"Makasih ya, Tae. Lo mau mampir? "
Doyoung menyerahkan helmnya pada Taeyoung."Kapan-kapan aja deh. Gue mau langsung balik"
"Yaudah. Tiati ya? Makasih banget"
"Yoi. Duluan ya"
Setelah motor milik Taeyoung beserta si pengendaranya yang sudah tidak terlihat lagi, Doyoung masuk kedalam rumah. Dan seperti biasa, ia akan masuk ke kamar milik bundanya terlebih dahulu.
"Bunda"
Doyoung menyembulkan kepalanya untuk mengintip kedalam kamar bundanya. Namun lagi-lagi ada penghuni lain.
"Adek? Masuk aja sini"
Doyoung mengangguk, lalu masuk kedalam kamar. Duduk di kursi yang berada di dekat ranjang bundanya. Sedangkan satu orang lainnya, yang kini tengah memberikan suapan, duduk di pinggiran kasur.
"Gimana sekolahnya? Aman? "
"Aman"
"Tadi katanya kamu berangkat bareng kak Hyunsuk ya? Pulangnya sama siapa? "
"Sama Tae"
"Terus temen kamu yang katanya mau jemput itu gimana? "
Doyoung mengernyit bingung.
"Kok bunda tau? ""Dari kak Hyunsuk. Emang siapa sih yang katanya mau jemput kamu? "
"Kak Jay"
"Tuh kan. Dari awal udah bunda bilang, kamu masih ngeyel aja. Jangan deket-deket sama Jay. Kamu masih punya hubungan ya sama dia? "
Doyoung diam sejenak. "Bunda udah deh, nggak usah mikirin ini"
"Terserah kamu deh. Oh iya, kamu udah kenal belum sama ini? "
"Siapa? "
Tangan ibundanya menepuk-nepuk paha orang yang sedaritadi hanya menyimak obrolan mereka.
"Udah tau"
"Siapa coba namanya? "
"Junghwan"Jawabnya pelan.
"Siapa coba? Kecil banget suaranya"
Doyoung mendengus pelan. Menatap tanpa minat anak laki-laki yang sepertinya lebih muda darinya.
"Bodo amat""Eh. Bunda nggak pernah ngajarin kamu kaya gitu"
Mendengar teguran bundanya, Doyoung malah semakin kesal karena merasa tidak mendapat pembelaan. Sekaligus muka tengil milik Junghwan yang rasanya ingin ia tampar saat itu juga.
"Oh iya, Junghwan ini lebih muda dari kamu loh. Jeongwoo sama Haruto juga. Tapi Junghwan yang paling bontot. Berati, panggilan adek buat kamu lengser ya? "
"Loh? Kok gitu? "Tanya Doyoung tak terima.
"Kan ada yang lebih muda dari kamu sekarang. Dulu kan kamu anak tunggal, makannya di panggil adek. Sekarang bunda panggilnya kakak ya?"
"Bunda ih! Nggak mau! Panggil aku adek"Doyoung merengek. Persetan jika masih ada manusia lainnya.
"Loh? Kan udah ada aku, kak? "
Junghwan ikut menjadi kompor."Diem lo. Ih bundaaa... Panggil akunya tetep adek juga... "Doyoung merengek. Kini tubuhnya merosot dari kursi sambil menarik-narik selimut yang dikenakan untuk menutupi sebagian tubuh bundanya.
"Bunda panggil adek ke Junghwan aja ya, nak? Dek Junghwan"bundanya semakin gencar menggoda Doyoung.
"Bunda kok gitu? Aku ngambek! "
Doyoung berdiri dengan air mata yang lolos begitu saja."Loh? Kok nangis? "Bunda terkejut begitu melihat reaksi yang ditunjukkan Doyoung. Sedangkan Junghwan sudah terkikik gemas melihat Doyoung yang katanya lebih tua darinya itu.
"Nggak tau ah"Doyoung lalu pergi dari kamar bundanya dengan langkah yang sengaja sedikit ia keraskan.
"Loh? Eh? "
"Bunda nih, ngambek, kan kak Doyoungnya"ujar Junghwan yang masih tertawa.
"Mana bunda tau bakal segitunya reaksi dia"
"Yaudah. Junghwan mau nyamperin kak Doyoung boleh ya, bun? "
"Boleh dong. Sana gih. Tenangin ya anaknya? Jangan sampai tantrum"
"Ahaha. Siap"
Begitu sampai dikamarnya, Doyoung langsung menutup pintunya lalu membanting tubuhnya ke kasur. Bahkan tas sekolahnya masih tertempel di punggungnya.
Tangisan yang sebenarnya sudah ia tahan sebisa mungkin itu kini keluar dengan bebas. Sebenarnya ia tak mau menangis waktu di depan bundanya. Apalagi masih ada seonggok manusia tengil itu. Tapi apalah daya. Ternyata Doyoung tak sekuat itu.
"Hiks bundaaa... "
Tok Tok Tok
"Kak? Gue masuk ya? "
Mendengar suara dari seseorang yang baru saja membuatnya kesal, Doyoung semakin menangis.
Dan Junghwan yang tidak segera mendapat jawaban dari dalam pun langsung masuk begitu saja. Menemukan sosok manusia yang tengkurap dikasurnya dengan masih berseragam lengkap serta tas yang masih melekat di punggungnya. Junghwan terkekeh pelan sebelum mendekat."Hey"
Tak mendapat sahutan, Junghwan yang merasa gemas pun meraih tas Doyoung, lalu mengangkatnya. Dan entah bagaimana tubuh bagian atas milik Doyoung ikut terangkat.
"Turunin! "
Junghwan tertawa. Ia pun melepaskan dengan perlahan tas yang ia cengram itu. Lalu duduk di sisi ranjang milik Doyoung. Mengusap surai si pemilik kamar.
"Nggak usah nangis"
"...... "
"Bunda cuma bercanda. Kalau kakak masih mau dipanggil adek juga nggak papa"
"...... "
"Udah dong nangisnya. Jangan tengkurep mulu. Nanti sesek"
"Diem! "
"Duduk makannya"
"Nggak usah ngatur! "
"Yaudah. Ntar aku bilangin kebunda aja, panggilan adeknya cuma buat aku"
Sontak kepala Doyoung terangkat, menunjukkan raut tak terimanya.
"Kok gitu?! ""Makannya jangan tengkurep. Duduk yang bener"
Doyoung akhirnya menurut. Perlahan ia duduk dengan benar di atas kasur. Menatap Junghwan dengan tatapan tidak bersahabat.
"Serem banget. Jangan gitu banget dong tatapannya. Tau kok, gue ganteng"
Tawa menyebalkan milik Junghwan justru keluar semakin keras kala sebuah bantal melayang kearahnya.
"Lo. Nyebelin. Banget! "
"Yang penting cakep"
"Nggak je---
"Kalian ngapain? "
Keduanya menoleh secara bersamaan kearah seseorang yang berdiri di ambang pintu.
"Kak Junkyu ngapain? "
"Lo yang ngapain, Hwan? "
KAMU SEDANG MEMBACA
Bro?
FanfictionTentang Doyoung, yang enggan menerima kehadiran keluarga barunya. Enggan menganggap kesebelas orang itu menjadi saudara tirinya. Namun hingga sudah terbiasa, suatu perasaan aneh muncul dalam dirinya. Warn! BxB