awal

133 9 21
                                    

Gadis dengan rambut panjang terurai tengah berbaring di atas rerumputan hijau sembari menatap kearah langit biru yang dihiasi awan-awan. Memikirkan betapa bahagianya dia ketika semua yang dia alami selama ini lenyap dalam sekejap mata.

"Naura nggak mau kayak gini ya Allah," gumam gadis itu.

Naura Amelia, gadis berusia tujuh belas tahun yang baru saja lulus dari bangku Sekolah Menengah atas yang saat dirinya baru saja menerima ijazah langsung memikirkan bagaimana nasibnya setelah itu. Naura bukan berasal dari keluarga kaya yang mengakibatkan Naura harus berpikir keras jika memang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

"Kenapa Naura gak lahir dari keluarga yang berkecukupan? Kenapa harus Naura yang lahir di keluarga itu?" tanya Naura entah pada siapa.

Sudah cukup lama Naura berbaring di atas rerumputan itu sembari memikirkan bagaimana masa depannya, kini sudah saatnya Naura kembali ke kenyataan bahwa tidak akan mudah untuknya melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Keluarganya pasti tidak akan mau membiayai jika Naura nekat.

Naura berjalan kaki menyusuri trotoar dengan tangan yang memegang ijazahnya dan juga raport miliknya. Naura berharap ada sebuah keajaiban agar dirinya bisa masuk ke universitas impiannya yaitu, universitas Airlangga.

Suasana jalanan yang sedikit ramai dengan genangan-genangan air akibat hujan tadi malam sangat mendukung Naura untuk kembali memikirkan keinginannya. Di tengah lamunannya sebuah mobil hitam melewatinya dengan kencang dan mengakibatkan genangan air yang berada tidak jauh dari trotoar tidak sengaja mengenai baju Naura.

Naura yang terkena genangan air itu sontak terkejut dan ada sedikit luapan emosi yang tercipta. Mobil yang tadi memberikan Naura genangan air itu berhenti, tepat tidak jauh dari posisi Naura sekarang. Naura yang sedikit kesal langsung bergegas menghampiri mobil itu dengan niatan ingin protes.

"Permisi, bisa tolong keluar sebentar?" tanya Naura dari luar jendela mobil itu sembari sesekali mengetuk kaca mobil itu.

Tidak lama setelah Naura mengetuk kaca mobil itu, seorang pria dengan setelan kaus oblong dan celana jeans keluar dari kursi kemudi dan menghampiri Naura.

"Duh, Mbak yang kena cipratan mobil saya, ya? Maaf banget Mba, saya buru-buru tadi," ucap pria itu ketika melihat dress yang Naura kenakan kotor akibat genangan air tadi.

"Gapapa Mas, lain kali kalo bawa mobil pelan-pelan aja,  supaya pejalan kaki nggak ada yang ngalamin kayak saya lagi," jawab Naura.

"Iya Mbak, maaf banget saya ga lihat ada genangan air tadi, ini sebagai ganti rugi karena baju Mba kotor," ucap pria itu sembari menyodorkan beberapa lembar uang berwarna merah pada Naura.

"Nggak usah Mas, saya cuma mau ngingetin doang kok," tolak Naura halus.

"Gapapa Mbak, anggap aja ini rejeki dari yang di atas buat Mba," ucap pria itu.

"Terima kasih banyak Mas, kalau begitu saya duluan Mas," ucap Naura.

Setelah mendapatkan anggukan dari pria itu Naura langsung bergegas menuju rumahnya karena Naura baru teringat jika dirinya belum sempat mengerjakan pekerjaan rumah yang tadi pagi ibunya berikan. Sesampainya di pekarangan rumah, Naura sudah bisa melihat sang ibu sedang menunggunya pulang untuk memberikan hadiah untuknya.

"Dari mana kamu? Udah bisa nggak nurut sama orang tua, ya?"

"Tadi Naura ke taman sebentar terus tadi ada insiden kecil, Bu,"

Ibu Naura tidak menjawab lagi tapi sekarang mata ibu Naura tertuju pada beberapa lembar uang yang ada di genggaman Naura. Tanpa meminta kepada Naura, sang Ibu langsung mengambil kasar uang itu sambil tersenyum.

"Dapat uang dari mana kamu? Udah dapet kerja?" Tanya ibu Maura dengan senang.

"Tadi ada orang bawa mobil nggak liat jalan akhirnya nyiptain genangan air ke Nau terus orangnya mau ganti rugi," ucap Naura

"Uangnya biar Ibu yang pegang, kamu nggak usah pegang duit banyak begini," ucap Ibu Naura.

"Itu mau Nau tabung, Bu," ucap Naura lirih.

"Tabung buat apa? Kamu masih mau kuliah? Ngapain kuliah ujung-ujungnya juga tetep jadi ibu rumah tangga," ucap Ibu Naura.

"Nggak usah berfikiran mau kuliah, Naura. Bapak nggak akan setuju kalo kamu kuliah," ucap bapak Naura, Naura yang mendengar ketidaksetujuan dari sang ayah hanya bisa menundukkan kepalanya sembari berharap cairan bening yang menumpuk di pelupuk matanya tidak tumpah saat itu juga.

"Pak, Nau pengen sekolah sampe S1 aja, Nau juga bakal usahain biar Nau dapet beasiswa," ucap Naura berusaha membujuk sang ayah.

"Jangan coba buat Bapak setuju, Naura. Sekali nggak, tetep ngga!" seru Bapak Naura tidak ingin dibantah

"Kodrat perempuan itu cuma jadi pembantu di rumah kalo kamu sudah berkeluarga nanti. Jadi, kamu ga butuh gelar S1!" tegas ibu Naura.

Rumah yang runtuh[ PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang