3.1 || Satu Yang Tersisa

1.6K 113 23
                                    

Setelah mendengar tembakan tadi, Eli membawa ketiga adiknya menuju ruang ganti Sean. Mereka berpisah dengan Gita, suara tembakan itu terdengar di kepala mereka. Mereka semua sudah menangis, terlebihnya Christy, dia hampir kehilangan nyawanya, untungnya dia menghindar dengan cepat. Mereka memikirkan keadaan Gita dan juga Gracia, di ruangan sebelah terdengar samar-samar suara tangisan, mereka semakin menangis kencang, ingin keluar tetapi keadaan sangat bahaya.

Di luar Gita tengah berkali-kali menghindar bahkan menembak dengan asal. Emosinya benar-benar di atas rata-rata, Gita dengan membabi-buta menghajar orang-orang di sana dengan pistol di tangannya. Terkadang juga dia memukul pelaku tersebut sampai habis, dia di bantu oleh beberapa orang yang memiliki teknik bela diri yang berbeda-beda. Perlahan jumlahnya mengurang karena banyak yang tertembak.

Gita cukup kelelahan, dia susah mengendalikan dirinya sendiri.

Dor!

Dor!

"Akh!" Gita berteriak kesakitan, tangan kanannya tertembak sebanyak dua kali, dia mengambil pistol menggunakan tangan kiri, lalu dengan cepat menembak seseorang yang menembak tangannya hingga dia tak bernyawa. Gita berjalan guntai menuju ruang ganti Sean, beruntungnya pintu itu tak di kunci. Di sana dia dapat melihat adik-adiknya yang tengah menangis lalu menghampiri adik-adiknya itu.

Gita penuh dengan darah sekarang, tangannya sudah mengeluarkan darah cukup banyak. Bagian bajunya juga banyak terkena darah yang membuat Muthe semakin menangis, dia memeluk sang kakak dengan perasaan khawatir.

"Kak Gre mana Git?!" tanya Eli sambil menggoyangkan tubuh Gita yang sedang di peluk oleh Muthe.

Gita merasa dadanya sakit bagaikan di hantam bebatuan besar, rasanya tak mamlu untuk mengatakan hal ini pada adik-adiknya. "Dia, Kak Gre..."

"Dia ketembak, dia pergi ninggalin kita Li, buat selamanya..." Hancur sudah perasaan mereka, mereka menangisi kepergian Gracia yang begitu mendadak. Seharusnya di hari pernikahan ini Gracia bahagia, tetapi sekarang di hari pernikahannya dia juga kehilangan nyawa nya.

Pintu itu lagi-lagi di dobrak, Gita sudah terdiam lemah, tetapi dia tetap berusaha berdiri untuk melindungi adik-adiknya. Zee mengambil aba-aba untuk melindungi kedua adiknya, sementara Eli diam di belakang Gita yang sedang berusaha berdiri.

Dor!

"Akh!" Eli tertembak.

Dor!

"Akhh!" Muthe pun begitu.

Dor!

"Ka-Akh!" Zee juga ikut tertembak.

Gita menghadap ke belakang, dia menepuk pipi Eli cukup kencang, tetapi Eli sudah menutup matanya, dia sudah tak bernyawa sekarang, Gita berteriak sambil menangis, dia merasa kecewa pada dirinya sendiri, dia memeluk Eli lalu mencium keningnya lama. Gita berpindah pada Muthe yang kini sudah menutup matanya juga, Gita mengelus kepala Muthe lembut, menyentuh dada Muthe yang di penuhi darah karena tembakan tersebut, dia menutup matanya lalu mencium kening Muthe cukup lama sambil menangis.

Zee terlihat masih membuka matanya, dia terlihat sangat lemas, Gita menghampiri kedua adiknya yang tersisa. Christy sedang menangis sambil mengelus kepala Zee yang berada di pahanya. Gita mencium kening Zee begitu lembut. "Bertahan, tolong.."

Dor!

"Kakhh!" Christy tertembak, Gita kini menggeram kesal, peluru itu mengenai tangan Christy hingga gadis itu menangis kesakitan, Gita merobek sedikit bagian bajunya lalu di ikatkan pada tangan Christy yang tertembak agar menghambat darah Christy keluar.

Gita membalikkan tubuhnya, kini ia menatap orang yang mengangkat pistolnya tinggi-tinggi membuat semuanya berhenti, dia melepaskan maskernya lalu tertawa di hadapan Gita.

Kotak Harapan dan Kisahnya || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang