bab 1

58 6 16
                                    

Naura, gadis yang baru saja kehilangan harapannya untuk menyandang gelar sarjana. Naura tidak tau akan kemana Tuhan menuntun langkahnya, Naura merasa semua yang ia lakukan selanjutnya akan terasa hampa tanpa sebuah tujuan yang pasti.

Pintu kamar Naura diketuk cukup kencang yang mengakibatkan suara gaduh menggema di rumah itu, Naura bergegas membuka pintu kamarnya dan ternyata yang membuat kegaduhan di rumah itu adalah adiknya— Rindu.

"Kak, kerjain tugas gue dong," pinta Rindu pada Naura.

"Kamu nggak bisa kerja sendiri, Rin?" tanya Naura.

"Duh, kerjaan gue banyak, Kak, mending lo kerjain tugas gue dari pada lo nganggur gitu," jawab Rindu.

"Kamu ngehina aku, Rin?" tanya Naura ketika menyadari ucapan Rindu adalah sebuah sindiran untuknya.

"Nggak sih, tapi kalo lo ngerasa, ya, bagus," jawab Rindu.

"Kurang ajar kamu!" Bentak Naura.

"Naura! Berani kamu bentak adik kamu? Nggak diajarin sopan santun kamu di sekolah?" Sialnya sang ibu datang di waktu yang tepat untuk Rindu, tapi tidak untuknya.

"Naura di sekolah ngejar materi dan seharusnya sopan santun itu di ajari dari rumah bukan dari sekolah. Apa ibu pernah ngajarin Nau sopan santun di rumah?" tanya Naura pada sang ibu.

"Sudah berani menjawab kamu, sudah merasa hebat kamu dengan lulusan SMA? Bagus," cibir sang ibu.

"Kalo Rindu nggak mau ngerjain tugasnya sendiri, Naura juga nggak mau ngerjain," ucap Naura.

"Sudah, biar nanti ibu carikan guru les buat Rindu," ucap ibu mengakhiri perdebatan kecil itu.

Naura langsung masuk ke dalam kamarnya untuk sekedar meredakan emosinya yang tadi sempat membara akibat perdebatannya dengan sang ibu.

"Kenapa harus aku? Kenapa harus Rindu yang mereka spesialkan?" gumam Naura.

"Aku harus cari beasiswa ke Universitas Airlangga!"

Naura bergegas bangkit tadi duduknya dan berjalan ke arah meja belajarnya untuk mengambil laptop miliknya. Naura menggunakan laptop itu untuk mencari informasi tentang beasiswa yang bisa membawanya melanjutkan pendidikannya, Naura bergelud dengan laman-laman media sosial itu tanpa memperhitungkan waktu.

Pukul tujuh malam akhirnya Naura memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum nanti dirinya kembali mencari informasi tentang beasiswa, Naura berharap ada sebuah harapan yang bisa membuat semangatnya kembali.

Suara berisik dari arah dapur membuat Naura mengurungkan niatnya untuk beristirahat, Naura bergegas menuju dapur untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Belum sempat Naura sampai di dapur suara ibu terdengar sampai ke kamar Naura.

"Aku capek sama pengangguran kayak kamu, Mas!"

"Kamu pikir saya nggak cape cari kerja? Lebih lagi anak kamu ngotot mau kuliah padahal keuangan kita nggak mendukung!" Tegas bapak.

"Anak aku? Dia itu anak kamu, Mas, anak yang waktu kecil kamu banggakan karena prestasinya!" Sentak ibu.

Ibu tersenyum meremehkan. "Bukannya anak kamu itu berprestasi? Kenapa dia nggak dapat beasiswa?" tanya ibu.

"Mau kamu apa sebenarnya?" tanya bapak setelah lelah berdebat dengan ibu.

Tanpa mereka sadari Rindu dan Naura telah mendengar semua pembicaraan mereka, Rindu yang tau jika penyebab perkelahian mereka itu karena Naura langsung menatap tajam Naura. Naura yang ditatap tajam seperti itu langsung mengisyaratkan dari matanya bahwa ini bukan waktunya mereka memperkeruh suasana.

"Kamu tanya apa mau aku, Mas? Aku mau kita pisah. Aku udah capek hidup dengan kondisi keuangan yang terus-menerus menurun," ucap ibu dengan tenang.

"Jangan bercanda kamu! Kamu pikir pernikahan itu sebuah permainan? Kita sudah dua puluh tahun lebih menikah dan dengan gampang kamu minta pisah? Otak kamu dimana?" tanya bapak tidak percaya dengan ucapan ibu barusan.

"Mas, aku perempuan normal yang mau hidup berkecukupan nggak kayak sekarang ini," ucap ibu berusaha memberi pengertian pada bapak.

"Tapi kenapa harus dengan mengucapkan kata pisah? Saya akan usaha lebih keras lagi mencari kerja," ucap bapak.

"Mas, kamu mau aku bahagia sama Rindu, kan? Maka dari itu biarkan aku dan Rindu membangun keluarga baru yang berkecukupan di luar sana," ujar ibu.

"Saya sama Naura kamu ke manakan? Tega kamu sama saya dan juga Naura?" tanya bapak.

"Mas, tolong ngertiin aku sedikit aja, aku juga mau hidup enak. Kamu sama Naura bisa membangun keluarga impian kalian juga," jawab ibu.

Bapak menghela nafas berat sebelum akhirnya mengambil sebuah keputusan yang membuah Rindu dan juga Naura terkejut. "Baiklah, saya akan segera mengajukan surat cerai jika itu maumu," ucap bapak pasrah.

Rumah yang runtuh[ PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang