Jakarta, 6 Tahun kemudian..
"Diem gak.. ih nggak! Lulu! Jitak ni ya!"
"Yaudah si, terima gak! Udah ngejer ngejer dari setahun yang lalu ya Allah ya Tuhanku.. kasian bangkrut ngasih kamu makan siang Mulu tiap hari"
"Aku udah bilang jangan dikasih lagi, aku juga gak mau nerima! Dia tuh batu banget! Lagian gak kepikiran kesana ih!"
"Heh heh! Udah 25 tahun! Kawin eoy!"
"Kucing kali kawin, udah ah! Mau pulang- Assalamualaikum!"
Tawa kecilnya masih terdengar dari beberapa meter, tangannya masih sesekali melambai pada sosok di belakang sana, ia menggeleng sesekali dan terkekeh lagi.
Kaki kecil berbalut kaos kaki pink itu berjalan sedikit lebih cepat, mengejar waktu bersama orang orang yang juga tergesa gesa, diliriknya sesekali jam tangan lantas menghela nafas lega adalah yang pertama kali ia lakukan ketika sampai didepan peron kereta.
Itu labi,
Dengan senyumnya yang tak berubah, tapi sedikit lebih dewasa meski masih menggemaskan, lingkungan tak merubahnya menjadi orang lain, ia tetap Labiba, gadis kecil yang selalu memakai gamis panjang dengan kaos kaki dan kerudung yang menutupi perut, masih Labiba, yang banyak bicara dan labil akan ini itu.Kereta datang dan ia masuk dengan desah lega, seharian ini melelahkan, sama seperti biasa, pun saat tak mendapat tempat duduk, berdiri dengan tangan menggantung tetap nikmat rasanya.
Butuh beberapa menit untuk sampai ke stasiun tujuan, biasanya ia hanya akan mengamati jalan dan menerka kemana ia akan bisa pergi jika melewati jalan ini dan itu, si kecil itu masih menjadi gadis petualang.
Bibirnya hanya akan mengerucut sesekali saat melihat ketidak dewasaan orang orang yang duduk acuh tanpa peduli akan lansia atau ibu hamil, maka saat itu terjadi dengan berani ia berujar..
"Mas mas! Boleh tempat duduknya buat nenek ini?"
Atau jika menerima penolakan ia akan coba peruntungan di orang lain,
Ajaibnya tidak hilang bukan?
6 tahun berjalan cepat sekali saat keputusan besar ia ambil, labi suka terdiam dengan banyak fikiran di tengah perjalanan meski itu berbahaya, suka mengingat bagaimana bisa kakinya menginjak tempat ini dan nasibnya menjadi demikian, banyak yang terjadi.
Pintu kereta terbuka bersama lamunannya yang buyar, bergegas keluar bersama ratusan orang lain yang tak kalah sibuk, pintu keluar disebelah Utara bukan tujuannya, tapi sebuah kedai kopi.
"Assalamualaikum.."
Tak banyak pengunjung, namun tak ada yang tak tersenyum disana, labi semakin menarik bibir keatas saat mereka semua menjawab salam dengan isyarat tangan yang ceria.
"Cappucino satu ya.."
Bibirnya bergerak pelan, memastikan jika mereka mengerti apa yang ia ucap, lalu bukannya duduk ia memasang celemek dan membawa buku menu kesana kemari.
"Udah gak usah dibantuin.. hari ini lagi sepi"
"Gakpapa, tapi tumben sepi, kenapa?"
"Gak tau.. tapi Alhamdulillah tetep bersyukur"
Senyumnya semakin mengembang keatas, tangan lentiknya mengelus bahu sosok itu dan mencoba sedikit kemampuan menggunakan bahasa isyarat.
"Alhamdulillah.. rezeki udah ada yang ngatur, betul?"
KAMU SEDANG MEMBACA
📌 MAKMUM TERBAIK
Fanfiction[END] Apakah makmumnya ini adalah yang terbaik? Atau Tuhan menetapkan yang lain yang lebih indah?