6

2.3K 256 19
                                    

~Enjoy it guys~

Sore ini menjadi hari terakhir Garvi sebelum pergi ke Barcelona. Sejak pagi tadi, Kaivan sudah mencoba merayu mamanya untuk memberikan izin agar bisa ikut dengan kakak laki-lakinya itu.

"Garvi pergi ke Barcelona untuk perjalanan bisnis, bukan liburan Kaivan." Suara itu berasal dari Tama. Ia mendekati anak bungsu dan istrinya yang berada di ruang santai setelah mengganti jas kerjanya menjadi pakaian santai.

"Iya, aku mengerti." Kata Kaivan. Ia tak menyerah dalam negosiasi ini.

"Jika mengerti, kenapa kau masih saja ingin ikut ke Barcelona? Disana tak banyak yang bisa kau lakukan." Tama memberi argumen.

"Bukan di Barcelona saja, di rumah pun tak banyak yang bisa ku lakukan." Gumam Kaivan.

"Setidaknya, aku bisa berjalan-jalan di sekitar hotel. Aku bosan berada di rumah terus pa." Kaivan benar-benar duplikat papanya. Tak mau kalah dalam berdebatan.

"Kita akan pergi ke Italia minggu depan. Papa akan mempercepat jadwal penerbangan." Tama memberi keputusan final.

"Kai, turuti saja apa kata papa. Nanti, Garvi akan bergabung bersama kita di Italia." Sang mama memberi solusi agar debat ini cepat selesai sebelum makan malam tiba.

✨️

Sebagai permintaan maaf, malam ini Garvi tidur di kamar Kaivan. Mungkin dengan beberapa percakapan sebelum tidur bisa membuat adiknya berhenti merajuk.

Si sulung itu tidak berhasil memenangkan debat dengan orang tuanya untuk membawa Kaivan pergi ke Barcelona. Ya mau bagaimana lagi, Kaivan akan tetap menjadi anak kesayangan mereka.

"Jessie akan pergi bersamamu minggu depan." Ucap Garvi ditengah percakapan mereka soal menu makan malam tadi.

"Ia sudah menghubungi pihak management untuk menunda sementara semua jadwalnya." Lanjutnya.

Kaivan menoleh kearah kakaknya yang bersandar di kepala ranjang. Dirinya sibuk memilih kamera mana yang akan dibawa ke Italia untuk liburan mereka. Pada akhirnya, ia hanya bisa mengalah dan menuruti ucapan kedua orang tuanya.

"Lalu, kau?" Tanya Karvi menanggapi.

"Aku akan mempercepat pertemuan bisnis itu tak kurang dari seminggu. Ku pastikan, aku akan lebih dulu berada di Italia."

Karvi mengangguk, "Jika pertemuan berlangsung sulit, kau tak perlu berusaha keras untuk itu. Kau bisa menyusul kami kapan saja."

Mendengar jawaban adiknya membuat Garvi tersenyum. Tak menyangka jika adik bungsunya itu sudah tumbuh besar dengan pemikiran yang lebih terbuka.

"Ya, tentu." Balas Garvi menutup pembicaraan mereka malam itu.

✨️

Sepuluh menit yang lalu, pesawat pribadi milik Tama berhasil mendarat di bandara. Beberapa koper dibawa oleh sejumlah bodyguard. Tama keluar dari pintu pesawat bersama Elisa. Selanjutnya diikuti Jessie dan Kaivan.

Kaivan melihat sekitaran bandara yang sibuk, mencoba meraup udara kota Venesia sebanyak-banyaknya. Katanya, ini udara kebebasan.

Ya, kota Venesia menjadi destinasi keluarga itu. Kota yang terkenal dengan seni dan bangunan arsitektur berhasil membuat Venesia dinobatkan sebagai kota mode di Abad 19 hingga 20.

Ada banyak tempat mewah yang ditawarkan di tempat ini, sehingga Venesia menjadi pusat mode bagi orang kaya dan terkenal. Jadi tak heran jika nanti akan bertemu selebritis atau orang berpengaruh yang sedang berlibur di Venesia.

Lalu, tak heran juga Tama mau menghabiskan jutaan euronya untuk berinvestasi pada bangunan seni serta jejeran hotel berkelas di Venesia. Uangnya akan bertambah berkali-kali lipat.

Kamera Leica Q type 116 pemberian dari Jessi mengalung di leher Kaivan. Ia sudah memotret banyak gambar saat di pesawat tadi dan tak sabar untuk kembali memenuhi memori kamera dengan pemandangan Venesia lainnya.

"Kau sudah menghabiskan makananmu?" Tanya Tama.

Kaivan mendengus kesal, kenapa papanya itu tak mengetuk pintu lebih dulu. Memang pria itu memiliki kartu akses kamarnya, tapi ayolah kalau begini caranya tak akan ada privasi bagi dirinya.

Kaivan menoleh kearah piring yang terpaksa ia kosongkan isi diatasnya. Sungguh, semua makanan itu masuk kedalam perut dan tidak berakhir di tempat sampah.

Bukan tanpa alasan, sebelum pergi ke kamar hotel papanya itu sudah memberi ancaman jika tak menghabiskan makanan maka jadwal jalan-jalan mereka akan batal. Aish, menjengkelkan.

"Apa kak Garvi sudah tiba?" Tanya Kaivan. Ia sedang mengganti memori kameranya dengan kapasitas yang lebih besar. Nanti malam akan ada festival film Venesia, jadi ia bertekad memotret banyak gambar.

"Ia akan tiba satu jam lagi." Jawab Tama. Ia membuka gorden kamar anaknya dengan lebar, membiarkan cahaya matahari masuk menjadi leluasa.

"Untuk apa dia ke Amalfi?" Tanya Kaivan. Setelah menyelesaikan urusan kameranya, ia membuka koper. Membongkar isi didalamnya.

"Katanya sih membeli kapar pesiar. Papa tak tau pasti." Mendengar ucapan papanya membuat Kaivan membolakan mata.

Dia tau Amalfi kota yang dikelilingi bukit dan pegunungan yang menghadap langsung ke laut. Tapi, tidak harus membeli kapal pesiar kan?

Gila kakaknya itu, apa dua kapal pesiar yang dimiliki papanya masih kurang?

"Kenapa harus menghabiskan banyak uang untuk hal tak berguna. Kita tak selamanya tinggal di Venesia atau pindah ke Amalfi bukan?" Kaivan menoleh sejenak kearah Tama sebelum melanjutkan acara membongkar kopernya.

"Selama Garvi memakai uangnya sendiri untuk membeli apapun yang diinginkan, papa tak masalah." Tama memberi jawaban yang simpel.

"Selagi itu bukan memakai uang papa, maka biarkan saja. Kau juga tidak perlu cemas, Kai. Kau tak akan jatuh miskin hanya karena kelakuan Garvi." Lanjut pria itu.

Kaivan menghela nafas pasrah, ya biarkan saja kakaknya itu berbuat sesuka hati.

-

Next? Comment and Vote

Salam Rynd🖤

KALOPSIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang