Detak jantung Akaashi menjadi tak beraturan. Ia tidak bisa memutuskan, apakah ia harus membuka pintu atau lari bersembunyi. Ia juga tidak memiliki keberanian untuk sekedar mengintip melalui jendela.
Saat ia sibuk dengan semua pemikiran itu, jendela yang posisinya tepat di sebelah kanan pintu tiba-tiba bergerak, seperti didorong dari luar. Hal itu membuat nafas Akaashi tercekat. Ia bisa melihat tangan terbalut pakaian hitam itu menjulur ke dalam.
Walau sekilas, Akaashi melihat noda merah di telapak dan punggung tangannya. Tak salah lagi, dia ini pasti salah satu anak buah Kuroo. Asumsi terburuknya adalah orang ini adalah pria itu sendiri.
Mustahil bagi Akaashi untuk melawannya secara langsung. Maka dari itu ia lantas melarikan diri ke dapur dan bersembunyi di sisi kanan kulkas sembari berusaha untuk mengontrol nafasnya.
Telapak tangannya mulai berkeringat. Digenggamnya tongkat baseball lebih erat saat mendengar suara langkah itu semakin mendekat.
Ia rapatkan tubuhnya ke dinding saat pria itu mulai masuk ke area dapur. Seluruh tubuhnya dibalut jaket hitam, tudungnya pun ikut digunakan.
Cara orang itu berjalan amat perlahan. Akaashi mengerutkan kening saat pria itu malah menghampiri meja makan dan dengan gerakan perlahan menuang air pada teko kaca ke gelas untuk diminumnya.
Akaashi mengambil langkah senyap saat mendekati pria itu. Ia bahkan menahan nafas. Diangkatnya tongkat baseball, serta mengambil kuda-kuda menyerang saat ia tepat di belakang pria yang kini meminum air dari gelasnya.
Tepat saat pria itu menempelkan mulutnya ke bibir gelas, ia mengayunkan tongkat dan dengan sekuat tenaga memukulkannya pada kepala pria itu. Suara hantaman keras memenuhi ruangan diiringi dengan suara gelas pecah.
Akaashi bernafas dengan cepat saat melihat tubuh itu jatuh tengkurap ke lantai. Tudung si pria yang tadinya berwarna hitam, perlahan berubah menjadi warna merah tua.
Lagi-lagi ia melukai seseorang. Jika terus begini, suatu saat ia bisa saja menganggap dirinya tak berbeda jauh dengan Kuroo.
«────── « ⋅ʚ♡ɞ⋅ » ──────»
"Kasus ini akan segera kami tindak lanjuti."
"Terima kasih atas kerja samanya."
Oikawa melangkahkan kaki keluar dari kantor polisi. Ia baru saja melaksanakan tugas yang dipercayakan Bokuto.
Jemarinya menggeser foto-foto itu secara bergantian. Ia masih tidak menyangka jika pelaku yang mencelakai si kepala burung hantu itu adalah orang yang baru saja ia ajak bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game of Destiny : Love, Friendship and Obsession
ActionAkaashi terjebak dalam kegelapan setelah kehilangan teman sejatinya, Kenma. Setiap upaya untuk membantunya pulih dari trauma yang dialaminya telah gagal, hingga ia bertemu dengan Bokuto, seorang pria ceria dan optimis. Meskipun awalnya Akaashi sulit...