"Jaga ucapan kamu, Naura. Apa yang Rindu katakan itu sepenuhnya benar dan bukan hanya omong kosong!" Seru sang Ibu tidak terima.
"Sepenuhnya benar? Saya tidak tau bagaimana pola pikir anda tapi yang jelas semua ucapan anda barusan itu tidak masuk akal bagi saya dan Bapak," ucap Naura.
"Katakan, dibagian mana dari ucapan kami yang tidak masuk diakal kalian berdua," sahut Ibu.
"Disemua bagian. Tidakkah anda memiliki rasa malu? Dengan gampangnya anda meminta bagian dari harta kamu sedangkan anda sendiri yang memilih pergi!" Kesal Naura ketika ia mendapati jawaban dari sang Ibu.
"Saya memang mengakui bahwa saya yang meminta untuk mengakhiri semuanya tapi tanggungjawab Rindu, masih ada di tangan dia, Naura," ucap Ibu sembari menunjuk ke arah Bapak dengan tatapan penuh amarah.
"Singkirkan tangan anda, jangan berani-berani anda menunjuk-nunjuk Bapak saya." Ucap Naura dengan tenang namun, tatapannya mengisyaratkan luapan amarah yang sebentar lagi akan meledak jika ini semua tidak akan berakhir.
"Sebaiknya anda pergi sekarang juga sebelum saya yang menyeret anda keluar dengan paksa," ucap Naura sembari menunjuk ke arah pintu keluar.
"Kami tidak akan keluar sebelum mendapatkan apa yang kami inginkan," ucap Rindu membantah ucapan Naura.
"Rindu! Keluar sekarang juga atau saya seret paksa kalian!" Perintah Naura dengan intonasi tinggi, bermaksud agar keduanya takut dan langsung menuruti perintahnya.
Ternyata ibu dan adiknya ini sangatlah keras kepala. Lihatlah, bahkan ketika Naura telah mengusir mereka dengan intonasi tinggi tapi, mereka berdua masih duduk dengan tenang tanpa ada tanda-tanda akan beranjak dari rumahnya.
"Sudah, berapa yang kamu butuhkan?" tanya Bapak pada Ibu.
"Tidak banyak, hanya setara dengan harga rumah ini jika di jual," ucap Ibu dengan gampangnya.
Naura yang mendengar jawaban dari ibu sontak tidak terima. "Maksud anda kami harus menjual rumah ini agar kamu mendapatkan setengah harta kamu?!" Seru Naura sebari menekan kata setengah pada ucapannya.
"Kurang lebih seperti itu anak manis," jawab Ibu dengan senyum yang merekah.
"Anda pikir kami bodoh? Kami tidak akan menjual satu-satunya harta yang kami punya hanya untuk keinginan bodoh kalian berdua!"
"Naura, ini hanya tentang uang. Tidakkah bagimu ini adalah hal mudah, bukankah kamu bisa dengan mudah memintanya pada atasanmu itu?" tanya Ibu dengan nada mengejek.
"Jaga mulut kotor anda! Jangan pernah membawa-bawa atasan saya dalam masalah kita!"
"Naura, rupanya sopan santunmu sudah hilang untuk Ibumu sendiri hanya karena pria itu," ucap sang Ibu dengan senyuman mengejek.
"Sopan santun saya sudah hilang untuk anda setelah anda meminta Bapak untuk menceraikan anda dengan alasan anda ingin hidup lebih baik tapi, nyatanya anda masih saja mengusik keluarga saya setelah meminta pisah dari Bapak."
"Bukankah Anda seharusnya hidup lebih baik setelah berpisah dari Bapak saya? Itu, kan, yang anda ucapkan saat anda memberikan alasan anda meminta berpisah?"
"Saya rasa cukup, silahkan keluar karena saya tidak menerima tamu yang tidak menepati ucapannya," ucap Naura mempersilahkan Ibu dan Rindu keluar setelah mengucapkan serentetan kalimat yang mampu membuat Ibu dan juga Rindu terdiam.
"Kami akan kembali lagi untuk mendapatkan apa yang kami inginkan, Naura. Ingat itu baik-baik," ucap Ibu.
Setelah mengatakan beberapa patah kata tadi, ibu langsung menarik pergelangan tangan Rindu untuk keluar dari rumah yang dulunya menjadi rumahnya untuk pulang ketika merasa lelah sepulang bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah yang runtuh[ PROSES PENERBITAN]
General Fictionjika kebanyakan rumah itu tempat untuk kita pulang dan menghilangkan penat berbeda dengan rumah milik tokoh utama dalam cerita ini. Rumah yang seharusnya menjadi tempatnya mengistirahatkan tubuhnya malah menjadi tempat asal di mana tubuhnya lelah, r...