~Enjoy it guys~
Matahari beranjak semakin naik. Saat ini Kaivan dan Miss Viola berada di ruang keluarga. Setelah menyelesaikan sarapan pagi tadi, Tama pergi ke perusahaannya. Sedangkan Elina pergi ke ruang meeting di rumah itu bersama timnya.
Jangan tanyakan soal Garvi, laki-laki itu sedang berjumpa dengan teman-temannya. Katanya sih, sudah lama tidak bertemu, jadi harus ada sesi temu kangen.
Miss Viola menutup pintu kamar milik Kaivan. Sekarang hanya mereka berdua yang ada di ruangan itu. Kaivan duduk di kursi dekat balkon, lalu disusul Miss Viola.
"Kabarmu baik?" Tanya wanita berumur hampir di penghujung kepala dua itu.
Ia meletakkan tas brandednya disamping kursi. Lalu mengangkat gelas berisi teh hangat sebagai pendamping obrolan mereka.
"Baik." Balas Kaivan menatap lurus. Menurutnya halaman teras belakang rumahnya lebih menarik.
"Baik atau pura-pura baik?" Tanya Miss Viola.
Mendengar pertanyaan dari psikolognya, Kaivan menoleh. Menatap lawan bicaranya lumayan lama.
"Oke, kau baik." Final Miss Viola. Mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.
Miss Viola merogoh isi tasnya. Mengeluarkan sebuah buku catatan dan bulpoin hitam yang mengkilap serta beberapa barang lainnya.
"Aku punya ini. Mungkin kau mau coba?" Tanya Miss Viola. Ia meletakkan benda berbentuk botol berukuran sedang diatas meja.
Kaivan menatap benda dan lawan bicaranya bergantian. Setelahnya ia menghembuskan nafas, lalu menyandarkan punggung pada sandaran kursi.
"Aku tak memakai make up. Jadi tak perlu micellar water." Ucap Kaivan.
Jika boleh jujur, suasana hatinya sedang tidak baik. Sejak pagi tadi, dimana sang papa melarangnya untuk pergi ke Barcelona. Ia ingin marah, tapi tak bisa. Semua luapan emosinya hanya sebuah lelucon bagi keluarganya.
"Siapa bilang benda ini untuk wajahmu." Balas Miss Viola. Wanita itu mendekat, meraih tangan kiri Kaivan.
Kaivan hanya diam saja saat psikolog itu meraih lengannya, lalu mengelus permukaan itu dengan pelan.
"Kenapa kau bisa terpikirkan cara ini?" Tanya Miss Viola. Ia tetap mengelus lengan bawah tangan anak laki-laki di depannya dengan perlahan.
Mendapati Kaivan hanya diam, wanita itu kembali angkat bicara "Dari kepribadianmu, aku bisa simpulkan bahwa kau bukan tipikal pria yang memakai riasan wajah. Jadi, dapat dari mana kau concealer untuk menutupi bekas sayatan ini?"
Kaivan menarik paksa tangannya. Menurutnya pertanyaan ini sudah menjurus ke ranah pribadi. Ia merasa tak nyaman dengan pertanyaan yang baru saja terlontar dari mulut lawan bicaranya.
"Aku tak akan memaksamu untuk bercerita banyak hal termasuk perbuatanmu itu." Miss Viola menegakkan kembali tubuhnya. Memilih bersandar di kursi dengan kaki bersilang.
"Tapi, jangan salahkan aku. Jika beberapa hari kedepan entah orangtua atau kedua kakakmu tahu perihal ini." Lanjut Miss Viola.
"Aku mengambilnya di meja Kak Jessie." Kaivan berucap. Mau bagaimanapun, sepertinya psikolog tetaplah psikolog. Bisa saja kau berbohong di mulut, tapi tindakanmu tidak akan luput dari penglihatan mereka.
"Dan dia tidak curiga ada barang miliknya yang hilang?"
Mendengar pertanyaan itu, Kaivan mengangkat bahu. "Saat itu aku mengambil di meja rias saat ia akan berangkat syuting. Mungkin hanya timnya yang menyadari. Tapi itu bukan masalah besar, karena kak Jessie bukanlah orang yang akan merepotkan masalah kecil."
KAMU SEDANG MEMBACA
KALOPSIA
Teen FictionBersembunyi dibalik puluhan bidikan kamera dan menjadi bayangan ditengah gemerlapnya kepamoran yang membuat banyak orang terkesima. Dia Kaivan, sosok yang disembunyikan. ❌Dilarang keras menjiplak dan meniru isi cerita dan alur. Karya ini memiliki ha...