Hualoww!!
Pa kabar Brow?
Baik ya? Jangan tidak baik. Nanti dunia sedih.
Selamat membaca part 7!
Jangan sampai terlewat ya.
*****
Sedari pagi sampai menjelang siang mata murid kelas XI IPA 1 sudah menentukan suatu objek yang di intai. Menunggu waktu dimana guru pergi. Sedangkan di depan sana guru berperut besar serta berkepala botak sedang menulis materi. Mereka menyimak sesekali melirik objek.
"Saya terangkan ini kalian dengarkan, nanti saya kasih soal kalian sudah tidak bingung."
"BAIK PAK!"
Ucapan tak selaras dengan tindakan. Nyatanya mereka masih ada yang bermain sendiri, menaruh kepalanya di meja, ngobrol lewat surat. Dan banyak lainnya. Beberapa menit kemudian mereka disuruh untuk mengerjakan lima soal esai dan semua jawaban sudah di terangkan tadi.
"Pak ini kalau gak bener-bener sama kaya Bapak tadi nerangin gak papa 'kan?"
"Tidak apa-apa. Tapi lebih bagus sama, nilainya nanti saya bedakan."
Zeeya sedikit tertarik dengan omongan Pak Botak tersebut. "Harus sama brati ya, Lin?"
Alin mendengus, sering kali seperti ini. "Palingan beda berapa doang. Doyan amat ngabisin bolpoin deh."
"Tapi lumayan Lin."
"Kalo lupa gimana? Lo emang punya mesin waktu biar ke ulang lagi?"
"Ya di inget-inget."
Alin memutar bola matanya malas, "Ya, ya, ya. Sesuka hati lo aja."
Alin ini orang yang tidak terlalu mengedepankan nilai tapi bukan berarti anak yang malas dan acuh. Untuk porsi ini ia tak terlalu tergila-gila, karena ia pikir perbandingannya tidak terlalu jauh hanya beberapa saja. Daripada harus berpikir keras yang berakibat lupa semua lebih baik semampunya saja.
Singkatnya pasrah.
Hampir setengah jam hening membuat para siswa yang sudah selesai mengantuk, satu persatu menjatuhkan kepalanya ke atas meja. Ada juga yang mulai berbicara dengan temannya.
Alin yang menunggu Zeeya selesai mengedarkan pandangannya sampai satu titik dapat membuat tawa kecilnya keluar. Ia mengambil handphone-nya dengan hati-hati lalu memposisikan kamera mengarah ke objek.
"Sstt, minggir dikit!" bisiknya pada teman yang menghalangi. Senyuman Alin semakin lebar setelah berhasil.
"Alin bagi fotonya bisa kali!" seru Hana yang sepertinya tahu kegiatan Alin.
"Foto sendiri lah, lo lebih deket padahal," jawabnya menyimpan kembali handphone ke dalam tas.
Hana memasang wajah lesunya, "Lo mau gue di maki-maki apa?!"
Alin tertawa kecil, "Ya sama aja kalo gue kirim dong!"
Sedikit mengibaskan rambutnya, "Beda Lin. Kalo dari lo gue tinggal bilang 'Alin salah kirim'."
KAMU SEDANG MEMBACA
AZLAN
RandomAzlan Davindra Zyandru Anak tunggal dari keluarga yang terpandang. Ayahnya seorang pengusaha sukses. Ia seorang pemimpin dari perkumpulan motor bernama AGRAZIE. Pintar dalam semua hal terutama matematika. Alin Shaqueena Razeta Anak kedua dari tiga...