Dipandanginya kembali foto hitam putih itu untuk kesekian kalinya itu dengan perasaan tak menentu. Kadang ada perasaan bahagia, kadang ada perasaan merana, tapi kadang juga tak terbaca. Estella tak tahu bagaimana mendeskripsikannya. Rasanya dia belum menerima, namun juga tidak menolaknya.
Tapi ketika melihat ekspresi Bumi yang melihat wujud dalam gambar itu untuk pertama kalinya... Estella merasa memang sudah benar ia mempertahankannya.
"Mungkin Vero benar." Gumamnya.
Wanita itu kembali memikirkan ucapan sahabatnya. Mungkin saat ini saatnya untuk mengalah pada perasaan. Estella yang terlihat kuat nyatanya juga butuh sandaran. Ia tak sekuat yang terlihat. Hatinya begitu rapuh dan air matanya mudah luruh. Apalagi ketika menghadapi masalah sepelik ini.
Inginnya ia mengalah pada perasaan, tapi di sisi lain takut terluka karena harapan. Bukan tak mungkin Bumi bisa berubah pikiran di hari kemudian meski sekarang terlihat mencintainya mati-matian. Ia tak pernah percaya cinta selain cinta kedua orang tuanya. Kakaknya pernah tersakiti karena cinta hingga lelaki itu memilih untuk bermain-main dengan cinta saja.
Sedangkan dia...
Sudah dibilang dirinya tak percaya cinta selain cinta kedua orang tuanya. Semua lelaki yang menyatakan perasaan pada kenyataannya juga tidak memiliki cinta untuknya. Yang terbaik karena rasa kagum hingga hanya mau numpang tenar saja. Tak ada yang benar-benar memiliki rasa padanya.
Lalu mantan kekasihnya??
Lelaki itu semakin membuatnya tak percaya dengan yang namanya cinta. Estella pernah mencoba untuk percaya, tapi lelaki itu memilih untuk mengkhianatinya. Dan kini ketika semua memintanya untuk kembali percaya, rasanya ia tak bisa.
Bumi terlalu baik untuknya yang buruk.
Kalimat itu yang selalu terngiang dalam pikiran. Estella merasa ia tak sebanding dengan lelaki yang kini menjadi suaminya. Bumi bisa mendapatkan wanita yang lebih baik tapi lelaki itu malah memilih untuk menikahinya. Menikahi dirinya yang telah cacat. Estella tak akan pernah menyalahkan lelaki itu jika memang tak akan bisa menerima anaknya kelak di masa depan. Tapi ketika mengingat kembali binar di mata Bumi siang tadi, Estella kembali memikirkannya.
"Estella..."
Tubuh Estella sedikit tersentak kala tiba-tiba sebuah suara memanggilnamanya. Suara merdu namun dalam yang telah ia hafal karena sering mendengarnya.
"Oh astaga...maaf...aku nggak bermaksud buat kagetin kamu."
Bumi langsung bersimpuh di depan istrinya untuk melihat bagaimana ekspresi Estella. Takut-takut jika istrinya merasa tak nyaman.
"Estella?"
"Nggak apa. Salahnya aku yang ngelamun." Jawab Estella.
Wanita itu menarik lembut lengan suaminya untuk bangkit dan duduk di sampingnya. Bumi lalu bisa melihat dengan jelas benda yang sedari tadi ada di tangan sang istri. Foto USG yang beberapa hari lalu mereka dapatkan setelah pemeriksaan kandungan Estella untuk pertama kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason Why
FanfictionBegitu banyak kata seharusnya, namun semua tetap membuatnya kecewa.