Bokuto terus mengikuti arah yang ditunjukkan pada ponselnya dengan berlari. Ah, andai saja ia punya sesuatu yang bisa ia kendarai, pasti tidak akan memakan waktu selama ini. Sesuatu yang Bokuto cari ternyata tidak begitu jauh dari sini, untunglah dirinya cukup pintar hingga tak melewatkan hal sepenting ini.
Saat kedua sosok yang amat ia kenali mulai terlihat, ia mempercepat langkahnya, diikuti lompatan akhir yang cukup besar, membuatnya lantas berada di tengah-tengah kedua orang itu.
"Hey ... hey ... HEYYYY!"
Kedua mata pria yang melihat Bokuto lantas membulat terkejut. Namun tak berselang lama untuk Akaashi yang langsung di dorong ke belakang oleh Bokuto agar menjaga jarak dengan Kuroo.
"Bokuto-san, bagaimana kau tau aku di sini?" tanya Akaashi tak lagi bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
Bokuto menoleh pada Akaashi, kemudian menunjuk dadanya sendiri sembari menampilkan senyum bangga. "Hehe, kau pikir siapa yang sudah menyetel pengaturan google maps di ponselmu, hah?"
Pikiran Akaashi lantas berputar kembali pada waktu kemarin, saat Bokuto tiba-tiba meminta pinjam ponselnya dengan alasan ingin mengunduh game, pasti saat itu.
"Jadi pada akhirnya, kau juga akan menghalangiku?" Kuroo membuat gerakan meregangkan otot-otot lehernya, hingga mengeluarkan suara bunyi gemeletuk tulang yang kentara.
Bokuto berkacak pinggang, tubuhnya menutupi Akaashi dengan sempurna. "Tentu saja, salah satu dari banyaknya peranku adalah menggantikan Kenma untuk menjaga Akaashi, apa kau lupa?"
Kuroo menyeringai, tubuhnya berada dalam posisi kuda-kuda siap menyerang, jemari tangan kanannya membuat gerakan menantang untuk Bokuto, meminta pria itu untuk maju duluan. "Kalau begitu selesaikan di sini, malam ini."
"Dengan senang hati." Bokuto ikut mengambil posisi terbaiknya, wajahnya jauh menjadi lebih serius dari yang biasa Akaashi lihat. Ia tidak menyangka jika pria yang biasanya selalu cerewet setiap detiknya, memiliki sisi serius seperti ini.
Kedua pria yang saat ini tengah menjaga jarak itu saling menatap, tengah mencoba menyiapkan serangan apa saja yang akan dilancarkannya, sekaligus menebak, teknik apa yang kira-kira akan dikeluarkan oleh lawan.
Kuroo siap lebih dulu, pria itu berlari untuk menyerang Bokuto yang masih dalam posisi diamnya. Kuroo tau, jika Bokuto bukanlah tipe penyerang yang berpikir pendek. Ia pasti akan menghindar, setelah melihat serangan yang dilancarkan lawan, barulah ia balik menyerang. Itu yang Kuroo tau tentang Bokuto dari masa lalu mereka.
BUGH!
Tapi seharusnya Kuroo tau jika seseorang bisa saja berubah, termasuk Bokuto. Bukannya menghindar, pria itu lantas menyerang dengan tendangan kaki yang lurus ke atas, hampir membentuk sudut 180 derajat, hal itu mengenai dagu Kuroo yang langsung mendongak ke atas.
Belum puas, Bokuto lantas mengubah arah tendangannya yang menjulang itu ke samping, hingga mengenai kepala Kuroo.
Pria jangkung itu oleng ke belakang, berusaha mempertahankan keseimbangan. Telinganya berdenging, diikuti pandangan mengabur karena tendangan yang mengguncang kepala.
Kuroo perlahan bangkit, punggung tangan digunakan untuk menyeka darah yang mulai mengalir dari bibir yang disebabkan dari tergigitnya lidah. Dia menyeringai. "Akhirnya! Aku sangat merindukan tendangan lemahmu itu, kawan! SERANG AKU LAGI!"
Melihat Bokuto yang mulai berlari lagi, Kuroo pun melakukan hal yang sama, dan ketika keduanya mulai mendekat, pertarungan sengit tak dapat terhindar lagi. Meninju, menendang, mengelak, menepis, semua terlihat begitu cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game of Destiny : Love, Friendship and Obsession
ActionAkaashi terjebak dalam kegelapan setelah kehilangan teman sejatinya, Kenma. Setiap upaya untuk membantunya pulih dari trauma yang dialaminya telah gagal, hingga ia bertemu dengan Bokuto, seorang pria ceria dan optimis. Meskipun awalnya Akaashi sulit...