11. HANYUT

271 36 1
                                    

Kayaknya sudah hal lumrah dan biasa kalau "Mama" itu memang hobi mengomel. Semua ibu di muka bumi pasti sering mengomel 'kan? Atau kalau bukan sering, pasti pernah mengomel. Katanya, itu adalah bentuk kasih sayang yang mereka lakukan untuk anaknya, justru akan aneh kalau "Mama" itu nggak pernah ngomel.

Seperti halnya Ghea sendiri, turunan dari maminya, dia memang sudah pribadi yang cerewet, ditambah punya suami yang kadang suka ceroboh dan empat anak laki-laki yang kadang kalau dikasih tahu bilang iya, tapi besoknya masih diulangin lagi, gimana dia nggak rajin mengomel?

Apalagi di pagi hari Senin, bungsu yang ribut mencari pasangan kaus kaki putihnya, sulung sibuk mencari sisa kolornya, si nomor dua yang susah dibangunkan, dan si nomor tiga ribut mencari dasinya. Kurang indah apalagi Senin pagi untuk seorang ibu seperti Ghea?

Mungkin, kalau mereka nggak punya jasa ART, Ghea betulan sudah stres. Namun, bertahun-tahun melalui hal seperti itu, Ghea sudah nggak kaget dan malah terbiasa, mendengar anaknya ribut-ribut di pagi hari itu sudah makanan sehari-hari untuk Ghea.

Belum lagi suaminya yang ngurusin buruuunggg terus. Apa nggak makin lengkap penyebab pusing di hidup Ghea?

"Makanya, kalau cari barang itu yang bener, dicari pake mata, jangan pake mulut. Barang kamu itu tanggung jawab kamu, masa harus diurusin Mama terus?" Itu adalah kalimat andalan Ghea ketika dia menemukan barang yang dicari anaknya, padahal si anak sudah mencarinya sampai hampir membalik rumah, tapi dengan mudahnya barang tersebut ketemu saat dicari oleh mamanya.

Ajaib 'kan? Ya itulah, kekuatan para mama.

Itu belum termasuk omelan lain, ketika ada yang mengambil air dari dispenser, tapi airnya berceceran sampai lantai, keluar lagi omelannya? Jelas keluar. Apalagi kalau sampai ada yang merusak tatanan bunga di pekarangan, entah itu membuat patah, merusak pot, atau paling parah membuat bunganya mati, sudah dipastikan, omelan dan hukuman akan menyusul.

Seperti halnya Ghea yang terbiasa melihat keributan anak-anaknya, mereka juga terbiasa mendengar mamanya mengomel.

Namun rupanya, akhir-akhir ini, omelan mamanya cukup mengganggu dan mendistraksi Hugo. Dia yang tadinya bisa takut sampai ketar-ketir kalau melakukan sesuatu yang mengundang omelan mamanya, sekarang justru kesal kalau sampai mendengar mamanya mengomel. Di matanya, semua yang di rumah menjadi serba salah.

Bahkan, dia lebih sering berada di kamar akhir-akhir ini daripada ikut berkumpul bersama yang lain di ruang keluarga. Frekuensi keluar malamnya semakin sering, dia selalu beralibi kencan, padahal sebetulnya dia pergi nongkrong bersama temannya, dan apa? Iya, dan dia merokok.

Hal yang selama ini dia benci dan hindari sebab baunya yang menyengat dan membuat hidungnya sakit justru sering dia konsumsi dan cari beberapa akhir ini.

"Pusing banget gue di rumah, nyokap berisik, ngomel mulu kerjaannya, apa-apa diomelin, dikit-dikit diomelin, gimana anak-anaknya mau betah di rumah kalau kayak gitu?" keluh Hugo pada tiga temannya dengan ekspresi kesal yang kentara di wajahnya.

"Ya gitu tuh bro, makanya lo main ke sini aja sama kita-kita, ngapain juga di rumah mulu. Sumpek. Mending juga cabut." Fazio menanggapi.

"Lagian lo ngapain sih di rumah mulu, kayak anak cupu," timpal Ardo.

"Gue pulang juga cuma numpang tidur doang, itu pun kadang gue tidur di sini. Males di rumah, kaga betah gue." Brian menyahut seraya terkekeh halus, masih betah menghisap nikotin, entah sudah batang keberapa.

"Emang diomelin gimana sama nyokap lo?" Fazio bertanya.

Hugo menggeleng dan berdecak. "Tau lah, pusing. Nyokap gue emang tukang ngomel, ini nggak boleh, itu nggak boleh."

When The Sun Is ShiningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang