Bro? -08-

1.1K 102 4
                                    

Pagi ini, Doyoung bersiap lebih awal. Jay yang akan menjeputnya pagi ini. Seperti biasanya, sebelum berangkat, Doyoung akan pergi ke kamar bundanya untuk berpamitan. Setelahnya, ia menunggu Jay di teras rumah sembari duduk di sebuah kursi yang memang berada disana.

"Nungguin siapa, dek? "

Doyoung menoleh. Mendapati Hyunsuk yang berdiri di ambang pintu.

"Temen"

"Berangkat sama kakak aja"

Doyoung menggeleng. "Nggak usah"

Hyunsuk menghela napas. "Lihat udah jam berapa. Lagian kalau emang niat jemput, temenmu harusnya udah dateng. Udah coba dihubungin? "

Doyoung kembali menggeleng. Benar juga. Terakhir ia bertukar kabar dengan kekasihnya itu tadi malam. Bahkan pesan yang ia kirim pagi ini belum juga terbaca.

"Daripada telat, ayo kakak antar. Kabarin temenmu buat nggak usah jadi jemput. Mau jemput kok telat. Gimana sih"Omel Hyunsuk. Ia kembali masuk kedalam untuk mengambil kunci mobil.

"Tunggu ya, kakak ambil mobil di garasi dulu"

Doyoung diam tak menanggapi. Mungkin untuk kali ini, ia akan menurut. Lagipula Jay juga tidak memberikan kepastian sampai sekarang. Dasar.

Ditengah kegiatan melamunnya, ia dikejutkan dengan klakson mobil yang dibunyikan oleh Hyunsuk. Doyoung menatap tajam Hyunsuk. Sedangkan si pelaku hanya tersenyum tanpa rasa bersalah.

"Salah siapa ngelamun? Udah cepet, masuk. Mau dibukain pintu? "

"Gak usah"

Kini keduanya menuju sekolah Doyoung.

Tak lama, mereka telah sampai.
Doyoung melepas sabuk pengamannya. Ia melirik Hunsuk sejenak, lalu ia berdehem.

"Makasih"

Hyunsuk mengangguk. "Tapi kelihatan nggak ikhlas bilangnya"

Doyoung mengernyit. Ia menatap bingung pada yang lebih tua.

"Terus gue harus gimana? "

"Senyum dong"

Doyoung menatap malas pada Hyunsuk. Rasanya ingin ia gampar saja kakak tirinya ini. Karena menurutnya ini bukanlah hal yang terlalu penting, Doyoung memutuskan untuk langsung pergi. Meninggalkan Hyunsuk yang terkekeh melihat sikapnya.

Perjalanan dari gerbang depan menuju kelasnya bisa dibilang tidak dekat, tapi juga terlalu alay jika dikatakan jauh. Karena, ya... Sekolah ini mempunyai seribu siswa lebih karena setiap angkatannya memiliki sekitar 400 siswa.

Dan kelas Doyoung berada di belakang walau bukan yang paling belakang. Tapi bukan berarti kelas yang berada di belakang itu berisi anak-anak yang kurang pintar, ya!

Kembali pada Doyoung, yang kini melangkah agak tergesa menuju ruang kelasnya. Bukan karena takut telat. Tapi ia ingin memulai sesi bercerita pada dua manusia yang ia sebut sahabat itu. Tak peduli jika keringatnya sudah bercucuran saat pagi hari. Toh, ia membawa kipas portable juga parfum. Jadi aman-aman saja.

Setelah perjuangannya menuju kelas, akhirnya ia sampai. Doyoung mendudukkan dirinya di bangku miliknya sendiri, lalu berjalan mendekat ke bangku milik Taeyoung dan Wonyoung. Menyeret dua manusia itu untuk duduk di pojokan kelas.

Sempat melayangkan protes ketika Doyoung menarik mereka begitu saja, tapi kini keduanya memilih bungkam kala melihat wajah Doyoung yang terlihat kesal.

"Lo kenapa deh? "Tanya Wonyoung, mewakili rasa penasaran milik Taeyoung.

"Tau gak sih? Gue sebel pokoknya! Muka Jay pengin gue pitesss ihhh! "

"Aaaaduh! Sakit! "Taeyoung mengaduh kesatikan kala lengan tak bersalahnya dicubiti oleh Doyoung.

"Kenapa lagi itu curut satu? "

"Kemarin dia ngajak gue berangkat bareng. Tapi nyatanya nggak jadi. Mana dia nggak ngasih kabar apapun"

"Loh? Lo kesini naik apa? "

"Please deh, Tae. Doyoung sekarang punya abang. Jadi gampang dia mah. Doyoung juga bisa nyetir sendiri kalau lo lupa"

Mendengar penuturan Wonyoung, Taeyoung hanya mampu menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal.

"Gue lupa lo udah punya abang sama adek baru"

"Itu bukan poin pentingnya! "Ujar Doyoung semakin kesal ketika mereka malah membahas saudara tirinya.

"Ya tapi, lo berangkat dianter saudara lo, kan? "

Doyoung mengangguk menjawab pertanyaan Wonyoung. Setelahnya, sesi berkeluh kesah Doyoung dilanjutkan sampai bel istirahat berbunyi. Karena pagi ini benar-benar tidak ada guru yang mengajar.
























































"Terus lo pulang sama siapa, Doy? "

"Gue juga nggak tau, Tae"

"Bareng gue aja gimana? "

Mendapat tawaran Taeyoung, mata Doyoung berbinar. "Bener? "

"Ya.... Iya? Lo mau nggak? "

"Pake nanya! "

"Yaudah. Ayo. Motor gue di parkiran depan"

Doyoung mengangguk. "Wonyoung, gue sama Taeyoung pulang dulu ya? Semangat piketnya, beb! "

"Iya-iya. Udah sana"

Keduanya mengangguk lalu menuju parkiran depan. Doyoung menunggu Taeyoung yang sedang mengambil motornya. Posisi parkir motor milik Taeyoung berada di tengah. Jadi agak sulit untuk mengambilnya.

Asik memandangi Taeyoung yang sibuk berusaha mengeluarkan motor--tanpa ada niatan membantu tentunya--ia mendapati Jay, yang baru saja lewat dan bercengkrama dengan seorang perempuan.

Pandangan keduanya bertemu. Secepat mungkin Doyoung mengalihkan pandangannya. Namun hal yang tidak Doyoung inginkan malah terjadi. Jay malah menghampirinya.

"Doyoung? "

Doyoung menoleh.

"Sumpah, aku minta maaf banget tadi pagi nggak bisa jemput kamu. Aku diajak mama buat berangkat bareng, dan hp aku waktu itu masih lowbat"

"Oke"

"Tadi pagi berangkat sama siapa? Nggak telat kan? "

"Nggak"

"Kamu marah? Sumpah, sayang... Maafin kakak, ya? Kamu mau apa? Biar kakak beliin"

Doyoung menggeleng. "Nggak ada, nggak usah"Doyoung melirik Taeyoung yang untungnya sudah berada di depan gerbang. "Aku pulang duluan ya"setelahnya, tanpa menunggu jawaban dari Jay, Doyoung berlalu begitu saja. Meninggalkan Jay yang menghela napas berat.

Bro? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang