Seorang wanita paruh baya berdiri dengan wajah sendu di depan meja wakil kepala sekolah, itu adalah ibu jennie bahkan lisa juga ada disana berdiri di samping ibu sahabatnya memegangi tangannya sedikit mengusap. Seperti yang telah diketahui sebelumnya jennie mengalami pendarahan di sekolah dan itu membuat seluruh mahasiswa tertarik mengenai apa yang terjadi pada jennie. Hiruk piruk pembicaraan dari mulut orang orang bahkan teman sekelas jennie sekalipun menjadi kesedihan untuk lisa.
Wakil kepala sekolah menyerahkan kembali surat yang sebelumnya ibu jennie serahkan. Rasanya sakit melihat anak satu satunya yang amat ia banggakan berakhir seperti ini, ibunya berharap besar tak ingin jika putri semata wayangnya menderita akibat perceraiannya dengan sang suami. Ia ingin menyekolahkan jennie setinggi mungkin, membuat anaknya tak memiliki kehidupan menyedihkan seperti dirinya. Namun, semuanya pupus begitu saja.
"Sayang sekali kami harus mengeluarkan permata dari sekolah ini, kami punya harapan besar pada murid murid disini tapi mereka seakan tak bertanggung jawab pada tugasnya"
"Lisa jika sesuatu hal terjadi padamu, paman tak akan segan mengeluarkanmu juga" tambah wakil kepala sekolah itu.
Tak heran jika staff bahkan guru guru disini sebagian kecil adalah keluarga lisa, ketika kalian memiliki sebuah lembaga tak jarang jika yang duluan diberi tahu tentang posisi pekerjaan di lembaga itu adalah keluarga. Keduanya membungkuk lantas keluar dari ruangan wakil kepala sekolah, lisa tetap disana menuntun ibu jennie yang tidak mengeluarkan sepatah katapun sedari mereka masuk kedalam ruangan itu.
Sampai di lobby ibu jennie berhenti, pindah ke hadapan lisa dan menatap gadis jangkung itu. Mata nya sendu dan mulai berangsur memerah, tangan itu mulai bergerak memeluk pinggang ramping milik lisa. Lisa tenggelam dalam pelukan ibu sahabatnya itu, ibu jennie sudah ia anggap sebagai ibunya pula. Lama tak merasakan pelukan dari sang ibu, lisa selalu menangis jika ibu jennie memeluknya. Betapa berharganya pelukan seorang ibu bagi lisa, tak dapat dipungkiri jika dia merindukan sosok ibu dalam hidupnya.
"Mianhae bibi, lisa tak bisa menjaga jennie. Lisa gagal menjadi teman baik untuknya" dalam tangisnya lisa berkata.
Tangan yang memperlihatkan betapa ia bekerja keras untuk menghidupi putri semata wayangnya itu terangkat mengusap rambut lisa yang tergerai.
"Semuanya takdir sayang, bibi kecewa tapi siapa yang bisa melawan takdir. Kau berjuanglah sampai akhir jangan kecewakan aku untuk yang kedua kalinya"
*
Jennie berada di dalam kamarnya, menatap jendelanya penuh arti. Penyesalan itu semakin menjadi dikala eommanya hanya diam. Jennie sungguh tak masalah jika ia di marahi habis habisan oleh eommanya, tapi saat eommanya tahu wanita itu bahkan hanya diam. Jennie bingung tak tahu harus berbuat apa, diam sang eomma membuat dia semakin merasa bersalah.
Seperti saat ini, pagi tadi eommanya mendapat sebuah panggilan dari sekolah. Jennie tahu betul apa yang akan terjadi setelahnya, ia akan dikeluarkan dari sekolah dan hidup layaknya orang pengangguran. Sekali lagi jennie berfikir akankah ia bisa melewati semuanya? Seorang diri? Bahkan ayah dari bayi ini tak sedikitpun terfikirkan untuk mengurusnya.
Drtttt...drtt
Ponsel yang jennie letakan di atas kasur berbunyi, lantas ia berjalan dan mengambilnya, nama seseorang yang amat ia benci tertera disana.
"Selamat pagi sayang, ahhh aku mendengar semuanya"
"Ada urusan apa kau menelpon? Jika tak penting aku akan mematikannya"
"Eitss, apakah ibu hamil selalu sensi seperti ini?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Let u go ✔
FanfictionDi dalam kehidupan memang tak luput dari beribu ribu masalah yang datang. Aku mengizinkan seluruh dunia membenciku tapi tidak denganmu. #JENLISA #JENNIE #LISA