Instingku benar. Masalah yang menyangkut keselamatanku datang.
Seperti biasa, aku pulang kuliah dengan membawa mobil seorang diri. Tanpa sopir, tanpa teman yang membarengi. Awalnya aman-aman saja. Tapi sejak melewati gerbang kampus sudah kusadari seorang pemotor mengikutiku.
Pakaiannya tidak mencurigakan. Maksudku, pemotor itu. Dia mengenakan pakaian salah 1 kurir pengantar barang. Anehnya, tidak ada barang apapun dalam boncengannya. Jadi, bagian itulah yang membuatnya tampak mencurigakan.
Sengaja kukendarai mobilku dengan kecepatan normal agar dia tidak tahu aku sudah menyadari aksinya. Begitu sampai di area yang lumayan sepi, sekian pemotor lain segera bermunculan dan langsung mengepungku.
"Dasar tukang keroyokan." batinku.
Terpaksa kuhentikan mobilku karena 4 buah motor besar berjejer di depan sana. Di kananku ada 3 dan di belakang 2. Salah 1nya langsung pergi setelah mendapat bungkusan dari pemotor di sebelahnya. Mungkin dia memang benar kurir pengantar barang. Perannya barusan sekadar memastikan dimana keberadaanku. Untuk itulah dia mendapat bayaran yang diberikan dalam bentuk bungkusan.
Mereka semua beta. Berdasarkan hukum alam, tidak mungkin beta menang melawan alpha yang unggul dalam segala hal. Tapi mereka berjumlah 8 orang. Mungkin pikir mereka dengan begitu aku mudah dikalahkan.
"Aku tergolong lemah untuk ukuran seorang alpha. Apa gara-gara itu aku sering mendapat masalah seperti ini?"
Sebelumnya aku berulang kali diganggu para penggemar fanatik Ayu. Sebelumnya lagi ada yang lain lagi. Lalu sekarang, siapa lagi?
Akan kutunggu keempat pemotor di depan sana turun menghampiriku. Saat itu terjadi, akan langsung kuterjang saja mereka. Biar bagaimana pun kendaraanku lebih besar dari mereka. Selanjutnya aku tinggal menggunakan kecepatan penuh untuk pulang.
Ya, itu rencanaku. Hanya sesederhana itu. Kurasa mudah untuk dijalankan. Tapi sepertinya sama sekali tidak diperlukan. Karena muncul kamen rider di hadapanku.
Baiklah, aku hanya bercanda tentang kamen rider. Dia hanya pemotor yang datang secara tiba-tiba dengan motor bebeknya. Pakaiannya cuma pakaian sekolah, seragam SMA.
"Sepertinya aku akan diselamatkan suamiku." gumamku yang akhirnya tertawa.
Murid SMA itu Geni. Dia datang dan langsung menghadapi para pemotor di depan serta samping mobilku. Mereka berkelahi. Saling pukul. Aku tidak akan ikut campur. Cukup jadi penonton sekaligus pihak yang berusaha diselamatkan. Karena dia Geni, seorang alpha yang badannya lebih besar dariku sementara lawannya cuma para beta. Biarkan saja mereka melakukan apa yang mereka suka. Hasil akhirnya mudah ditebak. Tidak mungkin Geni kalah.
Lagi-lagi rencanaku tidak terpakai. Yang pertama rencana untuk menerjang. Yang kedua bersantai-santai sampai perkelahian selesai. Kedua rencana itu terbuang begitu saja. Karena 1 pemotor yang tersisa di belakang menghampiri mobilku sambil membawa palu. Dia berusaha memecahkan kaca belakang mobilku.
"Makhluk sialan itu!" gerutuku.
Aku yang semula sudah mematikan mesin mobil langsung menghidupkan kembali dan segera bergerak mundur menabrak orang itu. Tidak cukup sampai di situ. Aku turun dari mobil, menghampirinya yang sempat menghindari tabrakan mundurku.
"Kau pikir tanggung jawab seperti apa yang bisa kuberikan pada kedua orang tuaku kalau mobil pemberian mereka kau rusak seenaknya, ha!?"
Kulontarkan pertanyaan itu sambil berjalan cepat-cepat menghampirinya. Begitu dia berada dalam jangkauanku, kutinju wajahnya. Badannya terdorong mundur. Lalu berusaha membalasku. Tapi sebelum balasan itu sampai padaku, tinju berikutnya sudah kuhantamkan pada wajahnya. Berulang kali. Hingga akhirnya dia tersungkur ke aspal dan itu pun masih kulanjutkan dengan menendang pinggang dan nyaris menginjak perutnya. Aku akan benar-benar menginjak kalau saja Geni tidak menarikku agar menjauh.
"Kau akan berubah status dari korban menjadi pelaku kalau tidak berhenti, kak Gabriel."
Aku berusaha menenangkan diri.
"Mereka sudah kutangani." tambahnya, "Yang pakai anting itu mengaku sebagai mantan pacarmu."
Ah, yang itu.
"Namanya Novan."
"Benar dia mantan pacarmu?"
"Ya. Pacar pertamaku. Hubungan kami berakhir tapi tidak begitu jelas. Dia berulang kali ingin kami kembali berpacaran tapi aku selalu menolaknya."
Geni langsung menatapku dengan pandangan jenuh. Dia bosan melihat 1 lagi mantan pacarku.
"Ngomong-ngomong, kenapa kau bisa berada di sini?" tanyaku.
"Aku ke rumahmu sepulang sekolah."
"Saat kita berkirim pesan tadi kau ada di rumahku?"
Dia mengangguk.
"Tiba-tiba saja aku merasakan firasat yang tak enak. Makanya aku berniat mencarimu di kampus. Ternyata kita bertemu di jalan."
"Firasat?"
Kalau dia mengatakan itu rasanya ikatan kami lebih kuat dari yang kukira sebelumnya. Dia bisa tahu saat aku akan mendapat masalah. Rasanya senang mendengarnya.
"Tapi kenapa kau ke rumahku? Tanpa memberitahu lebih dulu."
Dia terdiam.
"Sebenarnya aku senang. Cuma tetap saja aku heran. Karena kau masih mengenakan seragam sekolah dan bawa motor."
Dia masih terdiam. Tapi wajahnya mulai berubah merah. Menjalar hingga ke telinga dan lehernya.
"Hey."
"Aku kangen padamu." akunya, pelan.
"Eh?"
"Aku ingin bertemu suamiku. Apa tidak boleh!?"
Ya Tuhan. Dia manis sekali. Senyumku langsung mengembang berkat pengakuannya. Aku ingin langsung memeluk dan menciumnya. Sayangnya aku ingat janji yang kubuat pada kedua orang tuaku untuk tidak macam-macam padanya.
"Terima kasih." ucapku, sebagai respon satu-satunya yang bisa kuberikan padanya.
Aku senang. Senang setengah mati. Sekaligus tersiksa gara-gara janji.
***
08:21 wib
4 November 2023
reo
KAMU SEDANG MEMBACA
Gravity
RomanceGabriel dan Geni dijodohkan dengan alasan tradisi. Itu sebabnya meski sesama alpha mereka menikah. Tapi harus tinggal terpisah karena Geni masih di bawah umur. Di saat yang sama, Luki berusaha memaksakan cintanya pada Gabriel walau sudah ditolak den...