Langsung saja*****
-bulan berlalu-
Ananda sedang sibuk untuk bazar himpunannya, dia adalah salah satu panitia koordinator alat dan bertugas mengecek dan mencatat semua alat-alat yang mereka perlukan. Orang-orang mulai berdatangan dan memesan makanan/minuman pada panitia. Suara-suara tawa keras mahasiswa membuat tempat itu semakin ramai. Dian berlari kebelakang panggung menemui Ananda yang sedang cek alatnya.
"Apa alat-alat sudah siap?" Tanya Dian, Ananda mencatat beberapa alat yang rusak.
"Iya. Tapi, ada yang beberapa alat tidak bisa gunakan." Ucap lesu Ananda menunjukkan catatannya pada Dian. Dian melihat itu hanya mengangguk-ngangguk.
"Jangan memikirkannya, itu bukan alat inti. Sebaiknya kita bersiap untuk live music. Kita perlu melihat dan mengecek panggung juga sebelum digunakan."
Mereka kemudian mengecek sekeliling panggung dan merasa semuanya aman. Panitia mengundang beberapa musisi kecil di kotanya dan memberi izin untuk siapapun yang ingin menyumbangkan suaranya. Bazar itu berjalan dengan baik.Ananda masih sibuk memperhatikan semuanya hingga akhirnya..
"Hallo semuanya." Sapa seseorang yang berada di atas panggung.
"Lagu ini untuk Ananda." Merasa namanya dipanggil, Ananda melihat kearah panggung, Adan sudah berada di sana. Suara musik mulai mengiringi nyanyian Adan.
- Amnesia- 5 Seconds of Summer -
I remember the day you told me you were leavin'I remember the make-up running down your face
And the dreams you left behind, you didn't need them
Like every single wish we ever made
I wish that I could wake up with amnesia
and forget about the stupid little thingsLike the way it felt to fall asleep next to you And the memories I never can escape
Adan melangkah menuju Ananda dan berlutut seperti ingin melamar.
'Cause I'm not fine at all
Semua bertepuk tangan, membuat Ananda malu dan menyuruh Adan berdiri. Tiba-tiba, lampu mati..
Semua orang berteriak membuat Ananda panik, sebelum Ananda ingin mengecek saklar. Lampu-pun menyala.
"Hehehe, maaf lampunya dimatikan supaya agak romantis." Suara yang sangat Anandakenal. Dengan refleks ia kembali melihat ke arah panggung yang sudah ada Ilyas memegang gitar di sana. Ilyas melambaikan tangan pada Ananda yang melongo melihatnya.
Hmmm..
Ilyas mengecek mikrofonnya. Dan mulai memetik gitarnya.
- Itu aku - Sheila On7 -
Ribuan hari aku menunggumu
Jutaan lagu tercipta untukmu
Apakah kau akan terus begini?Masih adakah celah di hatimu
Yang masih bisa aku 'tuk singgahi?
Cobalah aku kapan engkau mauTahukah lagu yang kau suka? Tahukah bintang yang kau sapa? Tahukah rumah yang kau tuju?
Itu aku
Tahukah lagu yang kau suka?
Tahukah bintang yang kau sapa? Tahukah rumah yang kau tuju?
Itu akuDi belakang Ananda, sudah ada Ariel, Benny dan Adit yang ikut menontonnya.
"Yakk kenapa Ilyas mengubah lagunya? Katanya dia akan menyanyikan lagu mari bercinta." Protes Adit, Benny memukul kepala Adit karena tidak bisa berpikir kenapa Ilyas harus menyanyikan lagu itu di sini."Diamlah bodoh." Ucap tegas Benny dan kembali melihat Ilyas dari kejauhan.
Coba keluar di malam badai
Nyanyikan lagu yang kau suka
Maka kesejukan yang kau rasa (ah-ah-ah)Coba keluar di terik siang
Ingatlah bintang yang kau sapa Maka kehangatan yang kau rasaDengan samar, Ariel mendengar umpatan dari Adan yang terus mencela Ilyas dari bawah. Karena Ananda sangat fokus padanya.
"Kenapa kamu sangat menikmatinya? Bahkan suaranya sangat payah."
Ariel mendengar itu mengangguk dan...
"Betul, dan miskin walaupun seperti itu. Suaramu jauh lebih menjijikan." Ucap Ariel yang tidak disadari oleh Adan.
Tahukah lagu yang kau suka? Tahukah bintang yang kau sapa? Tahukah rumah yangkau tuju?Itu aku Tahukah lagu yang kau suka?
Tahukah bintang yang kau sapa?
Tahukah rumah yang kau tuju?
Itu aku Percayalah,
itu aku, uh-uh
Percayalah, itu aku, hu-hu, ho-oh-oh
Setelah bernyanyi, Ilyas berjalan ke arah Ananda. Ananda langsung berlari dan memeluk Ilyas yang sudah menunggunya."Kejutan."ucap Ilyas yang masih memeluk Ananda.
"Kenapa kamu tidak bilang?" Ananda semakin mempererat pelukannya, rasa rindunya sudah tidak tertolong. Walaupun sedikit sesak, Ilyas masih membalas pelukan tersebut.
"Sekarang aku di sini..." Ilyas melihat sekelilingnya ternyata mereka menjadi pusat perhatian membuatnya sedikit malu. Karena Ilyas lebih tinggi dari Ananda.
"Orang-orang memperhatikan kita" Bisik Ilyas pada Ananda. Namun, Ananda tidak memperdulikan itu dan tetap memeluk Ilyas. Melihat Ananda tidak ingin melepaskan pelukkannya, Ilyas melepaskan dirinya perlahan dan memegang bahu Ananda. Di belakang Ananda, ada teman-temannya yang mengisyaratkan apa yang selanjutnya
Ilyas lakukan. Dengan mantap, Ilyas ingin mengatakan...."Anand---" Belum selesai Ilyas berbicara, tangan Ananda lebih dulu ditarik kasar olehAdan. Tidak tinggal diam, Ilyas memegang tangan Adan dan menatapnya dengan tajam. Namun hal itu tidak membuat Adan gentar, dia tetap menarik tangan Ananda. Emosi Ilyas
tersulut ingin memukul Adan namun Ananda mencegahnya."Tidak papa, biar aku bicara dengannya" Tutur Ananda pada Ilyas. Ilyas melepas tanganAdan dan membiarkannya pergi.
Benny, Adit dan Ariel merangkul Ilyas. Lalu mereka menertawakan kebodohan Ilyas.
"Ingatlah kawan, Cinta sesungguhnya memberimu rasa bahagia yang dominan, bukan rasa sakit yang dominan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Seperti Angin
Teen Fiction"Seperti angin, aku senang terbang bebas hanya untuk menatapmu. Disaat hatimu merasa hembusan angin itu pergi, aku tetap ada di sekitarmu." -- Kanz Ilyas. Kisah ini menceritakan tentang seorang pemuda bernama Kanz Ilyas yang jatuh cinta pada teman m...