??

26 3 0
                                    

Guanian Adisastra, cowok kecil dengan wajah imut itu berjalan santai sembari bersenandung lagu dari Mahalini dengan judul Sial. Ia baru saja pulang dari tempat temannya yang jaraknya tak jauh dari tempat ia tinggal.

Tangan kanannya menenteng bungkusan berwarna kuning pemberian temannya tadi, sekotak donat bermerk itu ia bawa karena temannya yang memang tak menyukai manis hanya saja tergiur oleh promo dan membelinya.

"Enak banget jadi gue mah, bantuin ngerjain fisika 2 biji dah dapet donat enak kek gini"

Ia sesekali menendang kerikil yang menghalangi langkahnya, namun tak sengaja kerikil tersebut tertendang lebih jauh dan mengenai seseorang.

Seketika mulutnya terbuka lebar, didepannya terdapat seseorang berbadan kekar yang menatapnya datar.

"Mampus"

"Maksud Lo apa?"

Ia bertanya dengan tetap wajahnya yang datar, Guan ingin menghilang saja jika begini. Tubuh tinggi dan kekar itu nampak jauh berbeda dengan tubuhnya yang pendek dan kecil, sungguh perbedaan yang kontras.

"Maaf, ndak sengaja"

Yang lebih tinggi menyelidik dari atas hingga bawah lalu tersenyum menyeramkan seolah menemukan target selanjutnya.

"Ikut gue"

"Kemana?"

Guan bertanya polos, ia menatap heran lelaki didepannya itu.

"Ikut aja gausah banyak tanya"

Guan hanya mengangguk lalu mengikuti langkah lebar didepannya, ia sedikit berlari kala merasa tertinggal karena kakinya yang pendek.

"Tungguin, jalannya pelan pelan"

Guan berucap setelah kaki mungilnya merasa lelah dan memilih berhenti sejenak, yang lebih tinggi menoleh lalu berdecak kesal.

"Lemah"

Cibirnya namun diangguki Guan karena memang ia jarang sekali berolahraga, sekalinya olahraga ia akan berada di barisan paling akhir bersama para perempuan.

"Naik"

Guan termangu lantas menggeleng ribut, ia tak mungkin naik ke punggung lelaki di depannya itu. Ia akui memang badannya pendek hanya saja tubuhnya sedikit berisi jadi ia tak mungkin tega untuk menaiki punggung lebar itu.

"Ini masih jauh, gak mungkin kan kalo kita sampai disana malem banget"

"Yaudah besok aja, aku gak mau capek"

Guan berbalik namun tangannya dicekal kuat membuatnya sedikit meringis dan mencoba melepaskan cengkraman itu.

"Siapa yang bolehin lo pulang?"

"Sakit"

"Banci"

Guan diam, ingatannya berkelana pada beberapa tahun lalu.

Flashback

"Dih dasar banci gitu aja nangis"

Guan kecil menangis, ia mendapatkan luka di lututnya setelah mendapat dorongan dari teman berambut ikal itu. Guan yang waktu itu berumur sebelas hanya bisa menangis dan memegangi lukanya.

"Banci! Banci! Guan kayak Banci!"

Lelaki berambut cepak mangkuk itu meneriaki Guan dengan ekspresi menyebalkan, beberapa temannya yang lain mengerumuni Guan hanya untuk melemparkan hinaan membuat Guan menangis semakin kencang.

Kejadian seperti itu terus berlanjut hingga ia lulus sekolah menengah pertama, semua hinaan dan olokan ia dapatkan dari beberapa temannya. Sikapnya yang memang seperti perempuan membuat temannya yang jahil suka sekali menganggunya.

[BL] oneshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang