu malah semakin nyenyak dengan tidurnya. "Kitty, ayo dong. Udah siang,"

Dengan perlahan Christy membuka matanya dirinya malah memeluk Shani sekarang. "Aku masih ngantuk Kak," Shani mengelus punggung Christy sambil sedikit menggoyang-goyangkan badannya.

Kotak Harapan dan Kisahnya || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang