0.2 || Mengerti Keadaan

1.9K 180 3
                                    

Tengah hari begitu terik, bahkan untuk hari terasa sangat panas, terlihat di sana seseorang yang membawa gitar sambil memakai hoodie, aneh memang, siang terik seperti ini memakai hoodie, apa tidak gerah ya? Namun gadis itu terus berlari, terkadang berhenti untuk bermain gitar sambil bernyanyi, sudah tau dia sedang apa? Mengamen, dia sedang mengamen. Perempuan itu bahkan terlihat enjoy, tak malu dengan apa yang ia lakukan, gadis itu memakai rok warna abu-abu, terlihat seperti rok sekolah SMA. Tampaknya dia bolos.

Berbagai lagu dia nyanyikan dengan perasaan senang, selalu tersenyum terhadap seseorang yang memberinya uang. Tak heran, suaranya juga merdu, enak di dengar oleh siapapun. Alunan gitar nya pun enak di dengar, dia mahir dalam memainkan gitarnya.

Gadis itu yang tak lain tak bukan adalah Zee, Zee duduk di trotoar jalan. Melihat uang yang dia dapatkan lumayan banyak dia tersenyum senang. Zee menyimpan sedikit uang untuknya, sisanya akan dia simpan jika ada kebutuhan mendadak. Dia kembali berjalan, tak berniat mengamen lagi, dia hendak kembali ke sekolah. Namun hal yang tidak ia sangka-sangka terjadi.

Gita secara tiba-tiba datang lalu dengan cepat dia menarik kerah baju Zee, menyandarkannya pada jembatan di sana. "Lo bolos?! Hah? Lo bolos?!" tanya Gita dengan amarah yang menggebu-gebu, matanya bahkan terlihat memerah. Gita mematikan rokoknya lalu segera menatap Zee dengan tatapan tajam.

"Jawab gue!"

Zee mengangguk cepat karena takut. "Kenapa bolos?!" Gita melepaskan tangannya dari kerah baju Zee.

Zee tak menjawab, menyebabkan kakak ketiga nya itu naik pitam. Ia menepuk kepala Zee sedikit kencang. "Jawab bego!"

"Z-zee ngamen," jawabnya pelan.

"Sekolah! Lo tau keinginan Kak Shani kan?! Dia mau lo jadi sarjana dan lo malah bolos kaya gini!" Gita mengepalkan tangannya, membuat buku-buku jarinya memutih.

"Dia juga mau Kakak jadi sarjana 'kan? Tapi gak pernah Kakak turutin," Zee berusaha membela dirinya sendiri.

"Gausah ikutin jejak gue yang jelas-jelas salah!" Gita menepuk pipi Zee pelan. "Kenapa lo ngamen?!" Zee diam tak menjawab, menundukkan kepalanya dalam-dalam, tak berani menatap Gita.

"Jawab gue!"

"Ada lomba, Zee mau ikut. T-tapi berbayar," jawab Zee sambil menundukkan kepalanya, tangannya gemetar menandakan ia ketakukan.

Gita memukul besi di samping Zee, tangannya memerah. "Anjing!" Zee terperanjat kaget kala Kakaknya mengeluarkan kata kasar tersebut.

"Berapa?" tanya Gita mengeluarkan dompetnya.

"G-gausah, Zee udah ada uangnya kok. Ini udah cukup buat bayar lombanya,"

"Dari hasil ngamen kayak gini dan pastinya bakal ngecewain semua orang nanti?! Bukan cuman gue sama Kak Shani doang yang kecewa! Tapi semuanya, mau Kak Gre atau pun Eli bakal kecewa sama lo," katanya penuh penekanan. Gita mengambil tangan Zee, menaruh dua lembar uang berwarna merah di tangan adiknya. "Pulang ke sekolah. Jangan bolos lagi!"

Zee mengangguk patuh, menyimpan uang itu di sakunya lalu berlari menuju sekolah. Walaupun kembali masuk ke sekolah perlu perjuangan yang banyak, mulai dari memanjat tembok sampai membohongi Satpam tetapi ia tetap mau kembali ke sekolah. Tak ingin bertemu dengan Gita lagi di luar sekolah.

° ° °

Malam hari terasa dingin di kulit seorang yang sedang memetik gitarnya, tetapi dia tetap diam di luar rumah walaupun terasa dingin seperti ini, terkadang tubuhnya menggigil karena dinginnya udara malam hari ini, dia memang keras kepala, sudah beberapa kali Gracia menguyuruhnya untuk masuk, tetapi dia tetap saja tidak mau dan terus bernyanyi dengan suara kecil sambil menatap bintang-bintang di langit. Bernyanyi di malam hari seperti ini memang menyenangkan. Kebetulan Zee sedang menunggu Shani pulang di teras rumah. Tak lama seseorang datang, bukanlah Shani yang pulang ke rumah lebih awal, ternyata Gita. Gita duduk disamping Zee yang sedang memainkan gitarnya, lalu mulai menyalakan satu batang rokok.

Kotak Harapan dan Kisahnya || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang