Hybrid Baby Daily
•
•
•
Jaeyun bergelung dengan handuknya di atas ranjang, mulutnya sibuk menghisap pacifier sejak tadi, tangannya memainkan boneka bebek kesayangan sesekali matanya bergulir melirik Heeseung yang tengah memakai baju.
Dia meninggalkan Jaeyun bermain dengan bonekanya untuk gilirannya mandi. Biarkan bayinya hanya terbungkus handuk tanpa berpikir Jaeyun kedinginan atau tidak.
"Pakai baju dulu," membawa peralatan Jaeyun. Dia segera membuka handuknya, mengoleskan minyak dan bedak bayi pada sekujur tubuh Jaeyun sebelum memakaikan kaos putih polos dengan celana pendek, "hari ini Jaeyun ingin sarapan apa?"
Lelaki bermarga Lee itu melepaskan pacifier yang sejak tadi bertengger di mulut anaknya.
"Cup ayam!"
"Kenapa Jaeyun suka sup ayam?" Tanyanya sembari memakaikan si bayi baju.
"Cuka, Jeyun cuka cup ayam. Macicoyooo...""
"Tidak suka yang lain?"
"Telul mata capi, Jeyun cuka cekali~"
"Bibi Naya sudah masak sup ayam dan telur mata sapi. Nah, sekarang kita ke ruang makan."
Lelaki bermarga Lee menggendong tubuh Jaeyun menuju ruang makan, mendudukkan tubuh kecilnya di kursi bayi sembari memasangkan celemek bergambar bebek kecil-kecil.
Jaeyun sudah belajar makan sendiri, kendati sesekali harus tetap dibantu oleh ayahnya. Tapi rasanya, pagi ini lebih baik disuapi, "daddy saja. Jaeyun sudah mandi."
"Aaaaa~ waeee?"
"Daddy ingin menyuapi bayi kecil ini."
"Jeyun becal!" Ungkapnya sembari merentangkan tangan di udara, memberitahu Heeseung bahwa dia sudah besar.
Tapi sang ayah lebih mencari aman daripada Jaeyun kotor lagi dan harus mandi lagi. Makanpun jadi lebih cepat jika dia yang menyuapi.
Setelah makan, Heeseung melepaskan Jaeyun begitu saja. Membiarkan bayinya berkelana mengitari rumah. Merangkak dari sudut ke sudut mencari mainan yang dia suka. Sesekali berjalan sembari berceloteh dengan bahasa yang hanya dia sendiri yang paham.
Heeseung? Nontot TV.
"Daddy, daddy!" Belum lima menit di lepaskan, Jaeyun berhasil menggulingkan keranjang mainannya. Mendorong kereta mainan dan mendudukkan boneka bebeknya disana, "Puyo naik cini. Naik keleta puna Jeyun."
Heeseung hanya mengamati sembari meremat rekotnya gemas, posisi duduk Puyo terlalu ke ujung, takut kejengkang. Tapi sudahlah, beberapa kali Puyo juga terjerembab gara-gara dorongan keras pemiliknya.
"Duduk yan benal, cebal cekali. Puyo dudukna yan benal.." rengekannya makin menjadi.
Baju kodok selutut itu tampak montok dibagian bokong. Jaeyun memang montok, montok karena popok.
"Dudukna yan benal!"
"Jangan marah-marah sayang."
"Jeyun cebal!"
"Sebal?"
"Ne!" Mata bulatnya menatap sinis Puyo yang diam tidak tau apa-apa. Bagaimana lagi, boneka bebek cilik berkacamata itu memang tidak bisa duduk. "Eungggg— daddy, daddy!"
"Daddy harus apa Jae?"
"Puyo dudukna yan benaaal!"
"Astaga bocah ini." Mau tidak mau dia harus merelakan tontonannya. Menghampiri si bayi yang duduk dengan bibir mengerucut sebal, dia terus menunjuk-nunjuk Puyo di atas kereta mainannya, "sini, Jaeyun saja yang duduk sambil memeluk Puyo. Daddy yang dorong."
Jadi, sekarang Heeseung yang mendorong kereta mainan berisi Jaeyun dan Puyo. Sementara penumpangnya sibuk tertawa ketika Heeseung sedikit mempercepat lajunya.
