bab 9

19 4 5
                                    

Setelah keluar dari mobil milik Ridwan, Naura langsung melangkahkan kakinya menuju pintu rumahnya dengan cepat berharap ia bisa segera mengistirahatkan tubuh lelahnya itu.

Sayang seribu sayang niat Naura harus sirna detik itu juga ketika melihat ibunya sudah menunggunya di teras rumah dengan raut wajah yang tidak bersahabat. Dalam hati Naura merutuki kebodohannya yang meminta Ridwan memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah.

"Pulang sama siapa kamu? Sudah berani bawa cowok ke rumah ya kamu. Ibu lihat-lihat kayaknya cowok tadi tajir," ucap ibu Naura.

"Itu tadi atasan Naura, Ibu nggak usah berfikiran kalau Pak Ridwan baka balik ke rumah ini. Naura tau ibu cuma mau pinjam uang, kan, ke Pak Ridwan," jawab Naura.

"Jelas, dia pria tajir mobilnya aja mewah gitu. Nggak mungkin dia nggak mau pinjamin Ibu uang lima puluh juta," imbuh ibu.

"Ibu! Pak Ridwan itu atasan Naura jangan sampai Ibu memanfaatkan Pak Ridwan buat lunasin semua hutang-hutang ibu," ucap Naura geram.

"Kamu cuma anak kecil yang belum ngerti apa-apa jadi lebih baik kamu jangan ikut campur," sahut ibu.

"Pak Ridwan nggak seharusnya terlibat, Ibu. Naura nggak mau nama Naura jelek di mata Pak Ridwan gara-gara Ibu," imbuh Naura.

"Sekarang Ibu tanya, memangnya kamu bisa melunasi hutang-hutang Ibu? Kerja baru mulai aja belagu kamu," ucap ibu.

Naura langsung mengambil amplop yang tadi Ridwan kasih dan menyerahkan amplop itu kepada sang ibu. "Ambil gaji Naura dan Naura minta sama Ibu untuk nggak melibatkan Pak Ridwan dalam keluarga kita," ucap Naura pada sang ibu.

Setelah menyerahkan gaji pertamanya, Naura bergegas menuju kamarnya untuk membersihkan dirinya. Hari yang semula tenang kini runyam hanya karena Ridwan menawarkan tumpangan dan berakhir sang ibu berniat buruk padanya.

Naura tidak habis pikir, bisa-bisanya sang ibu menjadikan orang baru sebagai sumber uangnya agar hutang-hutangnya lunas. Di mana sang ibu meletakkan otaknya? Naura bisa saja berkata bahwa sang ibu itu adalah orang gila yang berkeliaran karena dia dengan mudah mengambil tindakan tanpa memikirkan konsekuensinya.

Saat Naura merasa masalahnya dengan sang ibu telah selesai kini justru Rindu yang kembali berulah. Dengan enteng Rindu menyodorkan kedua tangannya bermaksud untuk meminta bagian dari gaji pertama milik Naura.

"Gue juga mau dong ngerasain gaji pertama Kakak gue," ucap Rindu menekan kata gaji dalam ucapannya.

"Nggak ada, udah aku kasih semua ke Ibu buat bayar hutang-hutangnya," sahut Naura.

"Alah, buruan kasih gue uang. Gue butuh buat jalan-jalan sama temen gue."

"Aku bukan Ibu sama Bapak yang harus memenuhi kebutuhan kamu, aku kerja juga buat kebutuhan aku," jawab Naura.

"Lo itu Kakak gue jadi kebutuhan gue juga wajib lo penuhi, bukan cuma dari Bapak sama Ibu," ucap Rindu tetap ngotot meminta uang pada Naura.

"Nggak, selama kamu bisa sendiri kamu harus bisa berusaha bukan malah bergantung sama orang lain," ucap Naura sebelum melanjutkan langkahnya menuju kamar miliknya.

"Baru kerja aja belagu lo, Kak! Awas aja lo, gue sumpahin hancur kerjaan lo!"

Mendengar ucapan Rindu, Naura langsung menghentikan langkahnya dan berbalik memandangi Rindu yang tengah memperlihatkan senyum mengejek untuk Naura.

"Bukan cuma kamu yang bisa sumpahin aku, aku juga bisa sumpahin kamu tapi sayangnya aku nggak sejahat kamu," ucap Naura.

Rumah yang runtuh[ PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang