...
"Denger denger si Lukman mau rujuk sama Afidah?"
"Keliatan si.. suka ketemu itu mereka"
"Emang harusnya mah gak usah cerai, cocok udah"
"Iya.. cuman Lukmannya kali ya bebel, kata Bu RT aja susah dibilangin, susah maju hidupnya"
"Iya sekarang mah udah kerja di Jakarta, jadi udah membaik kali ekonominya, makanya si Afidah mau lagi"
"Iya.. si Afidah juga mata duitan buk"
Labi enggan berkomentar banyak, lalu wajahnya pun tak seceria beberapa hari belakangan.
Gadis itu entah kenapa, lagi dan lagi,
Merasa terombang ambing, kadang tersenyum kadang murung, kadang berharap kadang pupus, meski sejujurnya ia punya andil dalam sakit hati ini."Kenapa teh? Kok diem si?"
Ina memang peka,
Paling mengerti suasana hatinya yang berubah secepat angin, labi membalas dengan senyuman, seperti biasa saat tak bisa berkata kata.Tanpa sadar atensinya tak ingin lepas dari sana, dari sosok yang duduk berbincang dengan rekan sesama guru, bibirnya tersenyum terus, seolah ada kebahagiaan yang disimpan rapat.
'bahagia ya kang? Mau rujuk? Semoga ini yang terbaik, Alhamdulillah akang bahagia sama orang yang akang cintai.. doain labi bisa ketemu laki laki yang sama tulusnya kayak akang ya?'
...
Ia tak punya banyak waktu disini,
Tugasnya masih menumpuk, ia tak bisa izin semuanya, gadis itu telah bersiap untuk kembali ke Jakarta lusa nanti
Sudah berjanji juga akan menghabiskan waktu bersama Ina untuk salam perpisahan, sedang besok ia harus fokus pada Abi.Jarang sekali baginya mematu diri di depan cermin, tak menggubris soal penampilan, labi baru sadar banyak yang berubah, atau tidak?
Ia tak tau.Boleh kah ia bertanya, apa fisik ini terlihat begitu mengerikan?
Tak adakah pria yang tertarik?
Tidak cantikkah ia sehingga tak menggugah hati para pria, lantas fikiran demikian muncul saat ia sudah diambang putus asa.Kata kata yang sudah dipersiapkan semalaman mengenai rasa selama bertahun tahun entah sudah kemana, tak penting juga untuk diingat, ini bukan salah siapa siapa, hanya dirinya saja yang bodoh.
"Udah siap?"
"Hooh.. eh Ina, pakein teteh itu donk, make up, kamu kan pinter dandan"
"Lah tumben banget?"
"Gak mau?"
"Mau teteh geulis!!!"
...
Apa ia terlihat bak badut bersolek?
Sekarang justru labi ingin menutup wajah karna jadi pusat perhatian,
Entah, ia tak tau seberapa berlebihan ina mendadaninya yang jelas labi merasa itu tak pantas ketika mereka hanya datang ke pasar malam."Ish! Gak usah ditutup, itu mereka ngeliatin karna teteh cantik tauuu!"
"Kayak badut!"
"Dih jahat ya! Udah di make up-in malah ngehina"
"Risih tau diliatin terus"
KAMU SEDANG MEMBACA
📌 MAKMUM TERBAIK
Fanfiction[END] Apakah makmumnya ini adalah yang terbaik? Atau Tuhan menetapkan yang lain yang lebih indah?