2. Mengakhiri hubungan lama demi yang baru

523 30 0
                                    

Persetan dengan Luki, Ayu, atau siapapun di luar sana. Mereka sama sekali tak penting saat aku berada di situasi sekarang. Sekujur tubuhku terasa remuk akibat bantingan seorang wanita bersabuk hitam.

Dia bernama Intan. Seniorku di kampus. Jurusan kami berbeda tapi aku bisa mengenalnya karena beberapa kali bertemu saat harus mencari buku panduan di perpustakaan. Entah prosesnya bagaimana aku lupa, kami  berpacaran. Berlangsung selama kurang lebih 6 bulan dan sekarang aku menjadi layaknya cucian basah yang bisa dibanting seenaknya.

“Sekarang kita impas.” ucapnya sambil mengulurkan tangan pada tubuhku yang terbaring di atas hamparan rumput tipis di belakang gedung universitas. “Aku tidak akan menyimpan dendam padamu meski kau memutuskanku saat aku masih sangat mencintaimu, Gabriel.”

Ya, itulah yang terjadi. Itu alasan kenapa dia sampai tega membantingku dan di saat yang sama kuterima begitu saja perlakuan itu. Aku baru  mengakhiri hubungan kami berdua.

“Tapi aku akan membantingmu lagi kalau kau sampai berpacaran dengan yang bernama Luki itu.” Tambahnya saat kuterima uluran tangannya.

Aku berhasil bangun berkat bantuannya. Lalu kami duduk bersebelahan seakan hubungan kami adalah teman dekat bukannya mantan pacar yang belum ada sejam mengakhiri hubungan.

“Kau membenci Luki?” tanyaku.

“Tentu saja.”

Apa alasannya? Mereka tidak saling mengenal, setahuku.

“Dia belagak seolah kalian pàcaran padahal di saat yang sama akulah yang berpacaran denganmu. Sialnya lagi kau merahasiakan hubungan kita dari semua orang.”

“Kapan aku merahasiakannya?”

Dia menoleh padaku.

“Jangan menyangkal. Kau tidak pernah mengenalkanku pada teman-temanmu.”

Tentang tidak mengenalkan memang benar. Tapi tentang merahasiakan, “Aku hanya tidak pernah membahas tentang pacarku. Bukan berarti aku ingin menutupi dari teman-temanku.”

Intan terdiam. Sekadar menatapku. Mungkin berusaha meyakini kalau omonganku bukan pembelaan diri yang berupa kebohongan.

“Baiklah, maaf.” tambahku, “Seharusnya aku mengenalkanmu pada teman-temanku. Tapi aku hanya tidak punya kebiasaan semacam itu.”

Dia mengangguk, “Aku tahu. Lagipula hubungan kita sudah berakhir dan kau tidak pernah mencintaiku.”

“Maaf.”

“Sudah tidak masalah lagi. Aku sudah membantingmu.”

Rasanya masih sangat sakit sampai sekarang. Tapi mungkin tidak seberapa dibanding diputus saat masih sangat mencintai.

“Dari awal kau sudah memberitahu kalau kau tidak punya perasaan spesial padaku.” gumamnya, “Kita berpacaran dengan harapan suatu hari kau akan membalas cintaku. Tapi nyatanya cuma aku yang semakin jatuh cinta sementara kau menjadi tak nyaman karena berpikir semakin lama dilanjutkan semakin sakit juga saat harus diakhiri.”

Aku memang tidak bisa jatuh cinta padanya, meski aku seorang alpha dan dia omega.

“Aku harus menemukan mate-ku dibanding mengejar orang yang kucintai. Aku sering berpikir begitu. Tapi tiap kali jatuh cinta, aku mengabaikan fakta kalau dia bukanlah mate yang ditakdirkan untukku. Termasuk saat jatuh cinta padamu.”

“Jadi menurutmu mate itu penting?” tanyaku.

“Sepertinya begitu. Kau juga perlu menganggap penting hal itu. Jadi berhentilah pacaran dengan siapapun yang menaruh hati padamu saat kau tidak membalas rasa itu. Sudah terlalu banyak orang yang patah hati gara-gara ulahmu.”

GravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang