Sora menarik kopernya masuk ke dalam kamar hotel bintang tiga yang telah disewanya untuk satu minggu ke depan. Lumayan, pikirnya saat menatap kamar sempit namun nyaman. Hanya ada satu buah tempat tidur single, satu buah lemari pakaian dua pintu, satu buah meja nakas di samping tempat tidur, satu buah meja kopi serta satu buah televisi layar datar 32' di kamar itu. Kamarnya juga dilengkapi sebuah AC dan kamar mandi kecil tanpa bathub.
Gadis itu membuka sepatu serta kaus kaki semata kaki yang dikenakannya lalu membaringkan diri di atas tempat tidur. Dia terlalu lelah untuk sekedar mencuci muka dan berganti pakaian. Yang diinginkannya saat ini hanya tidur.
Sora berguling, merubah posisi tidurnya jadi tengkurap. Dengan posisinya saat ini, dia bisa mencium bau linen bersih dari seprai putih di bawahnya. Bantalnya pun terasa sangat nyaman. Ah... mungkin dia terlalu lelah hingga menganggap semuanya terasa nyaman.
Di tempat lain, Hide mengendarai Exelero hitamnya dengan kecepatan tinggi. Mulutnya terus menyunggingkan senyuman, hatinya begitu gembira saat mendapat pesan dari Aika yang meminta untuk bertemu di tempat biasa.
Tumben, pikir Hide. Tidak biasanya Aika memiliki inisiatif untuk bertemu. "Mungkin dia sangat merindukanku," gumamnya masih dengan senyum menawan. Hide membelokkan kendaraannya masuk ke area salah satu hotel bintang lima di pusat Kota Tokyo.
Selesai memarkir kendaraannya, Hide segera keluar dan berjalan cepat menuju lift khusus untuk tamu VVIP. Dibalik masker hitam yang dikenakannya ia tersenyum lebar, lalu bersiul-siul pelan untuk meluapkan kegembiraan hatinya. Seorang pria berpenampilan sempurna yang menjabat sebagai kepala pelayan restoran menyambutnya saat dia tiba di lantai empat, tempat restoran mewah itu berada. Dengan segera ia diantar ke salah satu ruang VVIP tempat Aika sudah menunggu.
"Kau sudah lama menunggu?" tanyanya saat melihat Aika duduk di dalam ruangan mewah itu. Ruangan itu berfuniture mewah, bergaya Vintage, dengan sebuah meja makan bundar ditengah-tengahnya, serta empat buah kursi tiffany putih mengelilinginya. Sebuah lampu gantung kristal tergantung pada langit-langit, memberi kesan mewah sekaligus romantis.
Aika menggelengkan kepala pelan, lalu menyesap anggur merahnya dengan gugup. Kegugupannya itu tidak luput dari pengamatan tajam Hide. Senyum cerahnya seketika lenyap. Ada yang tidak beres, terkanya dalam hati.
Hide menarik salah satu kursi, lalu duduk dengan menghempaskan pantatnya keras di atas kursi. "Ada apa?" tanyanya kemudian, tanpa basa-basi.
Aika meletakkan gelas anggurnya dengan tangan bergetar. Hide mengernyit saat melihat kekasihnya memalingkan muka sembari mengigit bibir bawahnya. "Tolong katakan, Aika! Jangan membuatku menunggu terlalu lama. Apa ada sesuatu yang mengganggumu?"
Ruangan itu kembali hening, menyisakan kegelisahan yang menggantung di udara. Sungguh, hal ini bukan hanya menganggu Aika, Hide juga merasa sangat terganggu. "Kau tidak mau bicara?"
"Aku mau putus!" seru Aika membuat Hide menekuk wajahnya dalam.
"Apa?" tanya Hide saat kesadarannya kembali. "Kau mau apa?"
"Aku mau putus," ulang Aika untuk kedua kalinya. Dengan mantap ia menatap lurus ke arah bola mata Hide yang berwarna hazel.
Ekspresi Hide mengeras. Dia sama sekali tidak mengerti kenapa wanita yang sudah satu tahun dikencaninya ini tiba-tiba meminta untuk mengakhiri hubungan mereka. "Apa aku berbuat salah hingga membuatmu begitu marah?" tanya Hide, menahan nada suaranya agar terdengar biasa.
Lagi-lagi Aika menggelengkan kepalanya pelan. Wanita bertubuh mungil dengan paras cantik khas Asia timur itu sedikit kebingungan untuk mengungkapkan alasannya. Jauh dilubuk hatinya dia takut melukai Hide.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAMAT - Out Of My League
Teen FictionVERSI LENGKAP BISA DIBELI DI GOOGLE BOOK/PLAY Sora Ito, gadis berusia dua puluh tahun nekat pergi ke Jepang untuk menyusul cinta pertamanya. Sayangnya usahanya gagal, ia patah hati, dan seolah belum cukup, ia pun harus berurusan dengan Hideaki Yamag...