Jangan pernah menganggap tenang itu lemah dan keras kepala itu kuat.
_________________
Start : 29 September 2023
Final : 10 November 2023
Sumber foto : Pinterest 📍
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
________
Luka bukan hanya di luar saja melainkan luka di dalam pun ada. Misalnya, luka hati atau yang biasa disebut sakit hati. Hidup itu sebenernya sangat sederhana, sesederhana orang lain begitu gampang mengomentari tentang kehidupan kita. Pastinya kita akan sakit hati jika mendengar omongan orang lain membahas kejelekan tentang diri kita sendiri. Sakit hati baik itu tindakan membicarakan soal fisik, ekonomi, dan hal hal lainnya yang sangat sensitif mengenai diri kita. Secara psikologis, sakit hati terjadi karena tumpukan emosi yang terakumulasi.
Omongan orang lain terkadang memberikan kita sebuah motivasi untuk maju tetapi juga terkadang membuat kita kepikiran hingga tertekan membuat kehidupan tidak berkembang. Mengabaikan omongan orang lain sangat tidak mudah memang. Tetapi, jika kita terus mendengarkan hal hal buruk tentang diri kita, kita akan kehilangan jati diri kita sendiri.
Ada beberapa cara mengatasi sebuah rasa sakit hati. Yang pertama ambil sedikit waktu, untuk mengatasinya bisa mulai dengan mengenali dan memahami perasaan sakit hati, dan kecewa yang sedang dirasakan. Yang kedua mengenali diri sendiri lebih dalam, bisa dilakukan dengan cara me-time. Yang ketiga olahraga, dipercaya bisa membangkitkan mood kita menjadi lebih baik hal ini lantaran hormon serotonin, yang bertanggung jawab dalam mengatur mood kita, akan keluar agar dapat mengendalikan tubuh dan pikiran untuk melakukan hal yang positif.
“Semuanya sudah memiliki kelompok masing masing?” tanya Bu Riris, mengetuk ketukan spidol ke meja.
Membuat seisi kelas yang tadinya ramai bagaikan pasar langsung sepi senyap tanpa suara. Kelas dua belas IPA 3 diberi sebuah tugas oleh Bu Riris untuk membentuk kelompok yang masing masing kelompok beranggotakan empat orang.
Lara yang menyapu pandangannya ke arah kelas. Ini yang sering ia rasa jika berada di tempat ramai yaitu, sepi, sunyi, kesendirian. Pandangannya kembali fokus ke arah Bu Riris yang sudah berdiri dan menuliskan sesuatu di papan tulis. Walaupun raut wajah Lara terlihat tenang, beda dengan jantungnya yang berdetak kencang.
Lara tidak suka jika diberi sebuah tugas kelompok ia lebih suka mengerjakan seorang diri. Karena mengerjakan tugas kelompok membuang banyak sekali tenaga yang mengakibatkan Lara akan bergadang lagi karena kepikiran dan bayangan bayangan itu kembali. Ia menggelengkan kepalanya, kedua tangannya terlipat di atas meja. Tangan dan kakinya sudah mulai dingin, saat melihat Bu Riris sudah mulai menjauh dari papan tulis. Tampak di sana sebuah nama kelompok dan anggotanya yang sudah Bu Riris pilihkan.
“Ada yang mau berpendapat?” tanya Kriss, menutup pulpennya lalu meletakkan diatas meja menatap satu per satu anggota kelompoknya.
Disinilah Lara di situasi yang paling membuat Lara berkeringat dingin. Wajah tenangnya menatap satu pusat yaitu sebuah papan tulis yang terdapat namanya. Lara merasa ingin menangis saat nama nama anggota dari kelompoknya adalah murid murid yang aktif. Entah aktif di organisasi OSIS, pengurus kelas dan jago public speaking. Membuat Lara terdiam membisu di tengah ketiga orang aktif.
“Buatnya di rumah gua aja, tapi pas weekend. Bukan pulang sekolah, kalau pulang sekolah gua engga bisa.” Fena, gadis berambut bergelombang menyengir lebar kepada Kriss
“Iya.... Iya si paling osis,” ucap Kriss mendengus melihat Fena menyengir tanpa dosa ke arahnya.
“Di rumah gua banyak tuh koran bokap gua, entar gua bawa. Yang penting tentuin dulu di rumah siapa? Dan kapan waktunya?” Titi, gadis beralmamater Osis menurunkan buku tebalnya sambil menaikan satu alisnya bertanya kepada mereka bertiga.
Jantung Lara kembali berdetak lebih kencang, kedua tangannya sudah dingin sejak awal ia mendengar bahwa akan ada tugas kelompok. Gadis berwajah pucat tersebut hanya diam sambil menatap lurus ke arah dinding. Berpendapat? Lara ingin melakukannya tapi entah kenapa ia merasa. Jikalau pun ia sudah berpendapat atau pun tidak pastinya tugas tersebut akan selesai. Apalagi pendapatnya yang mungkin sangat tidak berguna untuk mereka. Lara merasa tidak berguna sekarang.
“Boleh tuh, bawa aja.” jawab Fena bersemangat kemudian pandangannya tertuju pada Lara yang sedari tadi diam tanpa berniat mengucapkan sebuah pendapat. “Lo punya pendapat engga?” tanya Fena menaikan satu alisnya menatap sedikit sebal ke arah Lara.
Lara yang merasa ditanya pun mengalihkan pandangannya, menatap Fena sembari menggelengkan kepalanya. “Engga.” balas Lara.
Fena berdecak kecil sebelum melipat kedua tangannya di dada lalu menyenderkan punggungnya ke kursi menatap sebal ke arah Lara.
“Ya udah kita buatnya weekend aja di rumah lo, Fen.” Kriss membuka suaranya dari pada mereka bingung ditempat siapa lebih baik di tempat Fena yang sudah jelas jelas menawarkan agar membuat dirumahnya.
“Oke kalau gitu!” seru Fena sembari mengacungkan kedua jempolnya.
Lara terdiam, apakah ia bisa pergi ke rumah Fena? Bukannya mereka seharusnya mengambil rumah yang berada di titik tengah agar adil. Jika begini rumah Fena yang paling jauh diantara mereka. Sedangkan jika mengambil titik tengah berada di rumah Kriss. Lara menggelengkan kepalanya, biar saja. Ia sekarang tinggal berpikir bagaimana ia pergi ke rumah Fena?
__
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.