...
Hujan..
Tentu, seperti dugaan terburuk mereka."Kedinginan?"
Sejujurnya mereka habis tertawa puas karna basah 'kuyup' seperti percuma saja mencari tempat berteduh, sekarang angin kencang malah membuat keduanya kedinginan.
"Akang juga kedinginan, tuh giginya gemeter"
Lukman memang tak mengelak, jaket kulitnya tak membantu apapun, tapi keduanya tetap terkekeh, mentertawakan wajah konyol satu sama lain.
"Mampir di Warkop aja.."
"Emang ada wakop?"
Lukman menunjuk dengan bibirnya, kemudian labi melihat di sebrang jalan ada warung kecil dengan lampunya yang tak terlalu terang, meski awalnya enggan beranjak, tapi suara petir yang bersahut sahutan membuat labi ingin cepat cepat kesana.
Lukman memasangkan jas hujannya pada sang istri kemudian melawan hujan menuju sebrang jalan, riskan sekali saat kabut terlihat tebal menutupi pandangan dan jalan selalu dilewati truk truk dengan kecepatan tinggi.
"Kang kopi satu sama... Bajigur satu"
"Siapa yang minum bajigur?"
"Kamu.."
"Mau kopi aja.."
"Owh.. yaudah kang kopi dua"
Wanita itu nampak lebih baik, terlebih dengan mata berbinarnya melihat banyak makanan di belakang etalase, Lukman tentu tak menunggu dua kali untuk memesan mie instan juga mengambil beberapa cemilan.
"Deres banget ih- aduh duh geledeknya serem"
Pria itu tersenyum sendiri, mendengar bagaiamana ocehan labi yang enggan berhenti, sejak berangkat hingga sekarang wanita itu seperti tidak ada lelahnya.
"Masih berapa jam kang sampe Jakarta?"
"Dua jam lagi si.. semoga gak macet"
Senyuman manisnya ia suguhkan, Lukman tak tau kenapa labi masih baik baik saja meski ia kedinginan dan pegal dimana mana.
Tak ada keluhan yang keluar dari bibir tipis itu.
"Mau numpang ganti baju aja? Nanti sakit.."
"Iya ya? Yaudah labi duluan abis itu akang.. nanti dirumah mandi air anget biar gak demam..ya?"
"Hm.."
...
Hujan masih mengguyur deras, Lukman dan labi terjebak hingga kehabisan bahan obrolan dengan sang pemilik warung, Lukman sudah mewanti wanti jika mereka mungkin saja sampai tengah malam dan menyarankan labi melanjutkan perjalanan dengan bus, tapi wanita itu tetap saja menjawab..
"Eng.. nggakpapa, sama akang aja"
Awalnya ia menolak halus sekarang nada bicaranya manja sekali, seperti tak ingin terpisah sedetik saja.
"Masih kedinginan gak?"
"Udah anget.."
Lukman tak punya waktu mengkhawatirkan diri sendiri yang hanya berbalut kaus tipis saat sang istri terus mengukung tubuh dan meringis dingin, sebuah fakta tentang labi yang tak kuat dingin juga menambah kekhawatirannya.
"Mau air jahe? Biar anget?"
"Kembung udah minum 4 gelas"
KAMU SEDANG MEMBACA
📌 MAKMUM TERBAIK
Fanfiction[END] Apakah makmumnya ini adalah yang terbaik? Atau Tuhan menetapkan yang lain yang lebih indah?