🍃🍃🍃
"Saya akan mengambil kamar sebelah untuk beristirahat. Kalau ada sesuatu, kamu bisa mengetuk atau menghubungi saya."
Bumi bersiap pergi dengan membawa satu selimut dan tas kerja miliknya. Dia tentu masih harus mengerjakan tanggung jawab pekerjaannya karena belum mengajukan cuti. Lelaki itu bahkan masih belum percaya jika ia menikah hari ini.
Kenapa Bumi tidak tidur bersama Estella yang kini telah menjadi istrinya?
Tentu saja karena Bumi tidak ingin wanita yang kini menjadi istrinya itu merasa tidak nyaman. Menjadi suami istri bukan berarti ia bebas memaksakan kehendaknya. Bumi tetap menghargai Estella meski wanita itu juga tak memintanya untuk tidur di kamar terpisah.
Tapi anggukan yang Estella berikan membuat Bumi yakin jika keputusannya sudah benar. Tidur dengan orang asing memang akan terasa aneh dan tidak nyaman. Dan Bumi tidak ingin Estella meras tidak nyaman.
"Apa saya perlu mematikan lampunya?"
"Tidak."
"Baiklah. Selamat malam."
"Malam."
Bumi tersenyum sebelum meninggalkan kamar. Mendapatkan balasan singkat seperti itu saja sudah membuat hatinya begitu senang.
Sementara Estella masih terdiam dengan posisi yang sama. Duduk menyender pada kepala tempat tidur. Dia masih belum mengantuk meski tubuhnya terasa lelah luar biasa. Setelah pembicaraannya dengan Bumi tadi, bukannya malah lega, Estella malah merasa semuanya terasa semakin berat.
Bumi memang orang yang baik. Ia bisa menjamin itu meski ia belum mengenal dengan baik si lelaki. Tentu saja karena Mario yang bertahun-tahun berteman dengan lelaki itu sehingga Estella sedikitnya bisa menilai bagaimana lelaki yang sekarang menjadi suaminya.
Lelaki itu menjanjikan semua kebaikan untuknya. Tapi Estella sendiri tak yakin bisa memberikan sedikit saja. Bukan hanya soal hati, tapi juga soal bagaimana ia harus bersikap pada Bumi. Estella menyadari sikapnya pada orang baru dan tidak begitu dikenalnya begitu buruk dulu. Maka sekarang ia harus merubah itu. Setidaknya pada Bumi.
Kini netranya bergulir melihat setiap sudut kamar yang ia tempati. Wangi Bumi begitu memenuhi ruangan ini. Dilihat dari mana saja ia yakin jika kamar ini adalah kamar sang suami. Nuansa kamar yang monokrom. Tidak banyak hiasan yang ada. Ada rak buku di sebelah meja. Ada dua buah foto yang menghias dindingnya. Dua-duanya adalah foto Bumi saat wisuda. Satu foto berisi dirinya sendiri. Ia begitu ingat saat itu kakaknya memaksa Bumi untuk berfoto sendirian.
Ingat? Ah... jawabannya bisa dilihat di bingkai kedua. Dimana Bumi berfoto bersama Mario, dirinya dan sang mama. Memang keduanya berjanji untuk wisuda dan meraih gelar bersama. Dan keinginan itu tercapai. Tidak ada keluarga yang hadir di wisuda Bumi. Maka mama mereka yang baik hati mengajak sahabat kakaknya itu untuk merayakan kelulusan bersama. Bumi juga diajak untuk makan bersama dan menginap di rumah mereka.
Kala itu Estella merasa biasa saja. Meski lebih banyak diam, dia ikut merasakan senang. Apalagi ia tahu bagaimana hubungan Bumi dengan keluarganya yang kurang harmonis. Tidak ada perasaan dan firasat khusus. Apalagi ia tahu kemungkinan setelah kelulusan, kakaknya dan Bumi tidak akan bisa sering bertemu. Hanya saja... permainan takdir itu tak bisa ditebak.
Sekian tahun tidak pernah bertemu, ia malah dipertemukan dengan lelaki itu dalam keadaan yang tak pernah diduga. Bertemu di altar dan mengucap janji bersama. Belum lagi kondisinya saat ini yang masih sulit ia terima.
"Mungkin aku sudah gila."
Hanya itu yang bisa diucapkan Estella.
🍃🍃🍃
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason Why
FanfictionBegitu banyak kata seharusnya, namun semua tetap membuatnya kecewa.