"Lagi! Lagi doyoooong!"
"Huh, mau kemana tuan kecil?"
Jari kecil Jaeyun langsung menunjuk arah jendela besar di sudut ruang, yang menghubungkan dengan taman, "cana, pelgi cana mitel yi!"
"Mister Lee," koreksi ayahnya.
"Mitel yi! Cana, cana!"
"Baiklah, keretanya meluncur tuan kecil."
"Kyaaa~ hahaha.... Lagi, doyong!"
Heeseung tergelak, kenapa tawa bayi ini sangat menggemaskan. Menghidupkan suasana yang dari pagi mendung diguyur gerimis.
Si bayi dengan baju kodok itu tertawa, telinga puppy-nya tak henti bergerak disusul ekornya yang mengibas udara dengan riang. Memeluk boneka bebek kesayangannya, mata bulat Jaeyun memandang penasaran hujan yang mengguyur rumahnya dari jendela.
Heeseung sengaja melakukan pemberhentian di samping jendela sesuai mau bayinya.
Bibir yang selalu basah terkena liurnya mulai berceloteh penasaran, "apatcuh?"
"Hujan."
"Cowel?"
Ya, mirip air yang keluar dari shower saat Jaeyun mandi. Tapi jelas bukan. "Hujan, airnya banyak sekali. Kalau Jaeyun keluar, nanti langsung basah."
"Oooooouu~"
Padahal ayahnya yakin, Jaeyun tidak begitu paham akan penjelasannya. Tapi respon serius si bayi benar-benar sukses membuat Heeseung tergelak lagi.
Ekornya kembali mengibas, Jaeyun kembali meminta ayahnya, "doyong lagi!"
"Kemana lagi tuan kecil? Sudah puas melihat hujannya?"
"Beyum. A-aaa doyong lagi daddy~"
Heeseung memilih memasang tali keretanya, menarik kereta mainan Jaeyun dari depan dengan posisi berdiri dari pada berjongkok. Punggungnya lumayan pegal ternyata.
"DOYONG LAGI! DOYOOOOONG!"
"Tarik."
"Tayik lagi! Tayiiiiik!"
Itu bertahan sampai sepuluh menit lamanya. Heeseung sudah membawa penumpangnya keliling rumah. Pekikan-pekikan bayinya juga sudah tidak terdengar antusias lagi. Dia menunduk, memperhatikan bayinya yang sibuk menyedot bibir atasnya seolah-olah menghisap dot.
Mata bulat itu sedikit berlinang, dia menatap ayahnya, "Daddy cucu."
"Tunggu disini, daddy buatkan susu dulu."
"Ciyo!" Mengangkat kedua tangannya ke udara, segera Heeseung menggendongnya. Kepalanya langsung lunglai di pundak sang ayah, "cucuuu.."
"Sebentar sayang."
"Daddy, daddy..."
"Hmmm...."
Membawa Jaeyun ke kamar, sengaja dia tidurkan bayinya disana. Hujan sepertinya tidak akan reda sampai sore. Sadar sudah memasuki musim penghujan, sepertinya ayah muda ini harus terus memastikan kesehatan putranya.
Lupa lagi. Heeseung memeriksa catatannya di ponsel sembari memegang botol susu putranya, ia memiliki janji dengan sang bibi untuk membawa Jaeyun ke laboratorium. Jaeyun belum mendapatkan suntikan vitamin bulan ini.
Kembali mengabaikan ponselnya, dia memperhatikan pipi tembam yang bergerak samar seiring hisapannya.
Ting!
Sunghoon
Seung, bagaimana jika kita adu Jaeyun dan Ddeonu di taman sambil hujan-hujanan?
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐇𝐘𝐁𝐑𝐈𝐃 𝐁𝐀𝐁𝐘 𝐃𝐀𝐘𝐒
FantasíaLee Heeseung mengadopsi bayi hybrid atas rujukan sang bibi. Mengharuskan dia menjadi ayah muda dan menghabiskan seluruh waktunya untuk si bayi yang selalu menjeritkan kata 'daddy' setiap hari. "Sudah belum?" "Beyum." "Kenapa kau posesif sekali? biar...