Aloha...! Selamat bergabung untuk para pembaca baru. Salam kenal ya! ^-^
Enjoy!
.
.
.
Skandal
Entah kenapa Sora merasa sangat kecil sekarang. Saat ini ia tengah berbaring di atas ranjangnya. Malam sudah semakin larut namun matanya masih enggan untuk dipejamkan. Senyuman yang terus dipasangnya sepanjang makan malam tadi kini telah luntur, digantikan oleh air mata yang terus turun, seolah enggan untuk berhenti. "Jangan menangis!" ujarnya untuk menasehati dirinya sendiri.
Biasanya ia selalu merasa hebat. Merasa kuat untuk menghadapi masalah sebesar apa pun. Namun pada kenyataannya dia harus menelan pahit kepercayaan dirinya itu. Miris, seorang Sora Ito harus menangis hanya karena ditolak cinta. Penolakan Kato membuatnya merasa tidak berarti.
Sora terus menangis dalam diam. Namun untuk alasan yang berbeda. Tiba-tiba saja dia teringat mendiang ayahnya. Jika ayahnya ada, mungkin dia akan menghambur ke dalam pelukan pria itu dan menumpahkan rasa sakit hatinya, terus menangis hingga rasa sakit yang membuat dadanya sesak itu hilang dengan sendirinya.
Wanita muda itu kemudian berandai, andai saja ayahnya masih hidup, kira-kira kalimat apa yang akan dilontarkannya untuk menghibur anak gadisnya?
"Ayah...?!" panggil Sora penuh rindu. "Aku merindukan ayah," tambahnya pilu.
Sora masih menangis saat tiba-tiba telepone genggamnya berbunyi, menandakan suara panggilan masuk. Dengan enggan dia menggeser tubuhnya ke sisi ranjang, mengulurkan tangan untuk mengambil benda itu yang diletakkannya di atas nakas di samping tempat tidurnya.
Matanya sedikit kabur oleh air mata, hingga ia mengerjapkan mata beberapa kali, lalu menghapus air mata dengan punggung tangannya. "Paman Mamoru?" bisiknya saat membaca nama pemilik nomor telepone yang kini menghubunginya.
"Halo?!" Sora menyapa dengan suara serak, terdengar jelas jika ia tengah menangis saat ini.
"Sora, apa kau baik-baik saja?" tanya Mamoru dari ujung sambungan. "Aku cemas karena kau tidak seceria biasanya," sambungnya terdengar khawatir. Mamoru tidak bisa mengutarakan kecemasannya di depan anggota Centaurs, takut jika hal itu akan membuat fokus artis-artisnya terganggu, hingga akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi Sora setelah sampai di rumah.
Sora tidak langsung menjawab, ia menelan ludah, memejamkan kedua matanya rapat saat mendengar nada khawatir pada suara Mamoru di ujung sambungan. "Aku baik-baik saja, Paman. Jangan khawatir," balasnya dengan nada semeyakinkan mungkin. "Aku hanya mengantuk, hingga suaraku sedikit berubah," tambahnya berusaha meyakinkan Mamoru yang sepertinya tidak mempercayai ucapannya.
Hening.
Sora bisa mendengar suara desahan pelan Mamoru di ujung sambungan telepon. Di dalam hati dia merasa bersalah karena sudah membuat pria itu khawatir. Seharusnya dia bisa menyembunyikannya dengan baik, namun sepertinya usahanya gagal karena Mamoru tidak tertipu olehnya.
"Kau akan mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari Kato." Ucapan Mamoru membuat bibir Sora bergetar. Wanita muda itu terisak kecil, dadanya seperti diremas dan rasanya amat sangat sakit. "Kita seringkali bertemu dan jatuh cinta dengan orang yang salah sebelum akhirnya bertemu dengan belahan hati kita yang sesungguhnya," ujarnya bijak. "Maaf, seharusnya aku bisa menghiburmu dan lebih peka tadi—"
"Terima kasih!" ucap Sora memotong ucapan Mamoru. "Terima kasih karena paman sudah mengkhawatirkanku," tambahnya sedikit tercekat, terharu. "Aku tidak tahu kenapa, tapi jika ayahku masih hidup mungkin dia akan mengatakan kalimat yang sama seperti yang paman ucapkan tadi," terangnya membuat Mamoru terdiam. Sora menghapus air matanya, memasang senyum lebar seolah Mamoru bisa melihatnya saat ini. "Terima kasih, Paman. Kau membuatku merasa jauh lebih baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
TAMAT - Out Of My League
Fiksi RemajaVERSI LENGKAP BISA DIBELI DI GOOGLE BOOK/PLAY Sora Ito, gadis berusia dua puluh tahun nekat pergi ke Jepang untuk menyusul cinta pertamanya. Sayangnya usahanya gagal, ia patah hati, dan seolah belum cukup, ia pun harus berurusan dengan Hideaki Yamag...