Malam ini aku puas sekali. Akhirnya jadwal kontrol behelku tinggal sekali-dua kali lagi. Yah, mungkin hanya perlu kontrol 3 atau 6 bulan sekali setelah pemasangan retainer. Atau mungkin tidak perlu sama sekali?
Well, entahlah, ini hal bagus. Omong-omong soal behel, aku pernah ketakutan setengah mati ketika membayangkan diriku mati muda dengan rangkaian logam masih tertempel erat di gigiku. Sangat konyol, ya, aku tahu.
Bicara soal kematian, tetanggaku baru saja meninggal. Kira-kira dua jam yang lalu. Aku tidak terlalu mengenalnya, tapi kami-aku dan keluargaku-selalu berkunjung ke rumahnya saat lebaran. Beliau adalah orang baik, raut wajahnya lembut khas seorang ibu paruh baya. Terakhir kali aku ke rumahnya, ia terbaring lemah di atas tempat tidur. Kakinya bengkak karena kadar gulanya melejit naik. Diabetes Melitus-penyakit menyebalkan yang membuatku kehilangan banyak orang yang kucintai.
Sepulang dari mengunjungi dokter gigiku, aku berhenti tepat di depan rumahnya karena tertahan lampu merah. Ramai manusia duduk di beranda rumah. Dengung kasak-kusuk tumbuh diantara mereka, mungkin membicarakan berbagai kemungkinan tentang penyebab kematiannya. Padahal sudah jelas karena gula!
Mereka juga membicarakan anak tertuanya yang tinggal di luar kota, menduga kapan mereka tiba agar sang ibu bisa segera dimakamkan. Mengamati semua itu membuatku mulai merangkai hal-hal menyeramkan dalam kepala. Jika aku mati, adakah yang akan datang untuk mengantarku ke pemakaman? Adakah yang akan menyisihkan waktu sepulang kerja atau bahkan di tengah pekerjaannya untuk datang ke pemakamanku? Siapa yang datang ke pemakamanku saat aku mati nanti? Adakah orang yang kusayang diantara mereka semua atau malah ada seseorang yang tak terduga, mungkin mereka yang dulunya kusakiti sedemikian rupa?
Jika aku mati, mungkin orang yang peduli akan mengantar dan ikut menguburkan. Keluargaku mungkin akan berdiam lebih lama sembari menatap tanah merah yang masih basah. Setahun, dua tahun, bertahun kemudian semua orang akan mulai melupakan-mungkin mereka akan berkunjung setahun sekali sesaat sebelum bulan puasa atau saat lebaran. Yah, pada akhirnya semua orang akan mulai lupa dengan suaraku, gaya berjalanku, caraku tersenyum, semuanya. Semuanya.
Aku baik-baik saja. Mereka tidak salah, sama sekali tidak layak disebut kejam. Karena aku pun demikian. Aku, gadis kecil yang dulu meraung minta tinggal di kuburan bersama ayahku pun sekarang dengan mudahnya lupa. Lupa segala detail kecil tentangnya. Terlihat seperti anak yang kurang ajar, kan? Sangat.
Aku sudah mengutuk diriku berulang kali karena hal ini hingga akhirnya aku belajar memahami bahwa melupakan orang yang telah lama meninggal adalah manusiawi. Melupakan bukan berarti berhenti mendoakan kan? Tidak apa-apa bila pada akhirnya kita mulai sulit mengingat segala hal tentang mereka secara terang dan jelas. Semuanya akan terasa samar di ingatan dan itu tidak apa. Bukankah hubungan akan menguat bersamaan dengan doa yang dipanjatkan tulus kepada Tuhan?
Ruang Tengah, 1 Juni 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAPPED
RandomManusia punya seribu cara untuk melarikan diri dari rasa sesak akibat terjebak. Bagiku, menulis adalah jalan kabur paling bijaksana. Saat kamu membaca tulisanku, di tempat dan waktu yang lain, aku sedang kacau. Entah karena sedih, kecewa, terluka, a...