13. Pengakuan

49 1 0
                                    

Haiiii!!!

Sudah siap??

Happy riding(⁠ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)

*****

Bunyi alarm yang terpasang di sebuah handphone seharga delapan digit itu membangunkan Azlan dari tidurnya. Tangannya terulur untuk mematikan alarm tersebut serta mengambilnya. Matanya menyesuaikan cahaya dari handphone miliknya. Pukul 06.07 pagi.

Ia menendang selimut yang berada di atas kakinya. Langkah tegapnya berjalan kearah kamar mandi guna melaksanakan ritualnya. Tak butuh waktu lama seperti kaum perempuan, ia sudah siap dengan seragamnya yang tak beraturan. Jangan lupakan sebuah topi berwarna hitam sudah bertengger manis menutupi rambut lebat miliknya.

"Azlan belum bangun kah Pa?" tanya Bunga kepada Brata—sang suami.

Mendongak agar bisa leluasa melihat istrinya yang sedang menyiapkan sarapan, "Mungkin bentar lagi."

"Tapi udah siang loh ini."

Brata menghela napas, "Biasanya juga gitu."

Itulah percakapan yang Azlan dengar saat sampai di ruang makan. Pemandangan dimana sang ibu sedang mengolesi selai coklat untuk sarapan sang ayah. Sedangkan Brata sedang memegang sebuah iPad sesekali menyeruput kopi hitam buatan istrinya. Azlan juga dapat melihat bagaimana tatapan Brata pada Mama-nya begitu tulus. Itu lah yang membuat Azlan tak begitu benci kelakuan Papa-nya, ya karena beliau memperlakukan Bunga dengan baik.

Suara gesekan kursi dengan keramik yang ditarik membuat Brata dan Bunga menfokuskan pandangannya kearah Azlan. Azlan yang ditatap hanya acuh, ia sudah fokus dengan roti selai coklat di genggamannya.

"Mau minum apa Lan?" tanya Bunga pada anaknya.

"Air putih aja."

"Biar Azlan ambil sendiri Ma," cegah Azlan saat melihat Bunga akan mengambilkan minum untuknya.

"Kamu mending duduk sarapan, dia juga udah besar bisa urus dirinya." Brata sedikit melirik Azlan yang tak sedikitpun melirik padanya.

Bunga memilih mengalah, daripada nanti ada perselisihan pagi-pagi ia memilih jalan tengahnya saja. Ia pun ikut sarapan bersama, baru saja suapan pertama masuk ke dalam mulut Bunga ucapan suaminya menghentikan kunyahannya.

"Kamu ada hubungan apa dengan anaknya Vano?" tanya Brata tertuju pada Azlan.

Azlan mengernyitkan dahinya, "What do you think?

"I don't know, about feelings?" tebak Brata.

Azlan hanya mengendikkan bahunya. Tapi perkataan Mama-nya membuat ia terdiam.

Beliau tersenyum menatap anak semata wayangnya. "Kalo dia suka ya gak papa Pa. Namanya juga anak muda, tandanya dia masih punya hati."

"Hei sayang, apa kamu kira dia tidak punya hati?" tanya Brata pada istrinya.

"Bukan gitu Mas, maksud aku dia udah mau buka hati buat perempuan. Alin juga anaknya baik kok."

Brata menganggukkan kepalanya. Memang kadang kosakata yang dikeluarkan oleh istrinya ini lumayan hebat, membuat ia harus berpikir sedikit.

"Besok bawa ke rumah ya Lan," perintah Bunga pada Azlan saat ia menyalami tangannya.

Azlan mendengus, "Gak dibawa juga dateng sendiri."

AZLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang