Life sucks and I fucked up.
Ramai orang berbicara, katanya menjadi dewasa itu tidak mudah. Bagiku, seorang gadis dengan kepang dua dan pita warna-warninya bertahun-tahun lalu, menjadi dewasa itu menyenangkan. Bagaimana tidak? Menjadi dewasa berarti kita diberi kebebasan untuk memilih. Memilih untuk tinggal atau pergi. Memilih untuk memaafkan atau terus menyimpan luka. Memilih untuk menghasilkan uang, alih-alih terus meminta pada orang tua.
Nyatanya? Mengecewakan. Mungkin aku termasuk satu dari banyak manusia kufur nikmat di dunia ini, sebut saja begitu, tapi aku ingin sekali menyerah. Menyerah karena telah dikalahkan. Menyerah karena bahkan untuk berjuang saja sudah tidak ingin.
Rasanya hambar dan aku muak.
Rasanya kebas dan aku ingin sekali marah, semarah-marahnya. Tapi, muak pada apa? Marah pada siapa? Dulu, aku berusaha, berusaha begitu keras. Dan setelah kupikir-pikir, hidupku yang sekarang ingin kuubah seperti dulu.Dulu, aku cemerlang. Semuanya penuh warna cerah. Dulu, aku berbinar. Segalanya sempurna.
Sekarang, entah apa, aku hanya bisa meraba. Bahkan meski sudah meraba, aku tetap tidak bisa mengenali.
Aku orangnya bagaimana? Lupa.
Apa yang kusuka? Tidak tahu.
Kapan aku merasa paling bahagia? Lupa.
Siapa yang paling kusayang? Tidak tahu.
Dimana aku bisa menemukan diriku yang utuh? Tidak tahu.
Last question, mengapa aku bertahan dan tidak menyerah lebih cepat? Karena takut masuk neraka.Alasan bodoh dan lemah, tapi cukup bagus untuk mencegahku melantur lebih lama.
Ruang Tengah, 3 Feb '24
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAPPED
RandomManusia punya seribu cara untuk melarikan diri dari rasa sesak akibat terjebak. Bagiku, menulis adalah jalan kabur paling bijaksana. Saat kamu membaca tulisanku, di tempat dan waktu yang lain, aku sedang kacau. Entah karena sedih, kecewa, terluka, a...