Anggap saja Naura adalah gadis bodoh, baru beberapa hari kemarin dirinya meminta ijin untuk keluar dari pekerjaannya dan sekarang ia malah mati-matian berusaha mempertahankan pekerjaannya. Naura melakukan semua itu hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan bapak, ia tidak mau di usia bapak yang sekarang beliau harus bekerja lagi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kali ini biarkan Naura yang mengorbankan semua cita-citanya untuk membantu bapak memenuhi kebutuhan hidup mereka berdua.
Jantung Naura kini berdetak kencang, lebih kencang dari biasanya saat mendengar bahwa dirinya diminta untuk menemui atasan mereka yaitu, Ridwan. Naura tidak tau apa yang akan terjadi nantinya, seharusnya Naura tidak perlu mencemaskan apa yang belum terjadi tapi instingnya tidak pernah salah. Firasatnya mengatakan bahwa akan ada masalah baru yang ia hadapi, meskipun firasatnya berkata seperti itu Naura tetap berpikir positif jika semua firasat buruknya itu hanyalah sebatas firasat saja.
"Naura, apa benar kamu mendapatkan beberapa keluhan dari pelanggan?" tanya Ridwan.
"Benar, Pak. Saya minta maaf atas kecerobohan saya," jawab Naura.
"Apa ini salah satu cara agar kamu saya pecat? Dengan memperlakukan pelanggan dengan tidak baik?" Ridwan kembali bertanya.
"Tidak, Pak. Saya hanya sedang dilanda sedikit masalah di rumah," jawab Naura lagi.
"Tolong profesional, Naura. Kalau kamu begini terus maka pelanggan akan memberikan kita reting yang buruk," jelas Ridwan.
"Baik, Pak. Sekali lagi saya minta maaf, kalau begitu saya pamit kembali ke pekerjaan saya, Pak."
Setelah Naura pamit undur diri, kini Ridwan yang dibuat pusing dengan kinerja Naura, Ridwan tau setiap orang pasti memiliki masalah masing-masing tapi tidak sepatutnya Naura mencampurkan masalahnya dengan kerjaannya. Jika begini terus Ridwan bisa saya menyetujui permintaan Naura tempo hari yang memintanya untuk menyetujui permintaan Naura untuk berhenti bekerja dengannya.
Sedangkan Naura kini mulai ragu dengan keputusannya kemarin, Naura merasa bahwa keputusannya meminta Ridwan menyetujui permintaannya untuk berhenti bekerja adalah keputusan yang salah. Jika saja ia tidak terlalu gegabah kemarin mungkin sekarang ia tidak perlu memikirkan akan bagaimana nasibnya jika Ridwan benar-benar menyetujui permintaannya kemarin.
Andai saja malam itu Bapak tidak memberitahukan sebuah keputusan yang membuatnya setengah mati seperti saat ini mungkin saja Naura bisa bekerja dengan tenang tanpa membuat masalah sedikitpun.
Malam itu
Bapak mengajak Naura untuk bicara serius di ruang tengah, lima menit tidak ada yang memecah keheningan hingga akhirnya bapak membuka pembicaraan mereka.
"Naura, Bapak seperti untuk sementara waktu tidak bisa membantu kamu mencari nafkah," ucap Bapak dengan nada yang sedih.
"Naura nggak pernah minta Bapak buat bantu Naura cari uang, Pak."
"Bapak tau tapi, rasanya tidak pantas jika seorang anak perempuan menjadi tulang punggung keluarga sedangkan Bapak hanya bisa berdiam diri menunggu hasil kerjamu, Nak."
"Bukannya Bapak kemarin bilang Bapak mendapatkan tawaran pekerjaan dari teman Bapak?" tanya Naura.
Memang benar, beberapa hari lalu bapak sempat menghubungi kawan lamanya untuk meminta informasi tentang pekerjaan untuknya dan katanya ada sebuah lowongan pekerjaan untuk bapak tapi, bapak tidak jadi pengambil pekerjaan itu entah apa alasannya.
"Pekerjaan itu di negeri tetangga, Bapak tidak mungkin meninggalkan kamu sendiri di sini, Naura. Kamu anak gadis dan Bapak takut sesuatu yang buruk akan terjadi kepada kamu," jawab Bapak.
"Kalau begitu biarkan Naura yang mencari nafkah untuk kita berdua, Naura tidak keberatan dengan itu," jawab Naura.
Bapak menghela nafas panjang sebelum akhirnya menghembuskannya perlahan. " Bapak akan terima pekerjaan yang ditawarkan oleh teman Bapak dengan satu syarat, kamu berhenti bekerja dan fokus akan cita-cita kamu. Bapak akan berusaha untuk membiayai kamu kuliah, Naura."
Ucapan bapak hari itu membuat Naura merasa bersalah, tidak seharusnya Naura menanyakan lebih lanjut tentang pekerjaan yang ditawarkan oleh rekan bapak. Kini Naura harus mempersiapkan diri untuk jauh dari satu-satunya keluarga yang ia punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah yang runtuh[ PROSES PENERBITAN]
Ficción Generaljika kebanyakan rumah itu tempat untuk kita pulang dan menghilangkan penat berbeda dengan rumah milik tokoh utama dalam cerita ini. Rumah yang seharusnya menjadi tempatnya mengistirahatkan tubuhnya malah menjadi tempat asal di mana tubuhnya lelah, r...