RADEV: DUA BELAS

3.4K 168 21
                                    

Happy reading

Tandai typo kalau ada

---

Sudah terhitung seminggu sejak Aileen kaluar dari rumah sakit, gadis itu terus mengurung dirinya di dalam kamar dan membuat Artha--papi tirinya sangat khawatir.

Tak terkecuali dengan Meira--mamanya juga ikut khawatir dengan keadaan putrinya, sebab baru kali ini Aileen lebih banyak diam. Biasanya gadis itu akan bercerita tentang apa saja yang sudah dilakukan seharian.

"Aileen masih belum mau cerita?" tanya Artha kepada istrinya.

"Belum, Mas. Aku sudah mencoba mengajaknya berbicara, tapi Aileen selalu mengatakan kalau dia baik-baik saja," jawab wanita itu.

Radev hanya menyimaknya, ini sudah hari ketujuh adik tirinya tidak mau ikut makan di meja makan. Pemuda itu ingin menyeretnya dan memaksanya untuk makan. Karena sejujurnya, ia kurang menikmati tubuh kurus sang adik tiri--pasti nanti akan mudah jatuh sakit.

"Pi, Ma. Apa boleh Radev yang memanggil Aileen? Radev pastikan, adik mau makan bersama kita."

Radev mengajukan diri untuk menyeret Aileen ke meja makan, tentu saja dengan sedikit gertakan yang akan membuat gadis itu menurutinya.

"Boleh, Mama minta Radev ajak Aileen untuk makan ya? Berat badannya semakin turun, Mama sangat khawatir," Meira sangat mempercayai putra sambungnya, karena wanita paruh baya itu bisa melihat kalau Radev benar-benar menyayangi putrinya.

"Kalau Aileen masih belum mau keluar, kamu jangan memaksanya! Nanti kita bicara pelan-pelan dengannya, sepertinya Aileen masih trauma dengan kejadian di sekolahnya."

Artha sudah mendatangi sekolah kedua anaknya dan pria paruh baya itu sendiri yang memberi balasan kepada Clara--orang yang sudah membully putri sambungnya. Tidak hanya Clara, kedua teman gadis itu sudah dikeluarkan dari sekolah dan akan susah untuk mencari sekolah baru.

"Papi masih belum percaya sama Radev?" Artha menghela nafas berat, putranya memang sangat susah saat diberi nasehat.

"Terserah kamu saja! Papi hanya berpesan, jangan memaksa Aileen, kalau dia masih belum siap!"

Radev mengangguk malas, pemuda itu bergegas meninggalkan ruang makan. Artha menatap punggung putranya yang semakin menjauh, pria paruh baya itu merasa ada yang aneh dengan tingkah putranya. Tetapi, Artha masih belum bisa menemukannya. Pria paruh baya itu akan mengawasi putranya lebih ketat dari sebelumnya.

"Mas, kenapa lihatin Radev sampai begitu? Kamu masih meragukannya? Jangan terlalu mencurigainya, karena apa yang kamu pikirkan--bisa saja akan menjadi kenyataan," Meira menegur suaminya, membuat Artha menggelengkan kepala.

"Aku hanya masih belum yakin kalau Radev benar-benar menerima kalian. Tapi, aku harap--dia tidak berpura-pura. Aku sudah menyayangi Aileen, seperti putriku sendiri. Aku berharap Radev menjadi pelindung untuk adiknya."

Meira mengusap bahu suaminya, wanita paruh baya itu merasa bersyukur dengan kehadiran Artha yang datang untuk membantunya dan juga Aileen. "Terima kasih sudah menerima putriku."

"Putri kita, Aileen sekarang putriku juga." Meira menarik kedua sudut bibirnya, pilihannya tidak salah dan putrinya bisa kembali merasakan kasih sayang dari sosok ayah.

***

Radev mengetuk pintu kamar adik tirinya, tetapi Aileen tidak meresponnya. Pemuda itu berdecak kesal, dipegangnya knop pintu kamar sang adik tiri yang ternyata tidak dikunci.

RADEV || Step DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang