20. WHAT HOME FEELS LIKE

312 49 0
                                    

Hugo masih nyenyak tertidur di bawah selimut sambil kelonin guling sebelum dikejutkan oleh suara yang membuatnya terbangun mendadak. Bayangkan saja, sedang enak-enak tidur di hari Sabtu, terbangun dengan kaget gara-gara papanya masuk ke kamar, membangunkan dengan megaphone, mana suaranya mirip komdis pas lagi ospek juniornya.

Gimana Hugo nggak gelagapan terbangun?

"Bangun! Bangun! Kerja rodi! Bangooonn!!" seru Raka, membuat dirinya mendapat teguran dari Ghea.

"Papa! Nggak usah pakai begituan!"

Tapi yang ditegur malah nyengir. "Hehe, Ma, kalau nggak begini mana bisa bangun."

Lalu Raka kembali mendekatkan pengeras suara itu ke mulutnya, berkata, "Ayo, bangun. Cuci muka, kerja rodi. Rutinitas, rutinitas. Mau hidup bebas nggak boleh males-malesan."

Hugo sebetulnya kesal. Dia paling nggak bisa dibangunin paksa apalagi sampai dibikin kaget, kalau nggak ngamuk ya dia bakalan ngambek. Berhubung papanya itu berisik banget, jadi tanpa mengumpulkan nyawa, Hugo pergi saja ke kamar mandi biar papanya juga keluar.

Dan benar saja, melihat Hugo beranjak masuk ke kamar mandi, Raka langsung keluar dari kamarnya Hugo.

"Kamu ini iseng banget ya, Ka, masih pagi loh ini. Ngambek Hugo nanti kalau dibangunin kayak gitu," tegur Ghea ketika Raka keluar dari kamar Hugo.

"Sayang, nggak semua di dunia ini tuh harus sesuai kemauan dia. Kalau ngambek ya resiko, siapa suruh bangun siang," balas Raka santai.

Ghea menghela napas. "Wajar lah, ini, kan weekend. Vano sama Kano juga belum bangun."

Raka tersenyum semangat. "Ini otw aku bangunin."

Ghea hanya bergeleng kepala melihat suaminya yang sepagi ini sudah semangat empat lima buat gembor-gembor anaknya untuk bangun. Padahal ya, kegiatan bersih-bersih weekend mereka tuh bukan yang sampai cuci rumah, hanya bersih-bersih biasa yang setiap hari sudah dilakukan oleh Mbak Aida.

Sampai akhirnya, keempat bersaudara itu kini sudah berkumpul dengan wajah bantal masing-masing, cuma Reon yang kelihatan segar, karena dia yang bangun pagi terlebih dahulu.

Melihat kehadiran kakak ketiganya, si bungsu itu pun berceletuk, "Bang Go kok di sini? Mau ngapain?"

"Ikut kerja rodi lah, ngapain lagi?" sahut Elvano.

Reon mengerjap. "Bukannya Bang Go mau di-kick dari keluarga?"

Mendengar itu, Ghea langsung menyahut, "Adek, siapa yang bilang gitu?"

Tanpa dosa, Reon menjawab, "Papa."

Membuat Raka melotot, menoleh kilat pada si bungsu. "Hah? Papa mana pernah bilang gitu? Jangan fitnah kamu ya!" bantahnya, melirik Ghea dengan was-was.

Apalagi sewaktu ibu dari empat anak itu memicingkan matanya. "Mama lebih percaya sama Reon daripada sama Papa."

Raka terkejut dramatis. "Ma, beneran, Papa nggak pernah ngomong gitu, Vano nih pasti yang ngomong, ya kan? Ngaku aja kamu!" tudingnya pada Elvano.

Elvano yang menyimak perdebatan itu sambil garuk-garuk perut dari balik kausnya pun melotot karena tiba-tiba dituduh. "KOK JADI VANO?!"

"Udah! Kalian berdua sama aja. Siramin bunganya Mama!" Ghea menengahi.

"Sama Papa? Nggak mau lah, Ma! Sama Kano aja! Nggak mau sama Papa!" tolak Elvano.

"Idih, Papa juga nggak mau sama kamu," cibir Raka.

Ghea berdecak, dan bergeleng lelah. "Terserah kalian, Mama capek lama-lama. Bagi sendiri tugasnya, yang penting, sarapannya siap, semuanya harus udah selesai dan bersih," tandasnya sebelum bertolak menuju dapur.

When The Sun Is ShiningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang