4. Olahraga

69 3 0
                                    

Brow?

Bagaimana hatimu?

Ada berapa? Kalo lima jual empat biar kaya. Apalagi yang bisa nampung lebih dari satu orang.

Selamat membaca part 4. Masih awal di kisah Azlan ini.

Bawa santai saja, enjoy itu perlu.

******

Pelajaran yang sangat Alin tidak sukai. Olahraga. Mungkin bagi sebagian siswa menyukai pelajaran satu ini. Dimana pelajaran di lakukan di luar kelas bebas dari menulis dan tugas. Tapi bagi Alin olahraga adalah pembelajaran menyusahkan. Dimana kita harus berganti pakaian, pemanasan, praktek, pengambilan nilai, pendinginan, dan berganti pakaian lagi.

"Huft..." Alin menghembuskan napasnya penuh kekuatan. Ia menaruh kepalanya di atas meja. Teman-temannya mulai pergi ke toilet untuk berganti pakaian.

"Ayo Lin ganti. Males banget kalo olahraga," ajak Zeeya menarik tangan Alin.

"Nanti ajalah, toilet pasti ngantri. Lo aja yang kerajinan," sahut Alin menarik kembali tangan Zeeya agar duduk.

"Katanya lo punya cowok, cowok mana lagi? Gak pernah cerita tiba-tiba udah jadian, lo lupa punya sahabat kaya gue, huh?" cerocos Alin menagih cerita pada Zeeya.

"Anjir nanyanya cowok mana lagi. Berasa semua cowok pernah jadi pacar gue," ujar Zeeya dengan nada tak terima.

"Emang. Lo 'kan mantannya banyak, sampe lo aja gak bisa hafalin," ujar Alin dengan nada mengejek.

"Bisa-bisanya gue punya sahabat laknat kaya lo!" Zeeya menempeleng kepala Alin.

"ADUHH.... SAKIT BEGETE." Alin berteriak sembari memegang kepalanya yang ditempeleng Zeeya.

"Alay njir. Gak usah sok kesakitan, lo gak punya cowok jadi gak ada yang ngebela."

"Mentang-mentang punya cowok, palingan cowok spek jamet." Alin mendelik sinis kepada sahabatnya itu.

"Alin, Zeeya lo berdua ngapain belum ganti baju? Bisa di sleding Pak Toni kalian," tegur Mahen yang berdiri di pintu kelas.

"Ini juga mau ganti kali. Awas lo, ngalangin jalan aja," ujar Alin dengan nada sedikit sinis.

Hatinya tak berhenti merapalkan doa agar ia bisa terbebas dari pelajaran satu ini. Semoga ada keajaiban dengan cara seperti guru memanggil dirinya atau dirinya pusing tiba-tiba. Bentar, pusing? Apa perlu ia berpura-pura pingsan?

"Jangan konyol, Lin." Batinnya menolak itu semua. Terdengar tak masuk akal seorang Alin jatuh pingsan tanpa sebab.

*****

Alin dan Zeeya adalah orang terakhir yang hadir di lapangan. Teman-temannya sudah berbaris rapih. Pak Toni selaku guru olahraga dengan pakaian warna biru muda dipadukan dengan celana training berwarna hitam menunggu kehadiran dua muridnya yang setiap saat selalu terakhir.

"Kalian berdua ganti di toilet mana? Teman-teman mu sudah selesai sedari tadi," tanya Pak Toni dengan raut heran.

"Di toilet Turki Pak, sekalian jalan-jalan," balas Alin ngawur. Tidak niat diberikan pertanyaan tak berfaedah.

AZLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang