SEBELAS

728 29 1
                                    


HAPPY READING


"Jangan bengong gitu dong, nilai kamu pasti bagus kok" Safira-nyonya besar atau lebih tepatnya ibunya Angkasa menggengam tangan kiri Aruna yang terlihat gugup.

Aruna hanya tersenyum menanggapi sang nyonya. Lalu dirinya menatap ke sebelah kanannya dimana ibunya mengelus kepalanya. Saat melihat kedepan, Aruna tak sengaja bersitatap dengan Guntur yang sedang mengendarai mobil yang mereka tumpangi melalui kaca mobil yang berada di tengah

Pukk

"Fokus sama jalan" Guntur berdecak saat merasakan pukulan dikepalanya yang didapat dari ayahnya.

Tiba di parkiran basement sekolah, dimana suasananya sangat ramai dari pada hari-hari sekolah biasanya banyak, bahkan pun kesulitan mencari tempat parkir.

"Eh iya dong anak pembantu, itu yang di depan pasti orang tuanya Guntur"

"Kok bisa ya anak pembantu sekolah disini"

Sepanjang lorong menuju kelas mereka berdua, aruna tak sengaja mendengar samar-samar bisik-bisikan yang mungkin tertuju pada dirinya.

Bukannya ke gr-an tapi tatapan mencemooh itu menuju dirinya, Aruna tidak merasa dekat dengan mereka, yang mengetahui identitasnya juga hanya teman-temannya, apa mungkin teman-temannya menyebarkan gosip yang tidak-tidak sehingga mereka berani menganggap rendah Aruna hanya karena Aruna seorang anak pembantu?

Aruna duduk di sebelah ibunya, sedangkan Guntur duduk di depannya bersama kedua orang tuanya.

"Tuh kan, dibilangin juga apa. Ngapain sih datangnya harus bertiga? Bi lyla aja yang ngambil juga gapapa, ngapain harus rame-rame? Kayak anak kecil."

"Dulu yang ngambil raport kamu itu kakek sama nenek kmu, tahun depan kamu udah lulus. Ya mama sama papa engga mau sia-siakan waktu."

"Yaelah Ngambil raport doang, Guntur itu malu loh mah Pah" Aruna tersenyum kecut mendengarnya, padahal Aruna ingin sekali merasakan hal itu. Aruna ingin bunda dan Ayahnya menerima hasil akademiknya itu bersama-sama.

Aruna Celestine

Terdengar namanya di panggil, Aruna beserta LyLa segera berpindah posisi menuju kursi yang berada di depan wali kelas Aruna.

"Hasil Aruna memang selalu memuaskan dan tidak pernah mengecewakan. Hasil akademiknya selalu meningkat, saya sebagai wali kelas percaya kalau Aruna akan lolos di Universitas impiannya di golongan siswa eligibel nanti"

"Terimakasih bu, saya sebagai ibunya juga bangga dengan prestasi yang dicapai anak saya."

Aruna senang mendengar ibunya yang membanggakan dirinya, dirinya berjanji tidak akan membuat ibunya kecewa padanya, dan Aruna juga berjanji akan menjadi seorang dokter seperti yang diinginkan ibunya.

"Baik bu, terimakasih sudah mendidik anak saya"

Aruna dengan ibunya berdiri dari duduknya, lalu keluar kelas untuk menunggu Guntur dan orang tuannya yang masih mengantri untuk dipanggil

"Bun, runa toilet dulu ya" ucapnya dan dijawab anggukan oleh Lyla.

.

"Gue ga nyangka sih kalau si runa itu anak pembantu, Sekolah ini kan mahal, masak iya aruna sanggup sekolah disini"

"Mungkin aja orang tua Guntur yang masukin sini, kan orang tuanya Guntur donatur disini"

"Pantes aku pernah liat aruna bawa-bawa tas Guntur ke kelasnya"

"Enak banget ya dia, bisa nikmatin Ketampanan Guntur tiap hari"

"Temenan sama Aruna ga sih untuk sementara, terus Gue suruh Aruna comblangin gue sama Guntur"

Telinga Aruna gatal rasanya saat mendengar bisik-bisikkan yang membincangkan statusnya, Aruna yang berada di bilik toilet rasanya ingin menutup mulut mereka rapat-rapat.

Apa tadi katanya, enak bisa jadi Aruna? bisa nikmatin ketampanan Guntur? tidak tau saja mereka, kalau Aruna juga harus merasakan omelan Guntur yang pedas walaupun memang benar kalau Guntur itu tampan.

