Bro? -05-

1.1K 117 2
                                    

Doyoung tengah menatap penampilannya di cermin kamarnya. Setelah berdiskusi dengan Wonyoung juga Taeyoung, mereka memutuskan untuk pergi pukul 19.30, yang artinya Doyoung harus meninggalkan makan malam dirumah. Tapi tidak apa. Itu bukanlah masalah baginya. Toh, ia juga sering meninggalkan jam makan.

"Eh? "Pergerakannya terhenti. Ia baru mengingat satu hal.

"Gwe naik apa? Motor gwe di rumah bunda"

Doyoung berdecak kesal. Ia mengetik sebuah pesan untuk Taeyoung untuk menjemputnya. Untungnya Taeyoung bisa. Setelahnya ia menghela napas lega, lalu bergegas menuju halaman depan guna menunggu Taeyoung.

Tapi lagi dan lagi. Ia harus bertemu dengan salah satu yang katanya 'saudara tirinya' itu di tangga. Dengan Doyoung yang hendak turun, dan orang itu yang hendak naik.

"Mau kemana? "Tanyanya, menghentikan langkah Doyoung.

"Keluar"Jawabnya singkat. Menaggapi pertanyaan dari yang lebih muda.

"Kemana? "

"Ya keluar"

"Tempatnya"

Doyoung berdecak kesal. "Kepo"

Hendak melanjutkan langkahnya, namun pergelangannya di tahan. Membuatnya kembali berhenti melangkah. Doyoung menoleh, menatap kesal tepat pada manik setajam serigala milik yang lebih muda.

"Apa, sih?! "

"Makan dulu. Kalau lo nggak kasih tahu tempatnya, nggak usah pergi"

Doyoung memberontak. Tangannya berusaha melepas genggaman dari orang di sampingnya. Namun kenapa tidak bisa?

"Tck! Lepas, Jeongwoo! "

"Inget juga lo nama gwe? "

"Bacot! Lepas! "

"Kalem, dong? Gwe cuma tanya mau kemana? "

"Gwe ada perlu sama temen gwe. Udah, kan? "

"Makan dulu"

"Gwe bisa makan di luar"

Doyoung kembali menyentak tangan Jeongwoo. Kali ini berhasil. Genggaman tangan Jeongwoo dapat terlepas dari pergelangannya.












Kini tiga serangkai itu tengah berbaring di bawah hamparan langit malam yang cukup terang. Taman dengan tumbuhan rumput yang bersih itu sudah mereka beri sebuah karpet yang mampu menampung ketiganya.

"Mau adu nasib siapa dulu?"Wonyoung membuka suara.

"Gwe gwe!"Taeyoung berujar dengan semangat.

"Yudah. Apa keluh kesahnya? "

Taeyoung terkekeh, lalu menghembuskan napas kasar setelahnya.

"Kemarin adik gwe menang olim"

"Terus-terus? "Doyoung dan Wonyoung bertanya dengan serempak.

"Ya... Kaya biasa. Dibandingin lagi. Kalian tahu, kan... Akademik gwe emang nggak sebagus itu. Gwe menang di olahraganya. Tapi mereka nggak pernah tuh kasih pujian atau nge-banggain gwe, padahal gwe juga udah beberapa kali ikut lomba, turnamen. Kurang apa coba? "

"Tae... Lo tuh sebenernya pinter. Cuma lo agak males aja. Coba kalau lo lebih semngat lagi. Gwe yakin deh, lo bisa ngalahin si ranking satu"

"Hu'um. Bener nih kata Wonyoung. Lo tuh bisa. Cuma kurang semangat aja soalnya lo terlalu fokus sama bidang olahraga. Tapi, nggak papa. Lo tetep hebat! "

Taeyoung tersenyum. "Emang cuma lo berdua kayanya yang busa ngertiin gwe"

"Next, lo apa gwe? "Wonyoung menoleh pada Doyoung.

"Lo aja"

Wonyoung mengangguk. "Mak bapak gwe sama-sama selingkuh cuy. Gwe gimana? Mana sama-sama jarang pulang, sekalinya pulang salah-salahan. Tai banget"

"Lo ikut selingkuh aja"

"Goblog! "

Taeyoung mengaduh kesakitan kala mendapat jeweran sayang dari Wonyoung yang berada di tenga-tengah Doyoung dan Taeyoung.

"Lo jadi selingkuhan nyokap lo aja! "
Doyoung berujar dengan antusias. Bahkan sekarang ia terduduk dari posisi tidurnya.

"Nah, bener itu! Sugar babi, Won"

Wonyoung mengusap wajahnya gusar. "Makasih. Tapi saran lo pada sama sekali gak membantu. Gila semua"

"Hahaha... Bercanda. Lo yang tabah aja deh"

Doyoung mengangguk menanggapi ucapan Taeyoung. "Iya. Tabahin aja. Lo masih punya kita. Ya gak, Tae? "

"Bener tuh"

Wonyoung mengusap ujung matanya seolah-olah dirinya baru saja menangis. "Gak salah gwe temenan sama opet modelan kalian"

"Anj---"

"Ssstttt. Diem gak usah dilanjutin. Gwe mau cerita"

Taeyoung dan Wonyoung mengangguk.

"Lo pada tahu kan, kalau gwe udah lama tinggal sama nyokap gwe dirumah nyokap yang udah dibeli sama nyokap gwe sendiri? "

Keduanya mengangguk.

"Gwe balik kerumah lama lagi"

"HAH?! "

Doyoung menutup rapat kedua telinganya kala mendengar pekikan keras dari dua temannya.

"Kok bisa?! "

"Waktu Taeyoung habis nganterin gwe pulang kemarin, gwe masuk rumah bunda udah nggak ada di kamar. Gwe panik dong. Asisten rumah juga nggak ada. Gwe telpon tuh, eh, katanya gwe di suruh siap-siap. Ntar mau di jemput buat ketemu sama bunda. Gwe percaya aja dong. Gwe ikut, walau awalnya nolak karena lihat satu laki-laki badannya keker. Itu orang yang nyopir. Pikiran gwe udah kacau. Gwe kira bunda drop terus masuk rumah sakit. Tapi waktu lihat jalan, gwe kaya gak asing. Dan bener aja, dibawa balik gwe kerumah itu"

"Lo nggak berontak aja? "

"Udah, Tae... Tapi malah dibekep gwe. Pingsan tuh. Yaudah. Dan kalian tahu apa yang lebih parah? "

"Apa apa? "Tanya keduanya antusias.

"Bokap gwe ada bini baru lagi"

"Sinting?! "

"Bunda lo? "

"Ya... Gimana? Bunda kayanya udah tahu? Gwe pengin nanya langsung sama bunda sebenernya. Tapi belum berani"

Setelahnya, mereka diam cukup lama. Merenungi nasib masing-masing.  Memang sekumpulan anak problematik kalau kata Taeyoung.

Bro? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang