Tidak heran lagi. Dulu mereka juga seringkali seperti ini. Berangkat larut malam, pulang saat menjelang pagi.
Hanya demi bermain billiard yang entah kenapa sangat mereka gemari itu."Eh, guys. Udah jam segini! Pulang yuk?"
Mendengar penuturan dari Wonyoung, yang lain pun mengangguk. Setelah melirik jam dinding yang terpajang diruangan tersebut, mereka baru sadar kalau ini memang sudah dini hari.
"Won, lo pulang duluan aja. Gue nganter Doyoung dulu." Taeyoung berujar. Memandang kearah teman perempuan itu sembari memakai helm.
"Ya masa pulang sendiri gue? Nggak mau. Gue ikut nganter Doyoung aja."
"Kemaleman, Won. Lo mau sepetakilan apapun tetep cewek."
"Ini udah bukan malem sih."
Gumam Doyoung yang masih bisa di dengar oleh mereka."Iya sih. Tapi maksudnya... Ya gitu lah." Taeyoung ikut bingung.
"Bareng kita aja." Tawar Jisung.
"Nggak usah, beda jalan. Gue sama Taeyoung aja deh."
"Loh? Sama gue juga beda jalan, Won."
"Ya tapi kalau sama lo se enggaknya setengah jalan masih sama. Kalau sama Yuma, Jisung, baru seperempat jalan aja udah beda jalur." Tutur Wonyoung.
"Kalau gitu, lo bonceng Wonyoung aja, Tae. Gue pinjem motornya, biar gue pulang sendiri." Saran Doyoung.
"Apaan? Lo mau di sidang sama keluarga lo?"
Doyoung menggeleng. "Ntar motor lo gue titipin di tetangga. Besok pagi gue berangkat pakai motor lo, jemput lo."
Taeyoung nampak menimang sejenak sebelum akhirnya mengangguk final. "Yaudah. Jangan sampai telat loh! Ntar kaya tadi pagi."
Doyoung memincingkan matanya.
"Nggak usah nyindir."Kini kelimanya berpisah. Dengan empat orang yang memiliki jalur yang sama walau hanya sebentar. Sedangkan Doyoung sudah berbeda jalur sejak awal perjalanan.
Jalanan sepi. Tapi masih ada setidaknya satu dua motor atau mobil yang juga berkendara. Perasaan Doyoung sebenarnya sedikit was was, mengingat sudah lama ia tak berkendara sendiri pada larut malam atau dini hari.
Apalagi ditambah dengan mobil hitam yang sepertinya daritadi mengikuti Doyoung. Entah benar atau tidak, tapi perasaan Doyoung mengatakan begitu.
Mau mencoba berpikir positif, tapi saat ia sengaja memelankan kecepatan motornya, mobil di belakangnya sama sekali tidak mendahului. Malah mengikuti untuk menurunkan kecepatannya.
Segala macam harapan dan do'a berulang kali doyoung panjatkan agar dirinya sampai tujuan dengan selamat.
Dan rasanya jantungnya berdegup begitu cepat saat mobil di belakang tiba-tiba menambah kecepatan. Bukan untuk menyalip Doyoung, melainkan untuk memblokir jalan Doyoung.
Baru saja mau kabur, tapi pintu mobil bagian depan, tepatnya pada bangku pengemudi, terbuka. Menampilkan seseorang yang ia kenal.
"Doy, kamu darimana? Kok jam segini masih keluyuran?"
"Dari... Ketemu sama temen."
"Temen? Terus jam segini baru pulang? Ngapain aja kamu?"
"Ya... Main lah?"
"Orang rumah ada yang tau?"
Doyoung diam sebentar, sebelum menggeleng kecil. "Nggak."
"Gimana sih? Masa keluar malem nggak pamit. Pulang sekarang. Nggak ada mampir kemana mana lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bro?
FanfictionTentang Doyoung, yang enggan menerima kehadiran keluarga barunya. Enggan menganggap kesebelas orang itu menjadi saudara tirinya. Namun hingga sudah terbiasa, suatu perasaan aneh muncul dalam dirinya. Warn! BxB