"Lama kali sih mereka keluar" gerutu Aruna saat masih mendengar 3 siswi yang masih memperbincangkan dirinya.

Aruna melihat Jam yang menempel di pergelangan tangannya, dirinya sudah setengah jam disini, Aruna tidak ingin membuat majikan dan ibunya menunggu lama dirinya.

Mau tidak mau, Aruna harus menebalkan wajah dan mukanya untuk melewati 3 siswi yang berada di luar bilik kamar mandi.

Aruna menarik nafas sebelum membuka pintu lalu melangkahkan kakinya. 3 orang siswi tadi pun terdiam melihat Aruna yang melewati mereka.

"Aruna ajak kami main dong, ke rumah Lo. Atau, kasih tau semua tentang Guntur ke Gue. makanan kesukaannya, hal-hal yang dia sukai, apappun semua tentang Guntur, gue mau tau"

Aruna tidak menanggapi, pertanyaan dari Ola- anak kelas sebelahnya berhasil menunda Aruna untuk menarik pintu untuk keluar dari toilet.

Aruna mendengus kesal, tangannya kembali menarik pintu yang terasa berat itu, lalu keluar dari sana.

Ola yang tidak terima karena merasa diabaikan pun, mengejar Aruna yang masih berada disekitarnya.

"Kurang ajar lo ya, ga cuma miskin duit, ternyata lo miskin ahlak juga ya." Suara tersebut kembali menghentikan Aruna

"Sadar lo, lo cuma anak pembantu, kasta lo jauh di bawah Gue"

"Bisa-bisanya keluarga Guntur mau memperkerjakan keluarga lo, sedangkan anaknya minus ahlak kayak gini, apalagi orangtuanya. Keluarganya Guntur pasti bodoh baget"

"Siapa yang kamu sebut bodoh? Saya?"

Aruna tercengang mendengar suara yang berada di belakang sana. Aruna berbalik dan melihat Bundanya dan majikannya berada di tepat belakang Ola, siswi yang baru saja menghinanya.

Ola pun tak kalah terkejut mendengar suara yang berada di belakangnya, Melihat Guntur dan juga keluarganya berada di belakangnya membuat dirinya ingin segera menghilang.

"Jika bukan karena kamu itu anak perempuan, saya sudah menyuruh anak saya untuk menghajar kamu. Kamu baru saja menghina putri saya, walaupun Aruna tidak lahir dari rahim istri saya, saya tetap menganggap dia sebagai anak saya. dari lahir dia sudah tumbuh dihadapan saya"

"Aruna, ayo pulang"

***

Suasana di mobil penuh dengan kecanggungan, Guntur tak lagi menyetir mobil, tetapi Aryo lah yang melakukannya.

Aruna terlihat diam di pojok kursi mobil, Lyla yang berada diantara Aruna dan Safira melirik Aruna yang menyenderkan kepalanya di kaca mobil.

Lyla merasa bersalah, kejadian yang sama kembali terulang. Sejak berada di Sekolah Dasar, Aruna selalu diolok-olok oleh teman-temannya karena masalah status yang dimilikinya.

begitu juga di masa SMP, hal yang sama kembali terulang. Bahkan Aruna sampai tidak ingin sekolah lagi. itulah sebabnya Safira dan Aryo menyarankan Lyla untuk menyekolahkan Aruna di SMA yang menjadi pilihannya. Bahkan Aryo rela menjadi donatur untuk menitipkan Aruna pada orang-orangnya agar diawasi dengan baik.

nyatanya sama saja, bahkan kejadian kali ini terjadi di hadapan mereka bertiga.

Guntur menggigit bibirnya, merapalkan sumpah serapah untuk dirinya.

Guntur pikir, semua orang sudah mengetahui status yang dimiliki Aruna, tidak terpikirkan oleh Guntur ucapannya semalam bisa membuat Aruna seperti ini.

Aryo berdehem memecahkan keheningan, "bagaimana kalau kita makan-makan bersama, ada dua juara disini, Aruna juara satu dari depan, sedangkan Guntur juara satu dari belakang" canda Aryo memecahkan keheningan.

Aruna mendengarnya, tanpa sadar bibirnya tersenyum tipis mendengarnya. "yang penting tuntas semua"

"Kamu harus belajar sama Aruna, Aruna om titip Guntur ya" ucap Aryo melihat Aruna dari pantulan kaca spion yang berada di tengah mobil atau rear-vision.













ARUNA: BAIK TUAN MUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang