⇢⁹ ˗ˏˋ Escape With You࿐ྂ

63 6 5
                                    

"Kau lepaskan kami ... atau aku akan melukainya!"

Pisau yang sebelumnya dipinjam dari Akaashi ia tempelkan tepat di nadi pria itu, bertingkah seakan ingin merobeknya. Ekspresi yang dimainkan pun dibuat seserius mungkin.

"Oi ... kau serius?" tanya Akaashi lirih, suaranya tercekat karena ketegangan yang meningkat di seluruh tubuh. Ia mendongakkan kepala lebih tinggi agar pisau itu tak mengiris nadinya.

Bokuto mendekatkan bibirnya pada telinga Akaashi, kemudian berbisik, "Maaf, tapi bisa kau ikuti alurnya saja? Hanya ini cara yang terpikirkan olehku."

"HEYY!" seru Kuroo. "Apa kau berniat mengancamku? Jangan pikir dengan menggunakan teknik murahan ini, aku akan takut denganmu!" Tangan Kuroo menuding ke arah Bokuto.

"Ha! Kau juga jangan meremehkanku! Berani mengambil selangkah ke depan, akan kusayat nadi pria ini!" balas Bokuto dengan berteriak pula.

"Kau mengatakannya seolah kau punya nyali untuk melakukannya! Tunjukkan padaku sekarang jika begitu!" Kuroo dengan tegas mengambil langkah ke depan, sama sekali tak termakan tipuan yang dibuat Bokuto.

Bokuto menggeretakkan giginya. Pisau ia posisikan di bawah dagu Akaashi, kemudian sedikit menekannya di sana.

"Akh—" Akaashi lagi-lagi tersentak, ia tak bisa lagi mendongakkan kepala lebih banyak lantaran tulang lehernya sudah mencapai batas. Darah menitik dari luka tusuk kecil yang dibentuk Bokuto.

Kuroo yang melihat itu tersulut emosi, ia lantas meraih ponselnya dari saku dalam jaket, mengetikkan sederet angka dengan cepat dan menyalakan panggilan. Ia merasa segala hal hari ini sangat menyebalkan saat pihak penerima telepon sama sekali tak menjawab panggilannya.

Sementara itu Bokuto dengan cepat menarik tangan Akaashi untuk pergi dari sana. Pisau tadi ia masukkan ke saku jaket, ia berencana mengembalikannya pada Akaashi ketika waktunya sudah mendukung.

Kuroo baru saja akan bersumpah untuk mencincang bawahannya itu ketika panggilan tiba-tiba diangkat. "Ya, Bos?"

"Sialan kau! Kenapa jawabnya lama sekali?!" Kuroo mengumpat pada layar ponsel yang menampilkan panggilan dengan Haiba Lev. "Target lolos! Kau perintahkan semuanya untuk bergerak! Jangan sampai mereka lolos, tutup semua jalan keluar!"

Di sisi lain, Lev yang merupakan pemimpin kelompok mematikan panggilan, kemudian menatap semua bawahannya. "Kalian dengar itu? Sampaikan pada anak-anak yang lain juga. Kita pergi sekarang."

Pria itu mulai menstarter motor ninjanya, diikuti dengan yang lain, menimbulkan suara deruman yang memantul di antara bangunan. Debu-debu kecil berterbangan saat motor-motor melintasi jalanan dengan kecepatan tinggi, meninggalkan jejak cahaya lampu.

"Untuk apa itu tadi?" tanya Akaashi dengan nada ketus. Punggung tangan kirinya menekan luka pada dagu yang sampai sekarang masih terasa perih.

"Sudah kukatakan aku minta maaf! Setelah ini kau bisa lakukan apa pun padaku sebagai balasannya," ujar Bokuto tanpa menoleh sama sekali. Tangannya menggenggam erat Akaashi.

Akaashi menatap Bokuto. Ada kelegaan di hatinya ketika ia berhasil berbicara dengan Bokuto seperti biasanya. Seakan masalah yang ada di antara mereka sebelumnya tidak pernah terjadi.

"Apa kau tau jalan keluarnya?"

"He!" Seringai bangga muncul di bibir Bokuto yang akhirnya menoleh pada Akaashi. "Aku sudah menghafal hampir semua jalan keluar-masuk daerah ini. Jadi, serahkan padaku!" ujarnya, terselip nada bangga pada kalimatnya.

Keduanya menjelajahi setiap sisi bangunan yang nampak seperti labirin, bangunan menjulang itu seakan siap menyesatkan ketika mereka salah mengambil langkah. Semua jalan pada gang terlihat sama, Akaashi bahkan tak yakin jika mereka hanya berputar pada satu tempat atau tidak.

Game of Destiny : Love, Friendship and ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang