Bab 06

112 17 12
                                    

Selamat Membaca

Archie baru selesai melaksanakan sholat malam dua rakaat. Dia duduk termenung selepas berdoa. Dia kembali teringat obrolannya dengan pak Adnan, tiga hari terakhir kemarin. Dan kini Archie memantapkan hati untuk membicarakannya pada papah Bagas.

Diambilnya ponsel yang tergeletak di atas meja, dan mencari kontak bernama 'Papah'.

Pada deringan pertama, panggilan belum diangkat oleh papa. Sampai deringan ketiga masih belum diangkat, membuat Archie melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 11 malam. "Apa Papa sudah tidur? Biasanya belum," pikir Archie.

"Hallo! Assalamualaikum, Bang. Ada apa?" Sambungan terhubung dan suara papa Bagas menyapa membuat senyum Archie terbit tanpa dia sadari.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah, maaf Abang telpon malam-malam. Papa sudah tidur?" Tanya Archie dengan nada lembut.

"Belum. Ada apa, Bang? Nggak biasanya Abang telpon Papa. Paling ke Mama," ucap papa Bagas dengan maksud menyindir.

Bukannya tersindir, Archie malah tertawa pelan mendengar hal tersebut. "Hahaha. Maaf, Pa. Tapi Abang yakin, sangat yakin. Mama bakal cerita ke Papa kalo abis telponan dengan Abang." Ujar Archie dengan percaya diri.

"Ya, Mamamu selalu melaporkannya pada Papa. Terus, Abang telpon ada apa? Pasti penting."

"Abang mau izin ke Papa."

"Izin apa?" Tanya papa Bagas.

"Abang izin mengkhitbah seorang gadis, Pa." Jawabnya jujur.

"Abang serius?" Tanya papa Bagas dengan tegas, walau awalnya ada rasa terkejut dan rasa tak percaya dengan ucapan Archie.

"Abang serius. Mana mungkin Abang berani bohong tentang masalah seperti ini," jawab Archie dengan tenang membuat papa Bagas akhirnya memilih percaya pada putranya tersebut. "Siapa gadis itu, Bang?"

"Putrinya pak Adnan, Rayna."

"Adnan?" Tanya papa Bagas memastikan, karena nama tersebut terdengar tidak asing untuknya.

"Iya, Pah. Pak Adnan teman ayah, tetangga Abang." Jawab Archie.

"Masyaallah, Adnan ternyata. Tapi, Bang. Setau papa, putrinya Adnan sudah menikah. Abang nggak suka dengan istri orangkan?"

"Astaghfirullah. Nggak, Pa. Abang tak berani, dan tak pernah terfikirkan." Jawab Archie dengan tegas. "Yang Abang maksud putri bungsu pak Adnan, Pa. Rayna bukan Fania." Jelasnya.

"Hahahah, maafkan Papa. Papa hanya bercanda, Bang." Ujar papa Bagas membuat Archie bernafas lega.

"Jadi, Pa?"

"Papa setuju. Besok Papa dan Mama ke sana." Tegas papa Bagas tak terbantah, membuat Archie menurut.

○○○○○

Seperti ucapan papa Bagas kemarin, kini mereka sudah berada di rumah pak Adnan. Papa dan pak Adnan mengobrol tentang masa sekolah mereka dulu. Archie hanya duduk menyimak. Sedangkan mama Mala asyik mengobrol bersama dengan istri pak Adnan, bu Rina. Mereka baru selesai membahas terkait ta'aruf antara Archie dan Rayna.

Sesuai kesepakatan, mereka akan kembali dipertemukan lagi setelah sama-sama merasa mantap dan cocok untuk lanjut.

"Maaf pak Adnan, Pa. Abang izin keluar angkat telpon."

"Silahkan, mas Ray." Ucap pak Adnan mempersilahkan dan papah Bagas hanya mengangguk sebagai tanda mengizinkan.

Sampai di luar, Archie langsung menerima panggilan tersebut. Sudah tiga kali berturut-turut Arsya menelponnya.

"Assalamualaikum, kenapa Dek?"

"Wa'alaikumussalam. Abang jahat banget! Masa khitbah orang, Arsya nggak di kasih tau." Marah Arsya.

"Abang sudah kasih kabar loh," ucap Archie dengan sabar.

"Kapan?"

"Kemarin. Arsya yang nggak nyimak grub. Ares aja tau kok," ujar Archie.

"Jangan ngambek ke Ares. Sudah ya, ini Abang sama Mama Papa mau pulang. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Setelah menutup panggilan dari Arsya, Archie kembali masuk. Disana sudah ada mamah Mala yang sudah bersiap pulang karena hari sudah semakin malam.

"Dari Arsya, Bang?" Tanya mama Mala dan Archie mengangguk.

"Sudah malam. Kami pamit pulang ya, Nan." Ucap papa Bagas.

"Iya, hati-hati."

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Sepulangnya Archie sekeluarga. Bu Rina dibantu anak gadisnya membereskan ruang tamu. "Sini Bunda. Biar Rayna aja," ucap Rayna.

"Pelan-pelan bawanya, Ray."

"Iya Bunda."

Tidak membutuhkan banyak waktu untuk membereskannya. Setelah beres Rayna langsung kembali ke kamarnya. Ketika akan merebahkan diri, dia teringat CV Ta'aruf yang tadi diberikan padanya.

Diambil dan dibacanya CV tersebut. Baru awal tapi Rayna sudah dibuat kagum akan memilik CV tersebut, sampai rasa minder itu muncul.

"Ayah nggak salah nih? Cowo nyebelin kayak dia ternyata masyaallah sekali, nggak kayak gue remahan gorengan." Gumam Rayna.

Dia jadi teringat pada pertemuan awal mereka yang menurutnya menyebalkan. "Kalo bukan karena Bunda yang minta, ogah gue terima tuh bakso."

"Tapi, enak sih baksonya bapak-bapak itu. Ih kok jadi pengen bakso," ujar Rayna.

"Dah lah, mending tidur."

Tok tok tok. Baru akan memejamkan mata, tapi pintu kamarnya sudah kembali diketuk. "Masuk," teriaknya dari dalam.

"Ray sudah tidur?"

"Baru mau tidur. Terus Ayah dateng," jujur Rayna. Ya, yang mengetuk pintu barusan adalah pak Adnan.

"Ayah hanya cuman mau bilang sesuai ke Rayna," ucap pak Adnan.

"Apa Yah?" Tanya Rayna yang kini sudah duduk manis di atas kasur miliknya. Pak Adnan mendekat dan duduk disampingnya. Di raihnya tangan Rayna, dan di genggam.

"Ayah nggak akan maksa Rayna jika Rayna merasa tidak cocok dengan mas Ray. Ayah menyetujui ta'aruf ini karena Rayna sendiri yang bilang pada Ayah kalo sudah siap kan?"

Rayna mengangguk.

"Jangan jadikan ini sebuah beban untuk Rayna. Jalani saja dulu, jika memang jodoh. Insyaallah, akan dimudahkan."

"Iya, Yah. Rayna faham, walau sejujurnya Rayna tak sampai berfikir laki-laki yang Ayah maksud itu mas Ray."

Pak Adnan tersenyum lega setelah mendengar jawaban jujur dari putri. "Sudah malam. Langsung istirahat, besok Kakakmu kesini."

"Bener, Yah?" Tanya Rayna tak percaya, pasalnya setelah menikah kakaknya Fania jarang main ke sini.

"Iya. Tanya sama Bunda yang lebih tau. Selamat malam putri Ayah."

"Malam, Yah."

📝02-11-2023

Archie [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang