Doyoung kembali menyerahkan helm milik Taeyoung. Keduanya telah sampai di depan kediaman milik Doyoung dengan selamat.
"Makasih. Lo mau mampir? "
"Nggak deh. Kapan-kapan aja"
"Yaudah. Gwe masuk ya. Lo buruan balik gih"
"Eh, Doy"Tangan Taeyoung terulur menahan pergelangan tangan Doyoung. Membuatnya kembali menoleh.
"Apa? "
"Lo, jangan terlalu ambil pusing sama sikap Jay, ya? "
Doyoung tampak mengernyit. Bingung dengan apa yang diucapkan oleh Taeyoung.
"Kenapa? Tiba-tiba? "
"Nggak papa. Gwe cuma nggak mau temen gwe galauin sesuatu sampai buat beban pikiran"
Walaupun masih merasa kurang puas dengan jawaban dari Taeyoung, Doyoung tetap menganggukkan kepalanya.
"Yaudah, duluan ya"
"Iya. Tiati"
Taeyoung mengangguk, lalu menghidupkan motornya. Kembali melajukan kendaraan beroda dua itu untuk pergi meninggalkan tempat Doyoung.
Tangannya terangkat guna membuka pintu rumahnya. Dahinya mengernyit merasakan suasana rumahnya yang berbeda. Dengan langkah yang pelan, ia berjalan menuju salah satu kamar yang terletak dilantai satu itu.
Kakinya berhenti di depan ruangan yang seringkali ia kunjungi. Lalu dengan gerakan pelan, ia membuka pintu dari kamar itu. Rasa panik mulai mengerubungi dirinya kala melihat tak ada siapapun yang berada di dalamnya.
Kini ia melangkahkan kakinya dengan agak tergesa, membawa tubuhnya untuk menyusuri kamar itu. Hingga tak menemukan tanda apapun, ia memutuskan untuk mengelilingi seluruh bagian rumahnya. Melempar tas ranselnya begitu saja pada lantai setelah keluar dari kamar itu.
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•Taeyoung menatap nyalang seseorang yang sudah terduduk lemas di depannya. Tanpa belas kasih, tangannya kembali terangkat memberikan bogeman kuat pada rahang pemuda di depannya.
Belum cukup sampai disitu, Taeyoung mencengkram kuat dagu lawannya, agar mendongak menatapnya yang sedang berdiri.
"Otak lo di pakai! Jangan mentang-mentang seakan-akan lo punya segalanya, lo jadi se-enaknya sama oranglain! Kalau gwe sampai lihat air mata dia netes gara-gara elo, gwe bakal kasih pelajaran yang lebih! "
"Lo nggak tahu apa-apa! "Yang dicengkram ikut menyahut. Tak kalah keras suaranya dengan milik Taeyoung.
"Makannya kasih tahu! Se-enggaknya jelasin sebelum semuanya terlambat! Inget kata-kata gwe, dasar brengsek! "
Taeyoung melepas cengramannya dengan kasar. Lalu berlalu begitu saja. Meninggalkan seseorang tersebut dengan keadaan yang cukup mengenaskan.
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•Doyoung merebahkan tubuhnya pada lantai yang dingin. Keringat bercucuran pada dahi sempitnya. Masih dengan seragam yang melekat pada tubuhnya.
Setelah tak menemukan apapun dari hasil mengelilingi rumahnya itu, Doyoung memutuskan untuk menelpon salah satu pekerja dirumahnya.
Namun ia belum mendapatkan jawaban. Ia hanya mendapat perintah untuk bersiap-siap, lalu akan dijemput.
Merasa lelahnya sudah hilang, Doyoung segera bangkit. Menyambar tas yang masih tergeletak di lantai, lalu berjalan ke lantai atas. Namun baru saja menginjak anak tangga yang ke 3, ia mendengar suara pintu rumahnya di buka. Menjadikannya mengurungkan niat untuk ke atas, dan memilih untuk pergi ke depan.
Salah seorang pekerja dirumahnya itu muncul. Langsung saja Doyoung menghampirinya.
"Bi, bunda mana? "
"Doyoung, ikut bibi dulu ya"
Bukan. Bukan ini jawaban yang Doyoung inginkan. Tangannya menghempas pelan pada genggaman milik bibinya pada pergelangan tangannya.
"Bunda mana? "
"Ikut bibi dulu. Kita ketemu bunda"
Doyoung menggeleng. "Kasih tahu dulu, bunda dimana? "
"Ayo"kali ini, wanita yang sudah cukup berumur itu kembali menggenggam tangan tuan mudanya, dengan lebih erat. Membawanya untuk keluar dari dalam rumah itu terlebih dahulu.
Netra indahnya mengamati pada satu mobil yang terparkir tepat di halaman miliknya. Ini bukan mobil miliknya, ataupun milik bundanya yang sudah lama tidak dipakai.
Kini ia menatap intens pada satu pria yang baru saja keluar dari dalam mobil tersebut. Perawakan yang tinggi, juga gagah. Dengan stelan pakaian serba hitam.
"Siapa? "Doyoung bertanya lirih. Agar suaranya hanya di dengar oleh wanita disampingnya.
"Orang yang bakal bawa kita ke bunda kamu, ayo"
Doyoung menatap ragu pada genggaman tangan mereka berdua.
"Doyoung mau ketemu bunda, kan? Ayo, cepet"
Setelahnya, ia hanya pasrah mengikuti langkah milik bibinya yang membawanya untuk masuk kedalam mobil yang terlihat mahal itu.
Doyoung tak henti-hentinya bertanya dalam batin. Melihat sekitar yang tak begitu asing dalam ingatannya, ingin sekali ia langsung menyerukan pertanyaan pada bibinya. Namun akan sama saja. Ia tak akan mendapat jawabannya.
Sudah 15 menit mobil itu berjalan, akhirnya kini berhenti, di depan sebuah rumah besar nan mewah. Dahinya kembali mengernyit, entah sudah yang keberapa kalinya.
Dan kini, rasa panik juga marah dapat ia rasakan dalam dirinya. Tangannya kini dengan kasar berusaha membuka pintu mobil yang ternyata dikunci itu. Hendak membuka kuncinya, namun tangan bibinya sudah terlebih dahulu menahannya.
"Lepas! "
"Doyoung mau ketemu bunda, kan? Bunda ada di dalam"bibi berujar, berharap perkataannya dapat menenangkan sikap kebrutalan dari tuan mudanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bro?
FanfictionTentang Doyoung, yang enggan menerima kehadiran keluarga barunya. Enggan menganggap kesebelas orang itu menjadi saudara tirinya. Namun hingga sudah terbiasa, suatu perasaan aneh muncul dalam dirinya. Warn! BxB