...
Mencintai seseorang adalah cobaan besar,
Menyayangi mereka secara tulus adalah perjuangan,
Lalu saat kecewa tak ada yang bisa dilakukan selain menyalahkan diri sendiri,
Lukman tak berkutik saat ia seolah tak bisa berbuat apapun kala perpisahannya bersama Afidah sukar dielak.
Apapun yang menjadi alasan, ia tetap patah hati, tetap merenungi apa itu keputusan yang benar, dan tetap menyalahkan diri sendiri atas semuanya,
Jika saja ia begini..
Jika saja ia begitu..
Jika saja ia tak melakukan ini..
Jika saja ia tak melakukan itu..Terus terngiang ngiang dikepalanya selama bermalam malam.
Meminta pada sang pencipta memberinya jalan yang terang, menghilangkan resah hati dan kekalutan.
Mencari kesibukan yang lebih menguras energi fisiknya, tak sekali dua kali ia terbaring sakit sendirian.
Tapi semua itu seolah mudah saja, ia pasrahkan pada yang kuasa, lalu lelah hatinya sedikit namun pasti, hilang.. berganti harapan dan mimpi yang baru.
Lukman merasa karirnya meningkat meski tak terlalu signifikan, setidaknya ia bisa menabung dan merencanakan ini itu, meski agaknya terlambat.
Umurnya sudah tidak muda lagi, dan ia tak punya apapun untuk menjamin hidup, ada kalanya ia berfikir apa ia hanya akan menghabiskan waktu dengan bekerja hingga ajal menjemput nanti,
Berfikir untuk memulai rumah tangga terdengar konyol, apa yang orang lain lihat darinya? Wanita mana yang sudi dipinang olehnya,
Jangan lupakan jika pernikahan kemarin membuat ia selalu merasa rendah diri, seburuk itukah?
Dua tahun, selama itu ia pergi berusaha kabur dari masa lalu, meski akhirnya pilihan itu membuat ia semakin dipandang sebelah mata.
Bukannya ia tak tau apa yang orang orang bicarakan, tapi sejak dulu ia memang tak peduli.
Lukman menyadari jika banyak orang yang harus ia prioritaskan sekarang, terutama Abi, pria luar biasa yang merangkulnya tanpa memberatkan hutang budi.
Menyadari jika pria itu sudah sangat tua sekarang, tapi tetap sama seperti yang ia lihat beberapa puluh tahun lalu.
Kedatangannya yang mulai teratur ke Tasik tak lain tak bukan hanya demi meminta maaf secara tersirat, menengok pria itu lebih sering, melakukan hal yang tak bisa ia lakukan dulu.
Nyatanya semua itu membuatnya semakin lebih baik,
Meski kembali ke kampung halaman adalah pilihan yang cukup beresiko.Abi tak pernah menyinggung soal hal sensitif, hanya mengkhawatirkan kesehatan dan keimanan Lukman, membuka fikirannya dan menawarinya ini itu jika saja Lukman ingin memulai bisnis, Abi siap untuk urusan finansial.
Tidakkah kebaikan hatinya tak panas Lukman terima?
Terlebih saat mengingat bagaimana air mata abi tercurah kala Afidah dan keluarganya menghardik habis habisan.
Itu pertama kali dalam hidupnya, Lukman melihat Abi begitu hancur.
Ia bukan siapa siapa, tapi dicintai begitu tulus.
"Lukman, kamu mau lebih kenal lagi sama labi?"
Hingga suatu hari kalimat yang tak terfikirkan itu meluncur bebas, mengundang kernyitnya yang tak mengerti alur pembicaraan,
KAMU SEDANG MEMBACA
📌 MAKMUM TERBAIK
Fanfiction[END] Apakah makmumnya ini adalah yang terbaik? Atau Tuhan menetapkan yang lain yang lebih indah?