...
Sabtu malam,
Bahasa terkenalnya mungkin 'malam minggu', tak seperti malam malam lain yang penuh dengan lantunan ayat suci, kali ini deretan santri justru asik bersenda gurau sembari menyorot satu atau dua kelepon, atau tiga atau banyak lagi, itu kegemaran mereka,Ini hari bebas, hari yang di tunggu tunggu, lantas para pengajar disana juga begitu menantinya, karna kadang mereka pakai hari bebas ini untuk pulang kerumah,
Kyai membaur dengan remaja pria yang jumlahkan lebih dari puluhan itu, lalu ada juga beberapa guru lelaki yang ikut bercengkrama diluar masalah agama, mereka tak terlalu kuno untuk hanya terpaku pada 'ceramah atau tausiah',
Sedang beberapa dari mereka yang dapat jadwal untuk memasak sedang sibuk didapur,
Pemandangan menariknya ada seorang wanita yang memimpin kali ini, jadi rasa masakannya mungkin tak seburuk hari hari lain."Kalau boleh tau, apa benar labi menolak tawaran di Kairo kyai? Apa enggak sayang?"
"Ya.. benar, saya juga gak bisa memaksa, keputusan ada di labi, lagian sekolah mana aja sama baiknya"
Jelas nafas dengan ringis sesal terdengar, untuk satu hal ini pria muda disana mengutuk sifat tak bersyukur anak kyai yang terkadang memang sulit diatur,
Meski nampak dari manapun, gadis 19 tahun itu akan sukses dimana saja dengan otak cerdas, akhlak dan sikap menyenangkannya,
Sungguh beruntung orang memandang bagaimana nasib gadis itu, ia terkenal seantero kampung, jadi gadis idaman dan sudah pernah dilamar belasan pria tapi tentu, ia yang berfikiran moderen tak akan mau menikah begitu saja.
"Ngomongin labi ya?"
Geleng kepala sang kyai menanggapi sikap sang putri.
"Iya kang Zul, labi gak ambil kuliah disana, nanti Abi sendirian"
"Mana ada sendirian, disini banyak yang jagain, ambil aja!"
"Kalo gak srek gimana? Nanti yang ada gak dapet apa apa"
Kyai menatap muridnya itu, mengerdikan bahu dan menutup mata memintanya paham akan keputusan sang anak,
Diantara semua orang, memang pria bernama 'zul' ini yang paling banyak protes tentang ke 'tidakpatuhan' labi, ia yang paling keras apalagi saat menjadi guru,
Oh, silahkan bayangkan, seberapa menyebalkannya ia saat mengajar aritmatika.
"Terus mau ngapain? Ngurus kucing di pesantren?"
Gelak tawa sesepuh itu lagi lagi menandakan tak adanya batasan antara mereka, Zul bagai kakak bagi gadis yang tengah merengut ini,
"Mau ngajar aja, cuman belum tau boleh atau anggak sama Abi"
"Ini pesantren laki laki labi, Abi pernah bilang harusnya kan kamu ngerti hm?"
"Jadi gak boleh?"
Rengutannya semakin menjadi,
Zul terkekeh."Ngangon sapi sama kambing juragan Salim aja mau?"
"Hah? Ya..-ya mau si tapi-"
KAMU SEDANG MEMBACA
📌 MAKMUM TERBAIK
Fanfic[END] Apakah makmumnya ini adalah yang terbaik? Atau Tuhan menetapkan yang lain yang lebih indah?