...
Ia murung, lalu tersenyum, murung lagi dan tersenyum lagi,
Bagaimana bisa dua perasaan bertolak belakang ini hadir di hatinya, gadis itu merutuk berulang kali mengucap ampun pada sang Ilahi."Seneng mah seneng aja kale!"
"INA IH!"
Ia berhambur ke tubuh gadis itu lalu memukuli bahunya berulang kali, lantas menyembunyikan wajah dibalik bantal, merasa bersalah pula.
"Kok bisa si?"
"Ya.. Roy kiyosi aja pasti bisa prediksi mereka bakal cere"
"Musrik kamu!"
"Umpamanya gitu teh, ya kelakuan Afidah kan gak bener, kang Lukman lama lama gak tahan juga kali!"
Tapi labi masih menerka nerka,
Hebat sekali Lukman dan Afidah bisa menyimpan masalah rumah tangga mereka, tak ada yang tau alasan pasti kenapa."Terus.. abis pisah?"
"Ya pisah, masa seranjang lagi"
"Ih.. maksudnya, mereka gimana?"
"Ya gak tinggal serumah lagi.. itu rumahnya kang Lukman dikasih untuk Afidah, kang Lukman nya abis itu ke Jakarta, tapi pas pulang beli rumah lagi si, si kampung sebelah tapi"
Labi tak sampai hati untuk sekedar bertanya kebenaran berita itu langsung dari Lukman, pun ia tak punya urusan, kecuali ia mau 'nekat' mengungkapkan perasaan.
Pria itu memang nampak jauh lebih baik, labi tak mau mengelak saat merasa tubuh Lukman semakin tegap dan gagah dibanding dulu, pun dengan senyumannya yang muda tercetak karna hal hal kecil.
Apa pria itu benar benar bahagia? Atau hanya mencoba bahagia?
Salahkan ia merasa ini merupakan sebuah kesempatan, padahal sehari sebelum bertemu, labi telah mempersiapkan tekat memasang tembok setinggi mungkin untuk menolak rasa yang mungkin kembali, dan hari ini ia berharap lagi.
"Teh.."
"Apa?"
"SIKAT! DUDA HOT TUH NGANGGUR!"
"BALSEM TUH HOT!"
...
Labi sedang sibuk menggunting kuku Abi saat bibirnya seperti hendak bicara namun terus terkatup, mereka terlibat banyak percakapan sebelumnya tapi hal yang sangat ingin ia tanyakan justru tertahan di ujung lidah.
Labi bertanya tanya apa alasan Abi enggan memberi tau perihal ini, walau ia sudah tau tentang perasaan labi, atau karna saat labi berkata ia ingin melupakan segalanya, Abi mencoba tak mengusik itu semua, padahal tentang Lukman dan ia, semua semakin mudah sekarang.
"Abi.."
"Hm?"
"Kang Lukman teh.. masih tinggal di rumah yang lama?"
Abi menoleh padanya,
Labi memasang wajah tak menahu meski hatinya menjerit takut."Dia kan kerja di Jakarta"
"Maksudnya.. rumah kang Lukman sama istrinya masih disana? Gak pindah kan?"
Konyol memang bertanya jika sudah tau, tapi ia hanya memancing Abi untuk bersedia menjelaskan, pria itu nampak ragu dari suara nafas beratnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
📌 MAKMUM TERBAIK
Fanfiction[END] Apakah makmumnya ini adalah yang terbaik? Atau Tuhan menetapkan yang lain yang lebih indah?