14. Ibnu Hafiz

465 15 0
                                    

السلام عليكم

بسم الله الرحمن الرحيم
Terbiasalah mengucapkan salam dan memulai dengan basmalah, dan jangan lupa dengan 🌟
Follow juga jangan lupa oke??

بسم الله الرحمن الرحيمTerbiasalah mengucapkan salam dan memulai dengan basmalah, dan jangan lupa dengan 🌟Follow juga jangan lupa oke??

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rindu terberat adalah rindu pada seseorang yang telah Allah panggil"

Haura Al Humairah

🌷🌷🌷

Sesuai dengan janji Azzam kemarin, pagi ini mereka pergi ke makam abah Adam, untuk mengobati rasa rindu Haura terhadap abah.

Perjalanan nya cukup jauh dari rumah mereka menuju tempat pemakaman, karena memang abah di makamkan di komplek dekat rumah ibu, sedangkan rumahnya yang sekarang ia tempati lumayan jauh karena berbeda daerah.

Cemas? Tentu, selalu ada khawatir pada diri Haura. Ia selalu meng-khawatirkan ibunya, karena ibu yang kini tinggal sendiri di rumah.

Tapi ia yakin, ibu akan baik baik saja tanpa nya. Karena rumah om ibra yang juga dekat dengan rumah ibu, om ibra yang akan menjaga ibu sesuai janji nya pada abah sewaktu abah masih hidup.

Satu jam perjalanan, akhirnya mereka sampai dengan selamat di TPU MEKAR SARI, mereka berjalan perlahan menuju pemakaman abah.

Gundukan tanah yang sudah di tumbuh rumput yang rapih, dengan batu nisan yang tertulis Adam al faruq bin Abdul  Faruq.

Haura, terduduk lemas di samping makam itu, menatap penuh rindu pada seseorang yang berada di dalam gundukan tanah itu.

Dengan lembut, Haura mengelus batu nisan itu. Ia menyenderkan kepalanya pada batu itu, tak ada yang bisa membuat nya hancur sehancur ini selain kehilangan abah.

Azzam yang berada tepat di samping Haura pun langsung memeluk sang istri, Azzam tau betapa rindunya Haura kepada sosok lelaki yang selama ini menjaga dan memberikan kasih sayang kepadanya.

"Abah, makasih banyak atas semua yang telah abah siap kan untuk Haura. Hadiah terbesar dari abah sudah sampai, bahkan dia datang bersama Haura ke sini." Monolog nya, dengan mata yang sudah mulai berkaca kaca.

"Abah,, kalau Haura tahu Azzam yang Abah maksud itu Gus Zai, mungkin sejak awal Haura tidak akan menerima dengan senang hati tanpa adanya beban pikiran yang terus menghantui Haura."

"Abah, sudah dulu ya, Haura pamit. Karna mas Zai ingin mengabdi, kasian kalau dia telat." Haura menghapus jejak air matanya, lalu menatap sang suami.

Azzam membalas tatapan itu dengan senyum yang membuat Haura nyaman.

Jodoh Di Sepertiga MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang