Gerimis pagi selalu membawa damai, hawanya membuat semua orang enggan beranjak dari selimut. Pagi itu saat membuka mata sejenak Lukman sempat melihat siluet wanita duduk di sisi ranjang, saat ia menutup mata lagi, belaian hangat mampir di dahinya.
"Kang..subuhan yu.."
Suara lembut itu justru semakin mengalunnya, semakin hendak terlelap lebih dalam, tapi kemudian ada kecup di jemari beberapa saat kemudian.
"Masih ngantuk banget ya? Labi siapin air anget dulu ya.."
Wanita itu sempat mengelus pipinya dengan tangan yang selalu hangat, sebelum beranjak dan sibuk di dapur.
Lukman lihat siluetnya mondar mandir sejak adzan subuh berkumandang, kadang sempat memastikan selimutnya masih rapih hingga ke leher.Lukman memutuskan hendak beranjak saat ingat mereka punya agenda hari ini. Habis subuh travel sudah datang menjemput mereka untuk berangkat ke Sukabumi. Hari ini tepat 7 tahun pesantren dibuka, sedikit tak menyangka santri mereka telah menyentuh angka hampir ratusan.
"Dingin ey akang.."
Nampak seonggok tubuh mungil sudah menyelinap masuk ke selimut dengan kekehnya sesekali, Lukman menatapnya dengan mata mengantuk hingga wanita itu lagi lagi tersenyum manis.
"Air angetnya udah disiapin.. ayo mandi dulu.."
Labi selalu hangat, bahkan jemarinya yang habis bersentuhan dengan air pun tetap terasa hangat. Lukman menikmati pijatan di pelipisnya, wanita itu mungkin teringat suaminya sempat mengeluh sakit kepala malam kemarin.
"Akang..akang Lukman.. "
Suaranya yang random itu kerap kali terdengar, Lukman bahkan bisa tetap mendengarnya meski mereka sedang berjauhan. Wanita itu meninggalkan bekas yang begitu melekat, hingga membuat Lukman mulai kesulitan hidup sendiri. Labi harus terus di sampingnya dimanapun ia berada.
"Labi...labi..labi.."
Kekehan manisnya terdengar lagi, wanita itu semakin menyelinap masuk dan menghangatkan dadanya dengan meletakkan telapak tangannya, lalu naik keatas leher dan rahang.
"Nanti gak jadi mandi.."
Labi mencibir dengan tawa renyah, lantas memberi satu kecup manis sebelum Lukman merubahnya menjadi cukup dalam. Wanita itu tak pernah keberatan, selalu senang tentang apapun yang suaminya lakukan.
"Makin tua makin makin.."
Lukman balas meledeknya tanpa kata, cukup menyisir rambut wanita itu dengan jemari, mengingatkannya bahwa mereka sama sama sudah mulai beruban.
Labi sempat merajuk saat tau Lukman punya kekhususan yang tak semua orang miliki, usianya sekarang sudah setengah abad tapi ubannya hanya satu dua helai, berbeda dengan labi yang rambutnya hampir abu abu sebagian.
"Iya ubannya banyak, iyadeh.."
"Kayak tren anak muda jaman sekarang, Korea Korean rambutnya putih putih gitu"
"Iyadeh rambutnya udah putih.."
"Uban kan cahaya surga.."
Labi tergelak lagi tapi ia menahannya, jadi Lukman ikut tertawa karna ekspresi aneh wanita itu.
"Gitu.. ya"
"Iya dong.."
Lukman menutup debat jenaka mereka dengan kecup terakhir di kening, setelahnya ia duduk dan beranjak sebelum suasana membuat mereka telat ibadah subuh.
Tapi ia sempat mengukung istrinya sejenak dengan siku di salah satu sisi dan memberi kecup yang 'paling terakhir' dengan ucapan..
"Kado ulang tahunnya.. makasih ya sayang.."
KAMU SEDANG MEMBACA
📌 MAKMUM TERBAIK
Fanfiction[END] Apakah makmumnya ini adalah yang terbaik? Atau Tuhan menetapkan yang lain yang lebih indah?